Akta Pabrik Korek Gas yang Terbakar Jadi Tanda Tanya

Sidang lanjutan kebakaran pabrik korek gas

Binjai, IDN Times - Sidang kebakaran pabrik korek api gas yang menelan 30 korban jiwa kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Binjai, Senin (30/9). Kali ini sidang masih beragendakan mendengar keterangan saksi.

Dalam sidang, JPU menghadirkan 3 orang saksi dan 2 saksi ahli masing-masing Robby Sipayung selaku Kasi Keselamatan Kerja Disnaker Sumut, juga dr Mistar Ritonga selaku Ahli Forensik serta seorang saksi yang sempat tertunda diambil keterangannya Kadis Lingkungan Hidup Langkat.

Diketahui, ketiga terdakwa masing-masing Dirut PT KU Indramawan, Manager Personalia Lismawarni dan Manager Operasional Burhan didakwa dengan pasal berlapis. Ketiganya dianggap bersalah atas kebakaran yang menewaskan 30 korban jiwa.

1. Akta PT Kiat Unggul tak bisa ditunjukan

Akta Pabrik Korek Gas yang Terbakar Jadi Tanda TanyaIDN Times/Handoko

Majelis Hakim yang dikomandoi Hakim Ketua Fauzul Hamdi yang juga menjabat Ketua PN Binjai, kembali menanyakan akta PT Kiat Unggu (KU), kepada Jaksa Penuntut Umum yang terdiri dari Benny Surbakti dan Hamidah Ginting.

"Saya kecarian soal akta ini. Kenapa kecarian? Karena sebentar lagi ada pemeriksaan 3 orang ini (terdakwa)," ujar Hakim Anggota Dedy dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fauzul Hamdi didampingi Tri Syahriawani Saragih.

Hingga sidang dimulai, JPU maupun Penasehat Hukum terdakwa tak mampu menunjukkan akta perusahaan yang diminta majelis. 

Karena tak mampu menunjukan akta pendirian PT Kiat Unggu (KU). Majelis hakim akhirnya memintai keterangan saksi Ahli Forensi Mistar. Kepada majelis hakim, Mistar menjelaskan proses datangnya 30 kantung mayat setelah proses evakuasi di TKP, Dusun IV, Desa Sambirejo, Kecamatan Binjai, Langkat.

Menurut dia, kondisi seluruh korban mengalami luka bakar hampir 100 persen. Karenanya, tim forensik melakukan identifikasi dengan berbagai cara. Baik skunder, primair hingga pencocokan atau antem mortem.

"Penyebab kematiannya karena terhirup asap. Kami menemukan 'jelaga' di lubang hidung dan tenggorokannya. Jelaga itu istilahnya sisa asap," ujar dia.

Artinya, seluruh korban sebelum tewas terpanggang, sudah dalam keadaan lemas karena udara yang hidup tidak sehat. Ditambah lagi juga beracun karena sudah berbaur dengan gas pada mancis yang turut ludes terbakar.

"Dari jumlah korban, kami menemukan ada 3 orang anak-anak. Seluruh korban mati lemas karena kekurangan oksigen. Terbakarnya itu karena sesudah meninggal," kata dia.

Baca Juga: Sidang Pabrik Korek Gas, Kadis DLH Disuruh Pulang karena Ini

2. PT Kiat Unggul tidak mendaftarkan jumlah tenaga kerja ke Disnaker Sumut

Akta Pabrik Korek Gas yang Terbakar Jadi Tanda TanyaIDN Times/Handoko

Setelah ahli forensik, giliran Robby Sipayung yang juga saksi ahli diminta keterangannya. Menurut Robby, PT KU tidak mendaftarkan jumlah tenaga kerjanya. Dia juga menjelaskan tentang pengawasan yang dilakukan Disnaker Sumut terhadap seluruh perusahaan yang ada.

Menurut dia, pihaknya memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan terhadap perusahaan atau pabrik rumahan yang tidak mengantongi izin. Sebab, Disnaker Sumut dilengkapi tenaga penyidik yang berasal dari PNS untuk mengawal keselamatan kerjanya. 

"Sepanjang yang saya ketahui, sampai sekarang kita belum memiliki data untuk perusahaan yang tidak terdaftar. Dalam pelaksanaan pengawasan, ada tenaga pengawas se Sumut berjumlah 59 orang. Berkaitan dengan (kasus) ini, data tidak ada. Setelah terjadi kebakaran, kami diinfokan. UPT (Binjai Langkat) juga tidak mengetahui ada perusahaan (PT KU)," bebernya.

Padahal, kata dia, pengawas Disnaker Sumut diwajibkan memeriksa 5 perusahaan tiap bulan. Hingga September 2019 ini, kata dia, kurang lebih sebanyak 9 ribu perusahaan yang terdaftar. "Kendala kita memang kekurangan tenaga. Tugas kami melaksanakan pengawasan terhadap penerapan UU Ketenagakerjaan," ujar dia.

Dalam kasus kebakaran ini, kejadian memilukan tersebut terjadi karena adanya ledakan saat perakitan korek gas tengah berlangsung. Menurut dia, sejatinya seluruh pekerja harus menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. 

Sayangnya, PT KU melalui Lia selaku mandor yang sudah tutup usia tidak menerapkan hal tersebut. "Itu merupakan kewajiban pengusaha mendaftarkannya. Berkaitan dengan santunan, menjadi kewajiban perusahaan membayar santunan sebesar dengan BPJS keluarkan, Rp150 juta," jelas dia.

3. Goni basah dan ember berisi air bukan alat keselamatan kerja

Akta Pabrik Korek Gas yang Terbakar Jadi Tanda TanyaIDN Times/Handoko

Dia menambahkan, setiap perusahaan wajib memasang alat pemadam api. Bahkan, juga wajib memiliki gedung pemadam kebakaran. Selain itu, tambah dia, setiap perusahaan juga wajib memiliki pelatihan atau simulasi kepada pekerja dalam upaya penanggulangan kebakaran. 

"Alat-alat keselamatan kerja yang sesuai dengan potensi bahaya. Potensi bahaya tinggi ini, termasuk kalau gas. Di situ tidak adanya sarana evakuasi, kemudian tenaga kerja tidak paham menggunakan pemadam api. Tidak ada sistem pengendalian kebakaran berupa alarm, tidak ada juga gedung penanggulangan kebakaran," katanya.

Goni basah dan ember berisi air bukan bagian dari upaya penanggulangan pemadam kebakaran. Sejatinya, harus ada tabung racun api di sekitar perusahaan dengan radius berjarak 15 meter. 

Hingga sore hari, sidang untuk memintai keterangan saksi-saksi tak kunjung selesai. Hingga Kadis Lingkungan Hidup Langkat, Iskandar Zulkarnaen Tarigan yang diwacanakan terakhir dimintai tertunda. Karena waktu sudah sangat sore dan akan dilanjutkan kembali. "Bagaimana mau melakukan pengawasan kalau mereka tidak memiliki izin. Belum pernah melakukan pengendalian selama saya bertugas karena banyak kegiatan yang kita pantau, seluruh kegiatan yang ada di Kabupaten Langkat," kata Kadis LH.

Sejatinya lagi, ujar dia, PT KU harus mengantongi izin mengenai analisis dampak lingkungan hidup. "Sesuai protap kalau tau akan menyurati untuk segera mengurus perizinan yang diperlukan," pungkasnya.

Baca Juga: Terungkap, Masih Ada Korban Pabrik Korek Gas Belom Terima Santunan

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya