Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Salah satu masyarakat Pulau Rempang yang menjadi korban pengeroyokan (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Batam, IDN Times - Amnesty Internasional Indonesia menyampaikan kritik tajam terhadap penanganan konflik yang berulang di Pulau Rempang yang dijadikan sebagai lokasi proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City.

Manajer Kampanye Amnesty Internasional Indonesia, Nurina Savitri menilai aparat penegak hukum dan pemerintah gagal mencegah kekerasan yang terus terjadi di Pulau Rempang.

"Ini bukan kekerasan yang terjadi sekali dua kali. Sejak awal tahun hingga akhir 2023, bahkan 10 tahun terakhir, konflik ini terus dibiarkan tanpa ada penyelesaian yang nyata. Aparat penegak hukum ke mana? Mengapa kekerasan ini terus berulang?," kata Nurina, Rabu (18/12/2024).

1. Tidak ada uji tuntas HAM di Pulau Rempang

Ratusan masyarakat Kampung Tua di Sembulang, Pulau Rempang saat melakukan aksi penolakan kehadiran Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia (IDN Times / Putra Gema Pamungkas)

Nurina juga menyoroti absennya proses uji tuntas hak asasi manusia dalam pelaksanaan PSN Rempang Eco-City. Menurutnya, panduan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengamanatkan adanya uji tuntas bagi perusahaan yang beroperasi di wilayah yang berdampak pada masyarakat setempat.

"Proses uji tuntas ini penting untuk memastikan masyarakat terdampak mendapat perlindungan dan hak mereka dihormati. Namun, di Rempang, langkah ini tidak dilakukan. Komunitas internasional dan PBB sudah mencatat hal ini sebagai pelanggaran serius," tegas Nurina.

Ia juga menyoroti adanya pembiaran oleh Pemerintah Indonesia terhadap kekerasan yang terus terjadi di Pulau Rempang.

"Berulangnya insiden di Rempang menunjukkan lemahnya upaya pencegahan dari pihak negara. Ini yang harus menjadi perhatian kita bersama," pungkasnya.

2. Minimnya ruang partisipasi masyarakat terdampak

Editorial Team

Tonton lebih seru di