TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Panas Dingin Rencana Tapera, Ekonom Sumut Minta Pemerintah Transparan

Gaji karyawan akan dipotong sebesar 2.5 persen untuk Tapera

Armin Rahmansyah Nasution, Ekonom Sumut soroti rencana pemberlakuan Tapera (dok.pribadi)

Medan, IDN Times - Presiden Joko Widodo Senin lalu (27/05/2024) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Tapera ini nantinya akan melibatkan pemotongan gaji bagi para pekerja, termasuk karyawan swasta hingga pekerja mandiri.

Besaran pemotongan Tapera yakni sebesar 3 persen. 2.5 persen ditanggung karyawan dan 0.5 persen nantinya bakal ditanggung perusahaan. Di kalangan pekerja sendiri, program Tapera menuai pro dan kontra. Hal ini disebut ekonom Sumut Armin Rahmansyah, sebagai suatu hal yang wajar. Sebab, pemotongan gaji pekerja merupakan suatu hal yang dinilai sangat sensitif.

1. Hadirnya Tapera dianggap ekonom bisa memperkecil jumlah pekerja yang tak memiliki rumah

Armin menyoroti kebijakan baru Pemerintah lewat PP Nomor 21 tahun 2024 itu. Baginya, pemberlakuan Tapera pada prinsipnya solutif untuk dijalankan dan pemerintah harus hadir untuk memfasilitasi masyarakat yang belum punya rumah. Baik itu PNS, bahkan kelas pekerja yang penghasilannya sesuai UMP.

"Kalau pemerintah tidak memfasilitasi ini, maka akan kita lihat jumlah masyarakat yang tidak memiliki rumah semakin tahun semakin bertambah. Karena kalau dari data BPS, seingat saya sekitar 15 persen dari data penduduk atau sekitar hampir 12 jutaan keluarga itu belum punya rumah. Jadi memang harus difasilitasi oleh pemerintah. Kalau tidak, sampai kapan nanti pekerja berpenghasilan sesuai UMP atau PNS berpenghasilan rendah itu punya rumah?" katanya kepada IDN Times, Selasa (28/05/2024).

Tapera nantinya akan mengelola dana yang diambil dari gaji para pekerja sebesar 2.5 persen, sementara untuk pemberi kerja akan menyetor sebesar 0.5 persen. Armin menganggap jika ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesenjangan kepemilikan rumah atau kekurangan rumah.

"Kalau kita lihat data, setiap tahun sekitar 800 ribuan kekurangan pasokan rumah, sementara yang dibangun pengembang hanya sekitar 400 ribu. Nah yang kekurangan rumah itu ada 12 juta lebih keluarga. Ini kan ada gep yang sangat tinggi sebenarnya. Kalau kita lihat sekarang, problem yang membuat pekerja itu belum punya rumah salah satunya karena harga yang mengalami kenaikan. Kalau kita misalnya mau membeli dengan cara kredit, maka uang muka yang harus diserahkan juga semakin tinggi. Maka di situlah saya kira peran badan pengelola Tapera hadir untuk menyelesaikan masalah ini," lanjutnya.

Inisiatif Tapera dianggap Amrin akan memperkecil banyaknya pekerja yang tidak mampu membeli rumah. Kredit konsumtif yang banyak digunakan pekerja disebutnya adalah kendaraan bermotor. Bahkan, banyak orang yang memiliki kendaraan berkredit daripada punya rumah yang berkredit.

2. Tanpa ditawar, Tapera harus dijalankan pemerintah dengan transparan dan akuntabel

Amrin menyoroti mahalnya harga rumah di Sumut saat ini, termasuk Medan dan Deli Serdang. Harga rumah komersil di Deli Serdang bisa mencapai Rp250 juta bahkan Rp300 juta. Sementara di Medan harga itu sudah mencapai Rp400 juta bahkan menyentuh angka Rp500 juta per satu kaplingan.

Tapera memang bisa menjadi solusi bagi para pekerja memiliki rumah, apalagi jenis rumah yang ditawarkan merupakan rumah yang terjangkau. Namun Amrin menyoroti bagaimana Tapera nantinya bekerja. 

"Tapera ini harus transparan. Kalau memang untuk rumah, ya, harus diwujudkan. Harus jelas akadnya, sampai berapa lama gaji pekerja dipotong. Kan tidak mungkin, kan, baru dipotong bulan ini dia sudah dapat rumah? Pasti ada periodenya. Ini harus clear dan harus dijelaskan ke pekerja. Kalau misalnya ini sudah clear, dijalankan dengan akuntabel, maka saya kira akan bagus," ujar Amrin yang juga merupakan Dosen Unimed ini.

Sebaliknya, jika Tapera tidak berjalan alias hanya untuk mengumpulkan dana dan timbul polemik di pekerja, Amrin mengatakan jika Tapera akan membahayakan. Reaksi pekerja baginya harus diperhatikan dan jangan sampai muncul gesekan antara pengelola dengan pekerja.

"Solusinya ialah giat sosialisasi, transparansi, dan akuntabel. Kalau tak dibuat seperti itu, alias hanya potong, potong, dan potong, tidak akan jalan itu Tapera. Karena setiap berkaitan dengan pemotongan gaji itu sangat sensitif pada pekerja. Bahkan bisa memicu pertikaian. Kalau tidak tahu kapan bisa dapat rumah, ya, sama saja," lanjutnya.

Berita Terkini Lainnya