Kemunculan Busa di Pantai Nias, Dampak Perubahan Iklim

Busa pantai itu apa sih sebenarnya?

Medan, IDN Times – Kemunculan busa di Pantai Tohia, Kota Gunung Sitoli, Nias, Sumatra Utara membuat masyarakat dan pengunjung terkejut. Video kemunculan busa seperti yang ada di minuman capucino itu viral di lini masa media sosial.

Munculnya busa di bibir pantai itu terjadi pada 5 Oktober 2023. Pesisir pantai itu diselimuti busa dalam jumlah besar. Tidak sedikit yang sempat berspekulasi bahwa busa itu adalah haasil dari limbah. Meski pun, di dalam video yang beredar, masyarakat dan pengunjung tampak bermain – main dengan busa itu.

"Allahuakbar, MasyaAllah, lihat pantai Gunung Sitoli, Sumut saat ini penuh dengan busa-busa berbentuk salju. Ada juga seperti awan. Waduh, ini baru kali pertama terjadi di kota Gunung Sitoli, Sumatera Utara. Ini kayak busa sabun tapi nggak mungkin dong sebanyak ini, karena di sini kita nggak ada pabrik sabun gitu, tapi kenapa gitu tiba-tiba bibir pantai mengeluarkan busa. Semoga pertanda baik untuk kita di pulau Nias," ungkap perekam di salah satu video.

Masyarakat menyebut jika ini adalah fenomena yang baru pertama kali terjadi di Nias. Mereka penasaran, fenomena apa yang sebenarnya terjadi.

Simak nih,  penjelasan dari pakar Oseanografi Fisika dari Universitas Syiah Kuala Aceh Haekal A  Haridhi.

Yuk guys, biar sama-sama paham….

1. Munculnya busa dipicu ledakan populasi fitoplankton

Kemunculan Busa di Pantai Nias, Dampak Perubahan IklimWikimedia/BrockenInaglory

Kata Haekal, busa laut atau sea foam itu terbentuk karena ledakan populasi alga atau fitoplankton di laut. Untuk diketahui, fitoplankton adalah adalah tumbuhan air dengan ukuran yang mikro serta hidup melayang air. Fitoplankton berperan dalam ekosistem perairan yang mana memiliki peran yang sama pentingnya dengan peranan tumbuhan hijau yang tingkatannya lebih tinggi di ekosistem daratan.

“Ledakan populasi ini kemudian naik ke permukaan karena pengaruh cuaca. Bisa saja area itu ada badai atau angin kencang yang dapat menyebabkan terjadinya upwelling (naiknya massa air di lapisan bawah, ke permukaan). Sehingga material yang ada di dasar naik ke atas,” kata Haekal kepada IDN Times.

Kemudian, populasi fitoplankton itu teraduk karena arus laut. Sehingga terbentuk menjadi busa yang terbawa hingga ke pesisir.

2. Bisa disebabkan karena adanya pencemaran

Kemunculan Busa di Pantai Nias, Dampak Perubahan IklimAnak-anak bermain di busa laut yang muncul di Pantai Tohio, Gunung Sitoli, Sumatra Utara, 5 Oktober 2023. (Istimewa)

Kata Haekal, sea foam merupakan fenomena laut. Meski pun bisa saja dipicu oleh pencemaran laut.

“Kalau kita lihat dari pencemaran laut juga bisa saja, tapi dengan pencemaran skala besar. Dugaan saya ini hanya fenomena alam yang memungkinkan terbentuknya sea foam. Dilihat dari sisi pencemaran tentu harus banyak material organik yang tertuang ke dalam sungai dulu kemudian ke terbawa ke laut,” kata laki-laki bergelar doktor itu.

Cuaca juga menjadi faktornya kemunculan sea foam. Badai yang terjadi di laut akan mengaduk air laut dan membuat busa. Jika disimulasikan, sama saat seperti mengaduk susu yang akan dituangkan ke dalam espresso hingga menjadi kapucino. Informasi yang dihimpun, saat ini perairan di Nias, badai intens terjadi.

