Medan, IDN Times - “Jika kami dipaksa pindah, kebudayaan kami di sini akan hilang, harga diri dan marwah nenek moyang kami yang berjuang selama ratusan tahun lalu itu bakal hilang.”
Kalimat itulah yang pertama kali dituturkan Rohimah, warga Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang Baru, Kota Batam.
Ia mengaku heran mengapa pemerintah memaksakan relokasi 16 kampung di Rempang, untuk Proyek Strategi Nasional (PSN) Eco-City. Kini warga merasa tertekan dengan adanya relokasi di kampungnya.
“Kami ini semuanya bakal dipindah paksa. Kami merasa tidak bisa menerima dengan Pemerintah. Kami ingin tempat kami sendiri, kami tidak mau dipindahkan kemana-mana ke tempat yang lain,” ujarnya menahan tangis.
Konflik ini bermula saat PT Makmur Elok Graha (MEG) mendapat alokasi lahan seluas 17.000 hektare dari Badan Pengusahaan atau BP Batam untuk mengembangkan kawasan Rempang dengan nilai investasi Rp 831 triliun. Namun, kekhawatiran masyarakat Rempang terusir dari tanah kelahiran muncul karena pemerintah berencana merelokasi 16 kampung tua.