TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Anak Wartawan Karo Korban Pembakaran Datangi Komnas HAM hingga KPAI

Eva terus berjuang untuk mendapat keadilan

Keluarga almarhum Rico Sempurna Pasaribu mendatangi kantor Komnas HAM. (IDN Times/Santi Dewi)

Medan, IDN Times – Upaya mencari keadilan terus dilakukan Eva Meliani Pasaribu. Anak wartawan Tribrata TV Rico Sempurna Pasaribu yang rumahnya dibakar pada Kamis (27/6/2024) lalu. Rico Sempurna dan tiga anggota keluarganya meninggal dunia. Termasuk anak Eva yang menjadi korban.

Polda Sumatra Utara menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah dua eksekutor; Yunus Syahputra Tarigan alias Selawang dan Rudi Apri Sembiring. Polisi juga menangkap Bebas Ginting alias Bulang, orang yang menyuruh Yunus dan Apri membakar rumah Rico Sempurna. Eva belum puas. Dia meyakini ada dalang di balik pembakaran itu. Karena ada rentetan peristiwa sebelum pembakaran rumah.

Kasus ini sudah dilaporkan Eva bersama tim hukum dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumatra Utara. Mulai dari Polda Sumatra Utara hingga Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspom AD).

Sudah 19 hari berlalu. Bagi Eva sama sekali belum ada titik terang dalam kasus ini meski sudah ada penetapan tersangkanya. Polisi belum juga mengungkap motif pembakaran.

“Kasus ini belum mendapatkan titik terang apa itu motif tindak pidana yang dilakukan, baik itu hasil otopsinya, hasil labfor. Kami meminta angle dari semua CCTV dan tidak ada yang dipotong-potong,. Sampai sekarang semua itu tidak ada,” ujar Direktur LBH Medan Irvan Sahputra, selaku tim hukum KKJ Sumut di Jakarta, Selasa (16/7/2024).

1. Kasus dilaporkan ke Komnas HAM, KPAI dan LPSK

Eva pun melaporkan kasus ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Eva mendesak agar para pihak bisa mengusut tuntas kasusnya dan mendapatkan keadilan bagi keluarganya.

Irvan meminta secara tegas kepada Komnas HAM untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan secara langsung dan memanggil pihak-pihak terkait serta menindaklanjuti kasus ini.

“Ini kasus serius, perbuatan yang sangat keji, sadis, dan ini berkaitan dengan hak asasi dari keluarga korban. Kami bukan berharap, tapi meminta dengan tegas Koptu HB dipanggil,” ujarnya.

Irvan juga meminta KOMNAS HAM untuk melakukan pemeriksaan kepada Kapolda, Kapolres, Denpom dan Pangdam yang terkait dengan kasus ini agar memperoleh titik terang kasus ini.

Eva M Pasaribu, anak korban mendesak perlu diusut tuntas secara cepat pihak-pihak yang terlibat dalam kematian keluarganya. “Karena masalah yang menimpa itu bukan masalah pribadi, tapi masalah pemberitaan,” ujar Eva.

Laporan ke KPAI menyusul dua korban pembakaran adalah anak-anak, Mereka Yakni, SI (12 tahun, anak Rico) dan LS (3 tahun anak dari Eva).

“Ada dua korban anak yang tidak bersalah dan tidak ada sangkut pautnya dengan perkara ini dan menjadi korban,” ujar Arta Singgalingging, kuasa hukum dari LBH Medan.

Laporan ke KPAI teregister dengan nomor Surat Tanda Terima Pelayanan Pengaduan Nomor 00211/KPAI/PGDN/LSG/07/2024 tertanggal 15 Juli 2024. Arta Sigalingging juga mendesak KPAI untuk memberikan atensi kepada perkara ini khususnya di Polda Sumut, mendorong kepada LPSK untuk mengabulkan permohonan Eva, serta menyelidiki kepada Polda Sumut kenapa dilimpahkan ke Polres Tanah Karo.

2. Para pegiat mendorong kasus bisa diungkap sampai tuntas

Vebrina Monicha, Divisi Hukum KontraS menilai kasus ini merupakan suatu bentuk upaya pembungkaman terhadap kebebasan menyampaikan pendapat yang berujung pada kematian.

“Kami melihat banyak kejanggalan bahkan intimidasi kepada pihak keluarga yang mana dilakukan oleh aparat penegak hukum sehingga membuat kasus ini bermuara pada proses mengahalang-halangi bahkan menutupi fakta yang berkeadilan. Bisa kita katakan yang terjadi sekarang adalah upaya Obstruction of Justice,” ujar Vebrina.

Dia mendorong berbagai pihak terutama Kepolisian, Puspomad, Komnas HAM dan bahkan LPSK untuk dapat segera mengusut sampai tuntas dan memberikan perlindungan dan keadilan kepada keluarga korban.

Kasus ini menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia. Ade Wahyudin, Direktur Eksekutif LBH Pers mengatakan pengungkapan kasus ini membutuhkan keterlibatan multi pihak seperti Kepolisian, Puspomad dan Komnas HAM RI untuk mengurai motif dari tindak pidana yang dilakukan oleh terduga pelaku.

“Motif akan menjadi penting karena, apakah kasus ini terkait dengan pemberitaan atau bukan. Jika terkait dengan pemberitaan, kasus ini akan menjadi catatan hitam kebebasan pers di Indonesia,” ujarnya. Ade mengingatkan kepada semua pihak, apabila terdapat kekeliruan atau keberatan terhadap pemberitaan, mekanisme yang harus dilakukan adalah hak jawab atau sengketa pers di Dewan Pers sebagaimana UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bukan kriminaliasi terlebih melakukan kekerasan kepada jurnalis.

Sebelumnya, keluarga korban sudah menempuh jalur hukum dengan membuat laporan polisi ke Polda Sumatera Utara. Dia melaporkan kasua kebakaran dan dugaan tindak pidana yang diatur pada Pasal 338 KUHP Juncto 187 KUHP ke Polda Sumut, pada 8 Juli 2024. Irvan menduga ada pelanggaran pasal 340 jo 338 jo 187 KUHP Militer serta melanggar UUD 1945 sebagaimana diatur dalam pasal 28 dan UU Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999 pasal 9, UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2006 terkait The International Covenant on Civil and Politival Rights (ICCPR) dan Pasal 3 Jo Pasal 5 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia DUHAM.

Berita Terkini Lainnya