“Fenomena ini lebih sering muncul itu ketika intensitas badai sering terjadi. Jadi ketika beberapa lokasi sedang blooming alga dan badai sedang kuat maka terjadilah sea foam ini,” katanya.

Ketua Pusat Riset Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala itu mengatakan, sea foam tidak berbahaya bagi manusia. Namun jika memiliki penyakit bawaan, atau pada kondisi imunitas tubuh yang rendah, akan memberikan dampak.

Baca Juga: Curi Motor Pendeta saat di Gereja, 2 Pemuda di Nias Ditangkap

3. WALHI menyebut kemunculan busa laut adalah dampak perubahan iklim

Kemunculan Busa di Pantai Nias, Dampak Perubahan Iklimwikimedia.org/LittleMountain5

Wahana Lingkungan Hidup Sumatra Utara (WALHI) Sumatra Utara mengatakan, kemunculan sea foam adalah dampak perubahan iklim yang nyata. Berubahnya suhu laut memicu ekosistem organik berpindah tempat.

“Logikanya begini bumi mengalami kenaikan suhu otomatis suhu di permukaan laut juga ikut naik, suhu di permukaan darat juga naik. Akibat naiknya suhu dipermukaan bumi dapat mempengaruhi siklus arus yang ada dilaut. Laut itu punya zona atas dan bawah, karena naiknya suhu bumi ini jadinya arus dingin di laut dalam bersikulasi naik ke atas. Arus dingin yang naik ini mengandung banyak unsur hara dan nutrian,” kata Fhiliya Himasari, Manajer Program dan Tata Kelola Pengetahuan WALHI Sumut.

4. Fenomena busa laut diduga karena aktifitas manusia

Kemunculan Busa di Pantai Nias, Dampak Perubahan IklimIlustrasi perubahan iklim. (Pixabay.com/Patjosse)

Fhilliya juga menduga kuat, ada faktor aktifitas manusia yang memicu kemunculan sea foam. Salah satunya, penggunaan pupuk pestisida untuk pertanian. Serapan pupuk yang juga mengandung nutrien akan masuk ke dalam laut.

“Blooming alga merupakan dampak negatif dari perubahan iklim. Busa-busa itu bersifat toxic atau beracun. Walaupun racunnya untuk manusia tidak begitu berbahaya. Namun bagi ekosistem di laut bakal sangat terganggu khususnya bagi ikan. Ini akan berpengaruh pada nelayan tradisional. Dampaknya akan struktural,” katanya.

Perubahan iklim menjadi problem serius bagi bumi. Butuh langkah serius bagi seluruh pihak untuk melakukan upaya pencegahan. Kemunculan busa di laut Nias hanya menjadi salah satu bukti perubahan iklim kian nyata.  

“Di sisi pertanian pemerintah itu harus membatasi penggunaan pestisida pada sektor perkebunan dan pertanian. Karena kalau misalnya itu makin meluas, otomatis itu akan meningkatkan produksi pupuk kimia semakin meningkat secara drastis. Ini akan merusak ekosistem,” kata Fhilliya.

5. Fenomena busa laut pernah terjadi di sejumlah daerah

Kemunculan Busa di Pantai Nias, Dampak Perubahan Iklimwikimedia.org/PaulVanDeVelde

Fenomena sea foam pernah terjadi di sejumlah daerah. Pada tahun 2007 terjadi peristiwa di Pantai Yamba, Australia Tenggara, dimana burung laut banyak yang mati dikarenakan busa laut. Ganggang Akashiwo sanguinea mampu menghilangkan lapisan air pada bulu burung laut sehingga burung tersebut sulit terbang, hipotermia hingga kematian.

Peristiwa akibat busa laut juga terjadi di Lampung pada 24 Desember 2019, hal tersebut terjadi karena kotoran mikroalga yang telah mati dan juga ledakan alga.

Namun peristiwa yang paling mengerikan terjadi pada tahun 2012 di perairan Teluk Hurun, Lampung, yaitu terjadinya kematian massal ikan kerapu yang dibudidayakan warga akibat ledakan alga dari spesies fitoplankton.

 

Baca Juga: WALHI: Bahlil hanya Khawatir dengan Investasi China di Rempang

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya