Kasus Kekerasan Seksual Menumpuk, LBH Medan Sebut Penanganan Lamban

Kasus kekerasan seksual harusnya mendapat perhatian lebih

Medan, IDN Times – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai penanganan kasus kekerasan seksual di Sumatra Utara terbilang lamban. Padahal harusnya, kasus ini mendapat penananganan khusus.

Sepanjang 2022, LBH Medan mendapat pengaduan tujuh kasus kekerasan. Sampai saat ini para korban masih berjuang mendapatkan keadilan.

1. Pola kasus yang terjadi: pelaku merupakan orang dekat

Kasus Kekerasan Seksual Menumpuk, LBH Medan Sebut Penanganan LambanKepala Divisi Sipil Politik LBH Medan Maswan Tambak. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dari tujuh kasus yang didampingi LBH Medan, ada kesamaan pola yang terjadi. Para pelaku kekerasan seksual merupakan orang – orang dekat korban. Mulai dari tetangga, pacar, bahkan ayah kandung korban.

“Mengenai pola kejahatan seksual yang dilakukan oleh para pelaku dengan cara kekerasan, pengancaman dengan menyebarkan foto dan video korbannya, dan ada yang mendekati korban dengan mengikuti aktivitas para korban dengan ikut bermain bersama mereka, memberikan uang jajan dan hadiah (barang dan mainan),” ujar Maswan Tambak, Kepala Divisi Sipil Politik LBH Medan, dalam keterangan tertulis, Jumat (23/12/2022).

Selain mengalami kerugian secara fisik, para korban juga mengalami trauma psikis. Misalnya, pada kasus yang menimpa RES (15) yang menjadi korban kekerasan ayah kandungnya sendiri. Bukannya mendapat simpati, korban justru  diusir oleh warga.

2. Lambannya penegakan hukum

Kasus Kekerasan Seksual Menumpuk, LBH Medan Sebut Penanganan Lambanilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Maswan menjelaskan, para korban saat ini belum mendapatkan keadilan. Proses penegakan hukum berlarut-larut.

“Pihak Kepolisian dalam penangan perkara terhadap para korban terkesan tidak professional karena berlarut-larut (undue delay),” ujar Maswan.

LBH Medan juga menemukan ada kasus yang diproses dengan restorative justice. Namun upaya itu terkesan dipaksakan.

“Diduga adanya upaya mengaburkan fakta dalam peristiwa agar kasus tersebut tidak terungkap,” tukasnya.

3. Penanganan kasus berlarut – larut menciderai rasa keadilan bagi korban

Kasus Kekerasan Seksual Menumpuk, LBH Medan Sebut Penanganan Lambanilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

LBH Medan menilai, pola penangan kasus kekerasan seksual yang dilakukan pihak Kepolisian yang terkesan berlarut-larut (undue delay) sangat mencederai rasa keadilan korban dan keluarga, serta semangat UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

“Kemudian mengenai memaksakan restorative justice dalam kasus kekerasan seksual juga dinilai sangat keliru dikarenakan kekerasan seksual merupakan tindak pidana/kejahatan berat maka tidak memenuhi syarat materil terkait prinsip pembatas terhadap pelaku tindak pidana yang relative berat untuk dilakukan restorative justice,” ujar Maswan.

Hal ini diatur dalam Pasal 12 huruf a angka 4 Perkapolri No. 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana. Kemudian bertentangan juga dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Kejaksaan R.I No. 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“LBH Medan mendesak para penegak hukum segera menindaklanjuti secara professional, proporsional, dan prosedural dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual dan memperbaiki pola penanganan perkara agar memberikan rasa keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum terhadap para korban guna meminimalisir kejahatan seksual yang berpotensi akan terjadi ke depannya,” pungkasnya.

Baca Juga: Reaksi Wali Kota Bobby soal Kemacetan Medan Johor Sakiti Hati Warga

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya