Gabungan BEM Minta Demokrasi yang Baru Seumur Jagung Jangan Dikebiri

Pemimpin lahir reformasi tapi lupa menyuburkan demokrasi

Medan, IDN Times - Gabungan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari berbagai kampus mendeklarasikan Sumpah Pemuda 2.0 di Gedung Joang '45, Jakarta, pada Rabu (22/11/2023).

Mereka menyoroti demokrasi di Indonesia yang baru seumur jagung ini justru hendak dimatikan dan dikebiri, serta refleksi sembilan tahun masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Beberapa contoh mundurnya iklim demokrasi di Indonesia mereka sampaikan. Terutama terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang terbukti diambil dengan cara-cara pelanggaran etik berat.

Deklarasi dipimpin Ketua BEM UI Melki Sedek Huang, Ketua BEM Unpad Haikal Febrian Syah, Sekjen SEMA Paramadina Afiq Naufal, Ketua BEM KM UGM Gielbran Muhammad Noor, dan mahasiswa Unnes Fajar Rahmat Sidik.

1. Putusan MK mengecewakan

Gabungan BEM Minta Demokrasi yang Baru Seumur Jagung Jangan DikebiriKetua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Melki Sedek Huang (kanan) (dok istimewa)

Ketua BEM UI Melki Sedek Huang mengatakan, putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sama sekali tidak memberikan arti positif bagi generasi muda di masa mendatang. Alih-alih memberi harapan para pemimpin muda, putusan tuna etika itu jsutru menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.

"Bagi kami, putusan MK kemarin tidak sedikit pun memberi arti positif bagi generasi muda. la malah membunuh kepercayaan kami akan terangnya masa depan republik ini," kata Melki Sedek.

Menurutnya, politik dinasti yang ramai diperbincangkan pascaputusan MK merupakan ancaman nyata bagi anak miskin yang ingin menjadi pemimpin. Putusan yang mengandung conflict of interest itu berdampak pada regenerasi kepemimpinan di masa depan.

"Bangkitnya politik dinasti yang hadir karena pembajakan konstitusi kemarin akan membunuh harapan jutaan pemuda dan anak-anak Indonesia yang bermimpi akan cerahnya masa depan. Politik dinasti adalah ancaman bagi setiap anak-anak miskin yang bermimpi menjadi pemimpin," lanjutnya.

2. Akhir kepemimpinan Jokowi justru merusak dan menodai demokrasi

Gabungan BEM Minta Demokrasi yang Baru Seumur Jagung Jangan DikebiriKetua BEM UI, Melki Sedek Huang. (IDN Times/dok ig @melkisedekhuang).

Melki mengatakan, putusan MK yang akhirnya meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, hingga berbagai peristiwa yang terjadi menjelang Pemilu 2024 menjadi bukti bagaimana akhir dari sembilan tahun kepemimpinan Jokowi. Di akhir kepemimpinannya, Jokowi justru merusak dan menodai demokrasi.

"Bagi kami, keluarnya putusan MK kemarin dan juga berbagai hal yang terjadi menjelang Pemilu 2024 ini adalah bukti bahwa akhir pemerintahan Pak Jokowi adalah akhir pemerintahan yang betul-betul tidak taat konstitusi dan tidak menegakkan demokrasi dengan baik," lanjutnya.

3. Pemimpin yang lahir dari buah reformasi malah lupa menyuburkan demokrasi

Gabungan BEM Minta Demokrasi yang Baru Seumur Jagung Jangan DikebiriKetua BEM KM UGM, Gielbran Muhammad Noor. (Dok. Istimewa)

Ketua BEM KM UGM Gielbran menyamakan demokrasi Indonesia dengan jagung. Ia mengatakan, jagung tersebut menjadi simbolisasi bahwa demokrasi Indonesia yang baru seumur jagung pascaera reformasi 1998 dirusak dinasti politik dari pemerintahan yang saat ini berkuasa.

"Jagung sebagai simbolisasi usia yang masih sangat muda. Usia demokrasi kita seumur jagung, justru dikebiri dan ditindas dan makin dimonopoli oleh oknum pemimpin yang lahir dari buah reformasi, tapi ia justru lupa untuk semakin menyuburkan demokrasi itu sendiri," jelas Gielbran.

Baca Juga: 5 Fakta PT Jui Shin Indonesia Jadi Korban Mafia Tanah

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya