KPU Antisipasi Praktik Intoleransi pada Pemilu
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - Politik identitas kerap digunakan untuk merebut suara masyarakat di tengah pesta demokrasi. Cara ini diprediksi masih mewarnai Tanah Air jelang Pemilu 2024. Namun, politik identitas yang dijadikan senjata oleh beberapa kandidat atau partai politik, tidak sampai menimbulkan intoleransi di Kota Medan.
Nana Miranti, Komisioner Komisi Pemilhan Umum Kota Medan mengatakan bersaing dan berbeda pendapat yang terjadi menjelang pemilihan legislatif, kepala daerah, dan pemilihan presiden adalah hal wajar.
Hanya saja, perbedaan itu tidak menjadi sesuatu yang membuat kericuhan atau perpecahan. Hal itu dikarenakan, Kota Medan dikenal dengan kultur yang beragam suku, ras dan agama.
"Memang banyak perbedaan di Kota Medan ini, jadi ketika sewaktu pemilu tidak menjadi persoalan. Tapi tetap harus diantisipasi," ujarnya kepada IDN Times, Minggu (20/11/2022).
1. Pada saat kampanye, dilarang menggunakan politik identitas
Ia menyampaikan untuk menghindari politik identitas saat pesta demokrasi, pihaknya membuat aturan yang menyatakan tidak boleh menyinggung ras, menyinggung atau menjelekkan suku.
"Seperti pada saat kampanye, tidak boleh menyinggung ras, menyinggung atau menjelekkan suku. Pada saat kampanye ini sudah dilarang. Itu salah satu antisipasi supaya tidak memicu kericuhan," katanya.
2. Politik identitas itu akan tetap mewarnai
Namun, kata Nana, politik identitas itu akan tetap mewarnai pada saat kampanye. Ia mengatakan, perbedaan itu masih ada di Kota Medan. Tapi, hal itu tidak menjadi perpecahan yang signifikan di tengah masyarakat.
"Pada saat kampanye, setiap calon membawa politik identitas masing-masing, apakah itu suku Jawa, Batak, itu pasti ada. Politik identitas dibawa saat pemilihan, misalnya pemilihan legislatif, orang Batak lebih mengapresiasi calon yang suku Batak, pasti ada," tuturnya.
3. Politik identitas dapat dimaknai dengan dua hal
Menurut Nana, politik identitas dapat dimaknai dengan dua hal. Ada yang positif dan ada yang berdampak negatif. Misalnya, ketika salah satu calon menjelekkan lawannya, itu negatif. Kalau ke arah yang positif, bisa meraup suara yang sesuku dengan calon, tapi dengan tidak menjelekkan orang lain.
"Politik identitas ini bagaimana cara mengemasnya. Kalau untuk menonjolkan calon masing-masing yang diusung atau untuk menjatuhkan lawannya," katanya.
Baca Juga: Sejarah Lapangan Merdeka Medan, Tempat Umumkan Proklamasi di Sumut