Ilustrasi KTP untuk Pemilu. (Dokumentasi Iskandar untuk IDN Times)
Arawan kaget bukan kepalang mengetahui ada partai politik yang mencatut nomor induk kependudukannya (NIK) pada September 2022 lalu. Saat itu, tahapan menuju Pemilu 2024 sudah dimulai.
Partai politik mulai bekerja keras mencari dukungan KTP untuk memenuhi syarat ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 sebesar empat persen.
Mereka yang memahami adanya tahapan pemilu memanfaatkan situs infopemilu.kpu.go.id. Minimal, sekadar mengecek apakah NIK masing-masing terdaftar sebagai anggota parpol atau tidak. Salah satunya Arawan, yang saat ini sedang kuliah di Pulau Jawa.
Di ruang kelas pun, dosennya kerap mewanti-wanti jangan sampai ada NIK mahasiswanya yang dicatut.
“Ketika saya cek di situs KPU, ternyata NIK saya memang tercatat sebagai anggota Partai Kebangkitan Nusantara (PKN),” kata Arawan, Senin (15/5/2023).
PKN adalah partai baru yang dideklarasikan pada 28 Oktober 2021 dan secara resmi telah berbadan hukum dengan terbitnya SK Kementerian Hukum dan HAM RI pada 7 Januari 2022.
Sebagai partai baru, nama PKN tidak terlalu akrab di telinga masyarakat. Itu sebabnya Arawan heran NIK-nya bisa terdaftar sebagai anggota parpol tersebut.
“Saya tak pernah merasa memberikan KTP saya untuk mendukung parpol mana pun, apalagi PKN,” kata mahasiswa S-2 asal Kabupaten Pidie Jaya itu.
Arawan pun mencoba mengingat-ingat di mana fotokopi KTP-nya tercecer. Sebagai seorang mahasiswa dan anak muda yang aktif di berbagai kegiatan, ada kalanya ia menggunakan salinan KTP untuk mendaftar acara tertentu.
“Atau bisa jadi ketika saya fotokopi KTP ada yang tinggal atau ketika saya mendaftar sesuatu karena kan ada yang juga melampirkan KTP,” katanya.
Setelah mengetahui NIK-nya dicatut, Arawan tak tinggal diam. Dia segera mengontak pengurus PKN Aceh melalui akun Instagram @pkn_aceh pada 25 September 2022. Ia menyatakan keberatannya dan minta agar NIK-nya segera dihapus sebagai anggota PKN.
Respons dari admin pkn_aceh cukup kooperatif. Mereka meminta maaf atas kejadian tersebut dan meminta kembali nama lengkap serta NIK-nya agar bisa diproses penghapusannya dalam keanggotaan partai.
Tiga hari setelahnya, Arawan kembali membuat pengaduan secara resmi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui helpdesk.kpu.go.id/tanggapan.
Upaya yang sama juga dia lakukan saat mengikuti salah satu seminar pemilu pada 6 Oktober 2022 yang menghadirkan komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Akmal Abzal.
Arawan kembali menyampaikan kegundahannya soal pencatutan tersebut. Akmal menyarankan agar dirinya mengadu ke helpdesk KPU dan menunggu prosesnya.
Sementara itu, Sekretaris PKN Aceh, M Tanwier Mahdi menjelaskan, pihaknya juga tidak tahu-menahu perihal asal-usul KTP warga yang mengaku telah dicatut oleh PKN.
Sebab, untuk menghimpun KTP pendukung bisa dilakukan oleh pengurus dewan pimpinan wilayah (DPW) di tingkat provinsi maupun oleh dewan pimpinan daerah (DPD) di setiap kabupaten/kota. Sedangkan yang yang bertugas menginput data dari pimpinan nasional.
“Kadang-kadang kita pun yang di Aceh enggak ngerti bagaimana bisa terekam,” katanya saat dikonfirmasi pada Kamis (8/6/2023).
Karena itu, begitu ada yang komplain seperti yang dilakukan Arawan, pihaknya segera menghubungi pimpinan nasional (pimnas) agar bisa diproses langsung. Namun, kata Tanwier, jika pun tidak melapor ke partai, warga bisa langsung melapor ke helpdesk KPU dan prosesnya juga tidak rumit.
PKN Aceh kata Tanwier, saat ini sedang terfokus pada persiapan Pemilu 2024 yang sudah pada tahap uji baca Al-Qur’an. PKN mendaftarkan 57 bakal calon anggota legislatif (bacaleg) untuk kursi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang 40 persen di antaranya merupakan bacaleg perempuan.
Fokus mereka untuk menjaring konstituen dari Dapil 9 (Subulussalam, Aceh Singkil, Aceh Selatan, dan Aceh Barat Daya); Dapil 1 (Aceh Besar, Banda Aceh, dan Sabang); serta dapil 5 (Aceh Utara dan Lhokseumawe).
Pencatutan NIK tak hanya dialami oleh Arawan. Neneknya yang berdomisili di Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, belakangan juga diketahui terdaftar sebagai anggota Partai Darul Aceh (PDA), salah satu partai lokal di Aceh.
Untuk pencatutan NIK sang nenek, Arawan menyebut kalau KTP neneknya memang ‘dijual’ oleh salah seorang kerabatnya yang saat itu berstatus sebagai anggota PDA. Namun, ia tidak mengetahui berapa kompensasi yang diterima oleh kerabatnya itu.
“Tidak disebutkan berapa jumlahnya (harga), karena katanya untuk memenuhi syarat itu mereka disuruh (oleh pengurus parpol) untuk cari-cari KTP,” kata Arawan.
Ia menjelaskan sang nenek baru mengetahui pencatutan NIK setelah petugas verifikator dari KIP Pidie Jaya datang ke rumah untuk pengecekan langsung.
“Saat ini kerabat saya itu pun sekarang sudah keluar dari partai itu karena dia sudah dapat pekerjaan dan tidak di Aceh lagi.”
Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Darul Aceh (PDA), Syahminan Zakaria mengaku, pihaknya tidak pernah menerima adanya informasi tentang pencatutan KTP warga baik yang di Kabupaten Pidie Jaya maupun dari daerah lain.
Namun, diakuinya, ada anggota partai yang meminta mengundurkan diri karena mengikuti Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan lain-lain. Sebab, pada prinsipnya proses rekrutmen anggota maupun pengurus partai berdasarkan pada kesadaran dan kemauan masing-masing individu.
“Jadi, prosesnya itu kita memang langsung meminta KTP dari yang bersangkutan, tidak asal comot, dari DPP sampai ke DPW (dewan pimpinan wilayah) begitu kita terapkan,” kata Zakaria, saat dikonfirmasi, pada pada Jum’at (9/6/2023).
“Karena kalau tidak begitu, waktu verifikasi faktual kalau bukan langsung dari yang bersangkutan akan bermasalah. Dari awal kami sudah mengantisipasi itu,” imbuhnya.
Meski demikian, ia tak memungkiri jika ada kondisi-kondisi di luar sepengetahuan DPP seperti halnya yang terjadi pada salah satu warga di Kabupaten Pidie Jaya.
“Itu bisa jadi, tapi secara organisasi partai sudah ada patron sendiri, harus jelas yang direkrut, baik anggota, apalagi pengurus,” ujar Zakaria.
Dia menambahkan, memang pernah ada disampaikan untuk dihapus nama dari anggota partai. Akan tetapi hal itu bukan karena akibat dari pencatutan, melainkan ingin mendaftar kerja.
“Kan tidak mungkin juga kita larang karena ini menyangkut kesejahteraan mereka,” jelasnya.
Untuk saat ini pihaknya sedang fokus menghadapi Pemilu 2024 dan sedang dalam tahapan pendaftaran caleg-caleg baik untuk DPRA maupun DPRK (dewan perwakilan rakyat kabupaten/kota).
Pihaknya menargetkan minimal dapat lima kursi agar pada pemilu yang akan datang tidak perlu lagi mengganti nama partai.
“Itu target yang rasional, paling tidak nggak perlu ubah-ubah nama partai lagi ke depan,” ujarnya.
Ia turut berpesan agar dalam pemilu nanti masyarakat memilih caleg-caleg yang berpotensi dan bisa menyuarakan aspirasi masyarakat. Mereka yang tidak saja punya kemauan secara politis, tetapi juga punya kapasitas dan intelektual.
“Lima tahun itu lama, jangan sampai salah memilih. Jangan terkecoh dengan politik uang yang sudah menjadi gejala luar biasa,” imbau Sekretaris DPP PDA itu.
Setali tiga uang dengan yang dialami oleh Arawan, warga Kabupaten Aceh Timur, Adhil, sempat kesal saat menyadari tak bisa mendaftar sebagai Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) akhir tahun lalu.
Telisik punya telisik, ternyata NIK-nya telah terdaftar sebagai anggota Partai Ummat. Ini merupakan partai besutan Amien Rais yang baru terdaftar dan disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 20 Agustus 2021.
Partai ini nyaris gagal sebagai peserta Pemilu 2024 karena tidak lolos verifikasi faktual dan tidak memenuhi syarat di Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur. Namun, setelah perbaikan akhirnya dinyatakan lolos dan mendapatkan nomor urut 24.
Belakangan Adhil teringat pernah memberikan KTP kepada seorang teman yang meminta dukungan untuk ayahnya. Yang Adhil tidak ketahui adalah KTP itu ternyata untuk didaftarkan sebagai anggota parpol.
“Dia tidak memberi tahu saya,” ujar Adhil awal Mei 2023 lalu.
Sementara itu, Sekretaris DPW Partai Ummat, Afdhal Yudi, belum memberikan tanggapannya terkait hal itu. Saat dihubungi pada Kamis (8/6/2023) siang, Yudi mengaku sedang ada tamu dan minta dihubungi kembali.
Namun, ketika permintaannya itu coba kembali ditagih, sekretaris DPW Partai Ummat itu tak kunjung menjawab usai dua kali coba dihubungi kembali.
Tidak hanya warga biasa, sejumlah jurnalis di Tanah Rencong juga menjadi korban. NIK mereka tercatut di sejumlah partai yang bakal ikut bertarung pada Pemilu 2024. Satu korban di antaranya adalah seorang jurnalis foto di Kota Banda Aceh, Hendri.
Dia mengaku NIK-nya pernah terdaftar sebagai anggota Partai Pemersatu Bangsa (PPB). Anehnya kata dia, meski yang terdaftar adalah NIK-nya, tetapi nama yang muncul di aplikasi infopemilu.kpu.go.id justru Mulyono Hutapea.
“Waktu kulihat langsung bikin screenshot dan kubuat status di WhatsApp,” kata Hendri, Senin, 15 Mei 2023.
Meski sadar organisasi profesinya tak membolehkan dia untuk bergabung dengan parpol, tetapi jurnalis foto ini tidak melapor ihwal dialaminya ke KIP Aceh atau ke KPU.
Malah ketika Hendri mengecek lagi pada pertengahan Mei 2023, NIK-nya sudah tidak terdaftar lagi sebagai anggota parpol. Belakangan, PPB tidak lolos verifikasi dan gagal menjadi peserta Pemilu 2024.
Pencatutan NIK tak hanya dilakukan oleh partai ‘gurem’. Salah satu dedengkot partai politik di Indonesia, juga pernah dilaporkan ke Bawaslu Aceh gara-gara mencatut NIK milik Syahril, seorang jurnalis televisi (Tv) di Kota Banda Aceh.
Hal itu baru diketahuinya ketika iseng-iseng untuk coba mengecek NIK-nya di laman infopemilu.kpu.go.id. “Ternyata nama saya muncul sebagai anggota partai tersebut,” kata Syahril pada Mei 2023 lalu.
Ia merasa sangat dirugikan dengan pencatutan itu dan melapor ke Bawaslu Aceh. Selanjutnya, laporan tersebut diproses langsung oleh KIP Aceh dan memakan waktu hingga satu bulan lamanya.
Bahkan dia harus mengikuti sidang di KIP Aceh yang juga menghadirkan ketua partai yang dilaporkan tersebut.
“Saya dikonfirmasi kembali di dalam sidang itu, apakah benar saya bukan pengurus dari partai itu, pihak KIP juga menanyakan kepada ketua partai apakah saya bukan anggota mereka.”
Setelah sidang, Syahril harus menunggu prosesnya hingga beberapa hari. “Seminggu kemudian saya cek kembali di aplikasi dan nama saya sudah tidak terdaftar lagi sebagai anggota parpol,” ujar Syahril lega.
Pencatutan NIK oleh parpol dinilai sangat merugikan. Arawan dan Adhil misalnya, gara-gara NIK mereka terdaftar sebagai anggota parpol, banyak peluang pekerjaan yang terlewat begitu saja.
Meskipun mereka segera melapor ke KPU begitu mengetahui adanya pencatutan, tetapi proses penghapusan pada sistem KPU membutuhkan waktu yang lama hingga berbulan-bulan.
Tidak seperti Syahril yang urusannya selesai hitungan minggu, Arawan bahkan berulang kali menanyakan perkembangannya pada pengurus PKN Aceh melalui direct message Instagram.
Barulah sekitar Februari 2023 saat mengecek kembali NIK-nya sudah tidak terdaftar lagi sebagai anggota parpol. Begitu juga Adhil yang harus menunggu hingga hitungan bulan.