Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Diskusi Interaktif Friends With Bako bertema Meneropong Masa Depan Tembakau Nusantara yang diinisiasi oleh Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Rabu (13/4/2022). (Dok. IDN Times)

Jakarta, IDN Times - Puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta, Bogor dan komunitas tembakau Depok antusias mengikuti Diskusi Interaktif Friends With Bako bertema Meneropong Masa Depan Tembakau Nusantara yang diinisiasi oleh Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Rabu (13/4/2022).

Sekretaris Jenderal AMTI Hananto Wibisono sebagai pemateri memaparkan realita masa depan tembakau nusantara yang terancam oleh pedoman-pedoman dalam kerangka kerja konvensi pengendalian tembakau internasional atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Berbagai pihak baik dari dalam maupun luar negeri mendorong Indonesia untuk segera menandatangani kesepakatan FCTC. Padahal 11 bab dan 38 pasal dalam FCTC secara jelas sangat eksesif membatasi dan melarang mata rantai ekosistem tembakau mulai dari hulu hingga hilir.

FCTC tak lagi fokus pada tujuan awal yakni mengontrol tingkat paparan asap rokok, melainkan bergeser pada penekanan dan pengetatan mulai dari pertanian tembakau, proses perdagangan, kreativitas iklan, harga, sponsor hingga cukai hasil tembakau.

1. Ekosistem tembakau baru saja bangkit dari pandemi

ILUSTRASI menjemur tembakau (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Hananto menggambarkan kondisi rill ekosistem pertembakauan mulai dari hulu hingga hilir yang berdampak besar terhadap perekenomian. Berdasarkan data yang dimiliki AMTI, saat ini ada 864 produsen produk tembakau terdaftar di Indonesia.

Ekosistem pertembakauan Indonesia disokong oleh 1,7 juta pertani tembakau dan cengkehSementara itu, 4,3 juta pekerja pabrik dan distribusi (retail) yang menggantungkan hidupnya di sektor tembakau.

"Sumbangsih tembakau cukup besar terhadap negara. Cukai hasil tembakau nilainya setara 10 persen dari APBN dan tahun ini ditarget penerimaan cukai dari tembakau sebesar Rp 193 triliun. Padahal ekosistem tembakau baru saja bangkit dari pandemi. Ditambah lagi tantangan dan tekanan gerakan dari anti tembakau lewat FCTC," ujar Hananto.

"Negara kita didesak untuk segera mengaksesi pedoman-pedoman FCTC yang mana di dalam poinnya mengatur bahwa petani tembakau tak boleh berkomunikasi dengan pemerintah. Lalu bagaimana petani tembakau kita, mulai dari Sumatera hingga NTB menyuarakan perjuangan dan kegelisahannya," tegasnya.

2. Berharap ada kebijakan dan aturan yang berimbang yang tidak menyudutkan ekosistem pertembakauan

Editorial Team

Tonton lebih seru di