Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pidana Khusus (Pidsus) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Utara (Sumut) menuntut Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) Mujianto 9 tahun penjara dalam persidangan yang digelar di ruang Cakra 8, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (18/11/2022) malam. 

Medan, IDN Times – Sentra Advokasi Hak Dasar Rakyat (SAHdaR) memberikan kritik keras terhadap kaburnya Mujianto alias Anam. Terpidana kasus korupsi kredit macet Bank Tabungan Negara (BTN) yang merugikan nergara Rp39,5 miliar.

Mujianto diduga kabur setelah Mahkamah Agung membatalkan vonis bebasnya di tingkat Pengadilan Negeri Medan. Mahkamah Agung dihukum sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan. Mujianto juga dijatuhi hukuman untuk membayar Uang Pengganti (UP) kerugian negara senilai Rp 13.400.000.000, dengan subsider 4 tahun penjara.

Mujianto mendapat penangguhan penahanan setelah menyetor Rp500 juta ke Pengadilan Negeri Medan Alasannya karena sakit jantung dan mendapat jaminan dari seorang Ustaz bernama Muhammad Dahrul yusuf. Pengadilan Negeri Medan mengabulkan penangguhan penahanan Mujianto pada Agustus 2022 lalu. Dia kemudian menjadi tahanan kota.

 

1. Pengadilan tidak berkaca dari rekam jejak Mujianto

Ilustrasi (IDN Times/Sukma Sakti)

Direktur SAHdaR Ibrahim Puteh memberikan kritik terhadap Pengadilan Negeri Medan yang mengabulkan penanguhan penahanan Mujianto. Harusnya, kata Ibrahim, Pengadilan Negeri Medan bisa melihat rekam jejak Mujianto.

“Mujianto ini tidak hanya sekali menjadi buronan karena perkara pidana. Kita mempertanyakan, kenapa Pengadilan Negeri Medan tidak menjadikan rekam jejak ini sebagai pertimbangan dalam memberikan penangguhan penanganan,” kata Ibrahim kepada IDN Times, Jumat (7/7/2023).

Padahal, lanjut Ibrahim, sebelum penangguhan penahanan itu dilakukan, sudah banyak pihak yang mengingatkan Pengadilan Negeri Medan. Akibatnya, putusan kasasi Mahkamah Agung terancam tidak bisa dieksekusi karena Mujianto diduga kabur.

“Sudah sepatutnya majelis hakim mencabut penangguhan penahanan itu. Sebagai orang yang merugikan keuangan negara sebesar Rp35 miliar. Tidak wajar apabila pengadilan memberikan penangguhan penahanan. Sementara banyak kasus lain dengan jumlah kerugian yang lebih kecil tidak menerima penangguhan penahanan,” tukasnya.

2. Legitimasi penegak hukum seakan dilemahkan Mujianto

Editorial Team

Tonton lebih seru di