Jeritan Rohimah, Jika Dipaksa Pindah Kebudayaan Rempang akan Musnah
Ia berharap pemerintah berpikir panjang dampak relokasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - “Jika kami dipaksa pindah, kebudayaan kami di sini akan hilang, harga diri dan marwah nenek moyang kami yang berjuang selama ratusan tahun lalu itu bakal hilang.”
Kalimat itulah yang pertama kali dituturkan Rohimah, warga Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang Baru, Kota Batam.
Ia mengaku heran mengapa pemerintah memaksakan relokasi 16 kampung di Rempang, untuk Proyek Strategi Nasional (PSN) Eco-City. Kini warga merasa tertekan dengan adanya relokasi di kampungnya.
“Kami ini semuanya bakal dipindah paksa. Kami merasa tidak bisa menerima dengan Pemerintah. Kami ingin tempat kami sendiri, kami tidak mau dipindahkan kemana-mana ke tempat yang lain,” ujarnya menahan tangis.
Konflik ini bermula saat PT Makmur Elok Graha (MEG) mendapat alokasi lahan seluas 17.000 hektare dari Badan Pengusahaan atau BP Batam untuk mengembangkan kawasan Rempang dengan nilai investasi Rp 831 triliun. Namun, kekhawatiran masyarakat Rempang terusir dari tanah kelahiran muncul karena pemerintah berencana merelokasi 16 kampung tua.
Baca Juga: Suara Warga Pantai Melayu di Rempang, Khawatir Sejarahnya Akan Hilang
1. Konflik berawal saat tim BP Batam memasang patok tapal batas lahan
Konflik ini berawal saat tim BP Batam memasang patok tapal batas lahan untuk pengembangan Rempang Eco City. Bentrokan antara tim terpadu dengan masyarakat pun tak terelakkan.
“Mereka memasang patok, kita gak tahu mereka memasang patok untuk apa,” ucapnya.
Bentrokan pertama kali terjadi pada Kamis (7/9/2023) di Jembatan 4 Rempang. Saat itu, tim terpadu untuk pertama kalinya akan memasang patok lahan.
“Makanya, warga berinisiatif memalang di jembatan 4 karena jangan sampai mereka masuk ke kampung-kampung. Nah, itulah terjadinya bentrok. Terjadinya bentrok karena mereka memaksa sehingga terjadi perlawanan,” ucapnya.
“Kami memotong kayu untuk menghalangi jalan, sempat juga kami melintangkan kontainer dijalan. Personil mereka lebih banyak dan mempunyai alat,” tambahnya.
Bentrokan kedua terjadi pada Senin (11/9/2023). Saat itu, banyak informasi yang beredar bahwa ada oknum provokator yang membuat para demonstran melakukan tindakan kekerasan terhadap tim terpadu dan merusak sejumlah fasilitas umum kantor BP Batam.
Baca Juga: Penahanan 8 Tersangka Kerusuhan di Rempang Ditangguhkan