Hutan Lindung Madina Jadi Sawit PTPN, Kerugian Ekologi Besar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times – PT Perkebunan Nusantara IV diduga melakukan penyerobotan lahan hutan lindung di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara. Penyerobotan lahan ini terjadi di Desa Batusondat, Kecamatan Batahan, Madina.
Hasil penelusuran Komunitas Hijau Indonesia menunjukkan, seluas 500-700 hektare dari 900 hektare hutan lindung di Batusondat telah berubah fungsi menjadi kebun sawit milik perusahaan negara itu.
“Dulu ada plang di situ, bahwa itu adalah kawasan hutan lindung. Plangnya sekarang hilang,” kata Direktur Komunitas Hijau Indonesia, Syahrul, Selasa (1/11/2022).
1. Selain PTPN IV, hutan lindung Madina juga diserobot perseorangan
Komunitas Hijau Indonesia sudah melakukan pemetaan di Batusondat. Selain PTPN IV, lahan hutan lindung diserobot oleh perseorangan. Kawasan dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit. Tercatat, ada tiga kebun sawit masing-masing lebih dari 15 hektare yang masuk ke dalam kawasan lindung.
Di lapangan, Komunitas Hijau Indonesia juga menemukan patok tapal batas milik Badan Pertanahan Nasional. “Usia sawit diperkirakan sudah lebih dari 10 tahun,” kata Syahrul.
Baca Juga: Hutan DAS Sumut Rusak Parah, Bencana Terus Mengancam
2. Penyerobotan kawasan sebabkan kerugian ekologi dan keuangan negara
Alih fungsi kawasan menjadi perkebunan sawit di Hutan Lindung Madina, sudah menyebabkan kerugian ekologi yang signifikan. Apalagi kawasan itu adalah habitat bagi sejumlah satwa dilindungi seperti rangkong hingga Harimau Sumatra.
Selain itu, alih fungsi kawasan juga mengakibatkan kerugian negara. Mereka mengasumsikan, jika 1 hektare sawit menghasilkan crude palm oil (CPO) sebesar 10 ton pertahun. Jika diasumsikan harga CPO sebesar 10.866 per Kg (Harga CPO Sumut per September), maka dalam 1 hektare bisa menghasilkan Rp108.860.000 dalam setahun. Jika hutan lindung yang dierbot luasnya 500 hektare, maka perkebunan sawit berkontribusi pada kerugian negara Rp5.44 miliar per tahun. Belum termasuk kerugian ekologinya.
Syahrul mendesak kasus tenurial di Batusondat menjadi refleksi bagi Dinas Kehutanan Sumut. Dinas Kehutanan dinilai masih lemah dalam melakukan pengawasan sehingga bisa kebobolan.
Mereka mendesak, penyerobotan lahan itu diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. Seluruh pemangku kebijakan yang terlibat harus ditindak.
“Langkah ini penting dilakukan, guna mengurai salah satu konflik tenurial di kawasan hutan lindung yang masih terjadi hingga saat ini, demi tegaknya supremasi hukum dan terbukanya ruang akses hak kelola rakyat terhadap kawasan hutan di Sumut,” tukasnya.
3. Dinas Kehutanan klaim kebun PTPN yang masuk hutan lindung hanya 53 hektare
Terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Sumut Herianto membantah jika lahan hutan lindung yang diserobot PTPN IV mencapai ratusan hektare. Pihaknya sudah melakukan peninjauan. Hasilnya, ada 150 hektare lahan perkebunan sawit yang masuk ke dalam hutan lindung.
“Dari 150 hektare itu yang berisi tanaman sawit PTPN IV itu hanya 53 hektare. Sisanya adalah kebun sawit milik masyarakat (perorangan),” ujar Herianto kepada IDN Times, Selasa.
Kata Herianto, kebun-kebun yang masuk ke dalam kawasan hutan bisa dilegalkan melalui Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Deliknya karena ada unsur keterlanjuran. Namun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi mereka.
“Walaupun mereka di dalam kawasan hutan. Mereka berkesempatan mendapatkan pengampunan istilahnya,” kata Herianto.
Dia juga menjelaskan, masuknya perkebunan ke kawasan hutan disebabkan beberapa faktor. Pertama, ada beberapa kali perubahan tentang penetapan kawasan hutan di Sumut. Kemudian, soal kekeliruan administrasi pada tempo dulu soal kawasan hutan. Saat ini, lanjutnya, ada 300.000 hektare perkebunan yang masuk ke dalam kawasan hutan di Sumut.
Baca Juga: Pria Ditemukan Tewas Tertimbun Lumpur, Diduga Diserang Kawanan Gajah