TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Saksi Tak Pernah Melihat Bukti Penjualan Buku ke Siswa Pencawan

Ribka malah mempertanyakan mengapa dirinya dijadikan saksi

Persidangan perkara Korupsi Dana Bos SMK Pencawan 2018-2019 di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (18/9/2023). (Dok. IDN Times)

Medan, IDN Times - Sebanyak empat orang guru dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan perkara Korupsi Dana Bos SMK Pencawan 2018-2019 di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (18/9/2023).

Keempat guru SMK Pencawan yang bersaksi adalah Lindawati Sembiring, Menapita Sembiring, Ribka Sembiring dan Amalta Ginting. Mereka dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Setelah sidang dibuka Majelis Hakim, tim JPU langsung mengarahkan keempat guru yang serentak duduk di kursi saksi dengan pertanyaan mengenai penjualan buku ke siswa sepanjang 2018 dan 2019.

Satu per satu dari para saksi mengungkapkan bahwa pada tahun-tahun itu manajemen sekolah melakukan penjualan buku kepada siswa. Namun ketika pertanyaan berganti diajukan oleh para Kuasa Hukum dari terdakwa Restu Utama dan Ismail Tarigan, keempatnya tampak kebingungan.

1. Ribka mempertanyakan mengapa dirinya dijadikan saksi

Persidangan perkara Korupsi Dana Bos SMK Pencawan 2018-2019 di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (18/9/2023). (Dok. IDN Times)

Hal itu terjadi saat kuasa hukum terdakwa bertanya mengenai bukti penjualan atau atau catatan pembelian buku.

"Apakah saksi pernah melihat bukti pembayaran, atau catatan pembelian dari buku yang jual?" tanya Tommy Sinulingga, Kuasa Hukum Restu Utama, kepada Linda, salah satu saksi.

Linda tampak terdiam sejenak dan mengatakan tidak pernah melihatnya. Bukan hanya Linda, ketiga guru yang lain juga mengakui tidak pernah melihat bukti pembayaran atau catatan pembelian buku tersebut.

Mereka mengatakan informasi mengenai adanya penjualan buku, didapat dari siswa. Di tengah persidangan, salah satu saksi, Ribka, sempat mengeluh kepada Majelis Hakim mengenai pemanggilannya sebagai saksi.

"Saya heran, kenapa ada nama saya (dipanggil menjadi saksi). Kegiatan saya hanya mengajar dan pulang," ujarnya.

2. Restu Utama keberatan dengan tuduhan penjualan buku ke siswa

Persidangan perkara Korupsi Dana Bos SMK Pencawan 2018-2019 di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (18/9/2023). (Dok. IDN Times)

Seusai sidang, Restu Utama mengatakan dirinya merasa keberatan dengan tuduhan penjualan buku ke siswa. Dia memastikan tidak semua buku pelajaran siswa dapat dibiayai dengan Dana BOS.

"Ada buku yang bisa dibiayai dengan Dana BOS dan ada yang tidak bisa. Tim Jaksa tidak merinci jenis buku-buku apa saja yang dimaksud," ujarnya.

Selain mengenai buku, para saksi juga ditanyai hakim mengenai pembangunan sekolah pada 2018 dan 2019. Pada masalah ini hakim sempat terlihat kesal dengan para saksi karena mereka menjawab tidak mengetahui ada tidaknya pembangunan gedung atau sarana sekolah yang lain pada tahun-tahun itu.

Padahal keempatnya tergolong guru senior di SMK Pencawan atau yang sudah mengajar di sekolah itu bertahun-tahun. Setelah beberapa kali ditanyai hakim, keempatnya hampir seragam mengungkapkan mengetahui adanya pembangunan fisik gedung dan pengadaan perlengkapan sekolah yang baru.

Namun mereka mengaku tidak mengetahuinya secara detil. Salah satu saksi, Amalta Ginting, yang merupakan guru bidang studi Penjas Orkes, sempat mengungkapkan jika dirinya membutuhkan perlengkapan olahraga siswa, maka dia harus mengajukannya kepada Setiana Tarigan, Bendahara Yayasan Pendidikan Nasional Pencawan.

Bukan kepada Restu Utama yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Sekolah SMK Pencawan. Setelah saat ini kepala sekolah dijabat Setiabudi Tarigan, dan nama yayasan berubah menjadi Yayasan Pendidikan Nasional Masty Pencawan, pengadaan perlengkapan olahraga siswa diajukan ke kepala sekolah.

Yang menarik, saat kuasa hukum terdakwa bertanya ke para saksi siapa pihak yang memiliki tanggungjawab mengenai sarana dan prasarana (sarpras) sekolah, mereka kompak menjawab tidak mengetahuinya.

Dalam persidangan itu, saksi Linda, sebagai guru paling senior di antara keempatnya, mengatakan dirinya mengetahui pada awal 2019 Kepala Sekolah SMK Pencawan masih dijabat Restu Utama. Namun mulai Agustus 2019 jabatan kepala sekolah sudah beralih ke tangan Setiabudi Tarigan.

Ini menjadi pernyataan yang cukup mengejutkan sebab Restu Utama dan Ismail Tarigan didakwa atas penggunaan Dana BOS 2018-2019.

Pada 13 Juni 2023 lalu Kejari Medan menetapkan Restu Utama dan Ismail Tarigan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi Dana BOS SMK Pencawan 2018-2019. Dalam perkara ini Kejari Medan manaksir negara mengalami kerugian sekitar Rp1,8 miliar.

Baca Juga: Kronologi Dugaan Korupsi Dana BOS SMK Pencawan, Ada Pemalsuan Yayasan

Berita Terkini Lainnya