Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
-

Lhokseumawe, IDN Times - Seorang nelayan di Kota Lhokseumawe, Aceh, Nazaruddin Razali, mengajukan permohonan untuk dilakukan suntik mati atau euthanasia terhadap dirinya.

Sesuai dengan surat kuasa yang diberikan Nazaruddin Razali kepada kuasa hukumnya, pada Rabu (5/1/2022), permohonan tersebut ditujukan kepada Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe.

"Mengajukan permohonan euthanasia kepada ketua Pengadilan Negeri Lhokseumawe," kata Kuasa Hukum Nazaruddin Razali, Safaruddin, pada Jumat (7/1/2022).

1. Kecewa dengan kebijakan Pemerintah Kota Lhokseumawe

(Foto: Istimewa)

Safaruddin mengatakan, permohonan pengajuan suntik mati yang diajukan kliennya telah didaftarkan ke PN Lhokseumawe pada 6 Januari 2022, dengan nomor registrasi No 2 /pdt.p/2022/PNLSM 7 Januari 2022.

Permintaan itu merupakan bentuk protes terhadap kebijakan Pemerintah Kota Lhokseumawe yang melarang warga melakukan budidaya ikan di dalam Waduk Pusong, di kota tersebut.

"Bahwa pada tanggal 26 Oktober 2021, melalui surat Nomor 523/1322/2021, wali Kota Lhokseumawe mengeluarkan perintah larangan melakukan budidaya ikan di dalam Waduk Pusong," ujarnya.

2. Waduk Pusong, tempat nelayan menggantungkan hidup

Foto: Istimewa

Safaruddin menceritakan, kliennya merupakan seorang nelayan yang lahir dan besar di Kota Lhokseumawe. Kesehariannya hanya menjadi nelayan atau petani keramba jaring apung tradisional di selat kecil yang saat ini sudah di jadikan Waduk Pusong.

Bahkan, sejak infrastruktur yang dibangun Pemerintah Kota Lhokseumawe itu berdiri, kliennya masih melakukan aktivitas seperti biasa di dalam waduk tersebut sampai saat ini. Sebab, usaha itulah satu-satunya mata pencaharian kliennya.

"Hasil dari pekerjaan pemohon untuk membiayai kehidupan keluarga pemohon yang saat ini hanya bisa menggantungkan hidup dari penghasilan keramba di dalam waduk tersebut," ujar Safaruddin.

3. Penerapan kebijakan yang melibatkan unsur aparat keamanan memantik trauma pemohon

(Foto: Istimewa)

Usaha menjalankan budidaya ikan menggunakan metode keramba jaring apung berubah sejak Pemerintah Kota Lhokseumawe mengeluarkan Perintah Larangan Melakukan Budidaya Ikan di Dalam Waduk Pusong melalui Surat Perintah Nomor 523/1322/2021 pada 26 Oktober 2021.

Surat itu dikatakan Safaruddin, juga memerintahkan masyarakat membongkar keramba yang ada di dalam waduk secara mandiri selambatnya 20 November 2021. Rencananya, pemerintah akan merelokasi usaha budidaya ikan di tempat tersebut secara berkelompok di bawah binaan Kodim 0103 Aceh Utara.

Kebijakan itu mendapatkan respon dari ratusan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di Waduk Pusong tersebut. Mereka menolak rencana relokasi yang bakal dilakukan karena menganggap tidak pernah dimusyawarahkan dalam Musyarawah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) di Gampong Pusong Lama.

Selain itu, pemerintah setempat yang melibatkan unsur Koramil Banda Sakti dan Polsek Banda Sakti dalam upaya relokasi keramba jaring apung pada saat dilakukan pertemuan sosialisasi oleh muspika, dianggap kurang tepat.

Ditambah lagi, Danramil Banda Sakti dikatakan Safaruddin, memaksa masyarakat agar segera melakukan relokasi sesuai dengan surat dari wali Kota Lhokseumawe. Di lokasi juga diakui hadir banyak anggota TNI dari Koramil Banda Sakti.

"Yang membuat masyarakat dan pemohon menjadi tertekan dan ketakutan, apalagi pemohon pernah melewati masa konflik Pemerintah Pusat dengan Gerakan Aceh Merdeka dan masih menimbulkan rasa traumatik ketika Danramil melakukan pemaksaan seperti itu karena hal seperti itu sering terjadi pada masa konflik perjuangan Gerakan Aceh Merdeka dulu," jelasnya.

4. Camat sempat sebut ikan hasil budidaya di waduk tidak layak konsumsi

Foto: Istimewa

Kuasa hukum Nazaruddin Razali juga menyampaikan, camat Banda Sakti sempat mengatakan di media massa jika Waduk Pusong merupakan pembuangan limbah dari rumah sakit dan rumah tangga. Sehingga ikan yang di budidaya oleh pemohon dan warga Pusong tidak sehat untuk dikonsumsi.

Akibat pemberitaan tersebut, pendapatan pemohon dan warga petani keramba menjadi menyusut karena masyarakat yang biasanya menjadi konsumen pemohon dan petani lainnya tidak lagi membeli hasil dari keramba di Waduk Pusong.

"Kondisi ini membuat pemohon dan para petani keramba yang bersama pemohon menjadi sangat tertekan," ucapnya.

5. Ingin disuntik mati dengan disaksikan muspika dan Pemerintah Kota Lhokseumawe

(Foto: Istimewa)

Safaruddin mengatakan, beberapa alasan dan tekanan yang dihadapi, membuat kliennya yakin untuk melakukan suntik mati. Sebab, kliennya menilai negara tidak berpihak kepadanya yang kini dalam kondisi sudah tua dan sakit-sakitan.

"Oleh karena itu, pemohon dengan mohon kepada ketua Pengadilan Negeri Lhokseumawe agar mengabulkan permohonan pemohon untuk melakukan euthanasia di Rumah Sakit Umum Kesrem Lhokseumawe dengan di saksikan oleh wali Kota Lhokseumawe, camat Banda Sakti dan Danramil Banda Sakti," ucapnya.

Editorial Team