KLHK Hitung Kerugian Lingkungan Akibat Tumpahan Aspal MT AASHI

Lingkungan rusak, konservasi penyu terganggu

Medan, IDN Times – Penanganan pencemaran lingkungan akibat tumpahan aspal dari Kapal MT AASHI di Perairan Nias Utara, Sumatera Utara berlangsung lama. Saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah melakukan  penghitungan dampak ekologinya.

Kapal berbendera negara Gabon itu kandas di perairan Nias Utara, Sabtu (11/2/2023). Muatan aspal (bitumen) tumpah di laut dan mencemari lingkungan.

Dilansir ANTARA, Kasubdit Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK Eko Novi Setiawan mengatakan pihaknya telah melakukan verifikasi lapangan pada 25 Maret sampai 1 April 2023.

"Berdasarkan hasil laboratorium terbukti bahwa telah terjadi pencemaran oleh Kapal MT Aashi. Tahap hari ini adalah penghitungan kerugian lingkungan hidup," ujarnya dalam diskusi ancaman keamanan laut di wilayah perairan dan yurisdiksi Indonesia yang dipantau di Jakarta.

Baca Juga: Sebulan MT AASHI Kandas, Penyu Mulai Hilang di Nias Utara

1. Nelayan terdampak sudah dimintai keterangan

KLHK Hitung Kerugian Lingkungan Akibat Tumpahan Aspal MT AASHIKondisi Kapal MT AASHI yang mengalami pecah lambung kanan di perairan Nias Utara, Sumatra Utara. (Diskominfo Nias Utara)

KLHK melakukan analisis valuasi ekonomi pesisir dan laut. Mereka sudah melakukan survei pengambilan data terhadap nelayan dan masyarakat pesisir.

Survei dilakukan dengan pendekatan purposive random sampling dengan metode snowball sampling.

2. Ada lima kelompok masyarakat yang mengadu

KLHK Hitung Kerugian Lingkungan Akibat Tumpahan Aspal MT AASHICemaran aspal dari MT AASHI yang karam di Nias Utara sudah menyebar hingga perairan Nias Barat dan Nias Selatan. (Istimewa)

Survei dilakukan Desa Afulu dan Desa Faikhunaa yang mendapatkan dampak langsung. Penghitungan klaim kerugian lingkungan hidup berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014.

Aturan itu mengatur tentang kerugian lingkungan akibat pencemaran maupun kerusakan lingkungan hidup terkait komponen penanggulangan tumpahan aspal yang dihitung secara at cost, kehilangan jasa ekosistem, timbulnya biaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup, biaya pemulihan ekosistem, dan kerugian langsung masyarakat.

"Kami mendapatkan pengaduan dari masyarakat Kabupaten Nias Utara sudah ada lima kelompok yang mengadu kepada kami, sehingga ini sebagai dasar kami selain memperjuangkan hak pemerintah, juga memperjuangkan hak masyarakat," jelas Eko.

3. Tumpahan aspal menyebar luas, konservasi penyu terdampak

KLHK Hitung Kerugian Lingkungan Akibat Tumpahan Aspal MT AASHICemaran aspal dari MT AASHI yang karam di Nias Utara sudah menyebar hingga perairan Nias Barat dan Nias Selatan. (Istimewa)

MT AASHI kandas dengan muatan 3.595 metrik ton aspal bitumen. Berdasarkan data International Maritime Organisation (IMO), kapal itu dimiliki oleh Aashi Shipping Inc yang beralamat di Liberia.

Merujuk lintasannya, kapal itu berangkat dari Pelabuhan Khor Fakkan di Uni Emirat Arab menuju Padang di Sumatera Barat, Indonesia. Insiden tumpahan aspal kian meluas hingga sejauh 70 kilometer ke arah utara Pulau Nias dari titik lokasi kejadian.

Kandasnya MT AASHI berdampak pada kerusakan lingkungan. Dampak pencemaran sudah nyata terlihat. Ikan susah dicari di laut yang sudah tercemar. Bahkan pencemaran sudah sampai ke Nias Selatan.

“Kalau mereka melempar jaring, yang dapat bukan ikan. Malah aspal hotmix,” ungkap Ketua Kelompok Konservasi Laut Indah Lestari Yanuarman Gulo.

Jika ingin mendapat ikan, nelayan harus berlayar lebih jauh lagi. Konsekuensinya, mereka harus mengeluarkan biaya tambahan BBM. “Ïtu pun belum tentu dapat ikannya,”tukasnya.

Lokasi kandasnya kapal, masuk ke dalam zona konservasi penyu dan pesisir. Di dekat sana, ada 200 ribu lebih mangrove yang ditanam oleh Koalisi Bahari Konservasi Laut Indah Lestari. Yanuarman dan lembaga lainnya terlibat langsung dalam penanaman bakau itu.

Yanuarman khawatir, meluasnya pencemaran akan berakibat fatal bagi konservasi pesisir.

“Aspal ini sangat berbahaya. Bisa membunuh ekosistem pesisir. Misalnya mlangrove. Ketika i0tu melekat di daun, bisa berbahaya. Begitu juga pada penyu,” katanya.

Yanuarman mendesak agar pemerintah mengambil langkah konkret dalam penanganan pencemaran. Dia juga mendesak agar perusahaan diberikan sanksi tegas.

“Kita sangat setuju, ini masuk di pengadilan. Tapi di luar itu, perusahaan harus melakukan rehabilitasi secepat mungkin. Jangan sampai menunggu hasil pengadilan. Masyarakat lapar tidak bisa menunggu. Jangan (pembersihan) hanya formalitas,” imbuhnya.

Dampak pencemaran sudah dirasakan. Penyu-penyu yang biasa naik ke pantai untuk bertelur sekarang sulit ditemukan.

Founder Rumah Penyu Nias Yafaowoloo Gea  mengatakan, lambannya penanganan memberikan dampak serius bagi keberlangsungan kehidupan biota laut.

“Frekuensi penyu bertelurnya sudah mulai berkurang. Mungkin karena aspal di dasar laut, itu mengganggu kedatangan mereka,”ungkapnya.

Baca Juga: Perairan Nias Utara Tercemar Aspal Mentah, Ini Tindakan KKP

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya