Kasus Rempang Berlanjut ke Meja Hijau, BP Batam dan Presiden Digugat

Ada pelanggaran di dalam MoU tahun 2004 silam

Batam, IDN Times - Tim Pembela Untuk Keadilan Bagi Masyarakat Pulau Rempang-Galang (TPKM Purelang) menggugat Presiden Republik Indonesia (RI) dan Badan Pengusahaan (BP) Batam ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (25/9/2023).

TKPM Purelang selaku kuasa hukum Himpunan Masyarakat Adat Pulau Rempang-Galang (Himad Purelang) menggugat Presiden RI dan BP Batam terkait pembatalan perjanjian pengembangan dan pengelolaan kawasan Rempang dan pulau-pulau disekitarnya.

Kuasa Hukum Himad Purelang, Alfons Loemau mengatakan bahwa pembatalan perjanjian pengembangan kawasan Rempang dan pulau-pulau sekitarnya ini karena pemerintah dinilai telah mencederai perjanjian yang telah disepakati pada 26 Agustus 2004 silam.

"Kemarin gugatan tersebut sudah kami daftarkan ke PN Jakarta Selatan. Gugatan ini kami layangkan kepada seluruh pihak yang terlibat di dalam perjanjian tersebut," kata Alfons Loemau melalui sambungan seluler, Selasa (26/9/2023).

1. TKPM Purelang menggugat 7 pihak yang terlibat di dalam MoU

Kasus Rempang Berlanjut ke Meja Hijau, BP Batam dan Presiden DigugatTangkapan layar isi salinan gugatan yang dilayangkan TKPM Purelang (Istimewa)

Alfons Loemau menjelaskan bahwa dalam gugatan ini, pihaknya menggugat beberapa pihak yang terlibat di dalam MoU yang sempat disepakati pada 24 Agustus 2004.

7 pihak yang digugat dalam perkara ini antara lain, BP Batam atau dulu disebut Otorita Batam sebagai tergugat I, tergugat II Wali Kota Batam, tergugat III PT Mega Elok Graha (MEG), tergugat IV Presiden RI, dan tergugat V Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Turut tergugat I Xinyi Glass Holding ltd dan turut tergugat II Notaris.

"MoU yang dibuat itu menurut kami cacat hukum dan kita minta dibatalkan. Pembatalan ini karena setelah kita pelajari dari peraturan perundang-undangan yang ada sebelum MoU itu terjadi hingga dengan kebijakan pembangunan yang sekarang diputuskan menjadi Proyek Strategis Nasional ini sudah tidak sesuai lagi dengan perjanjian itu sendiri," ungkap Alfons.

Baca Juga: Duka Warga Kampung Tua Rempang: Tali Pusar Kami Tertanam di Sini

2. Perubahan MoU sepihak dari Proyek Pembangunan Kepariwisataan menjadi Proyek Strategis Nasional

Kasus Rempang Berlanjut ke Meja Hijau, BP Batam dan Presiden DigugatRibuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023). (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Pemerintah dinilai telah mencederai MoU dan MoA/Akta MoU No.65 dan Akta Perjanjian No.66 tertanggal 26 Agustus 2004, di mana dalam MoU tersebut tertulis untuk proses Proyek Pembangunan Kepariwisataan.

Alfons Loemau mengungkapkan bahwa Proyek Pembangunan Kepariwisataan yang dimaksud dalam perjanjian tersebut ialah pemindahan lokasi rekreasi seperti, bermain Gelangang Bola Ketangkasan, Gelanggang Permainan Mekanik/Elektronik, Panti Pijat, Mandi Uap, Klab Malam, Diskotik, Musik Hidup, Karaoke dan lain-lain.

Namun, perjanjian tersebut dinilai pihaknya telah bergeser jauh dari yang telah disepakati sebelumnya, di mana saat ini lokasi Pulau Rempang ini akan dijadikan lokasi industri yang masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional.

Selain itu, dalam MoU tersebut diantaranya berisi soal HPL yang akan didapatkan oleh Otorita Batam itu dialihkan ke investor, sementara di dalam SK menteri ATR/BPN tahun 1993 mensyaratkan tidak boleh dialihkan ke pihak ketiga.

"Dalam perjanjian yang dibuat pada tahun 2004 ini, BP Batam dan PT MEG dapat mengalihkan kepada pihak ketiga. Itu salah satu pelanggaran yang kita lihat, pelanggaran itu tidak sejalan dengan SK Menteri ATR/BPN tahun 1993," ujarnya.

"Dalam hal ini, kami menilai bahwa saat ini tidak ada lagi kebijakan pemerintah yang pro ke rakyat Pulau Rempang dan pulau-pulau sekitar. Hal ini karena masyarakat Pulau Rempang menjadi sangat rentan untuk digusur dan tercabut dari akar budayanya, dari Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, serta hak-hak tradisionalnya, termasuk hak atas tanah," tegas Alfons.

3. Pemerintah tidak boleh mengabaikan hak atas tanah masyarakat Rempang

Kasus Rempang Berlanjut ke Meja Hijau, BP Batam dan Presiden DigugatSuasana di Rempang (IDN Times/Indah Permata Sari)

Alfons Loemau kepada IDN Times juga mengatakan bahwa secara konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya, pihaknya meyakini dan memastikan bahwa kebijakan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan tidak boleh
mengabaikan hak atas tanah seluruh masyarakat di Pulau Rempang.

Dirinya juga mengungkapkan bahwa pemerintah juga tidak boleh melupakan kesatuan masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya, sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.

"Dalam UU tersebut tertulis, Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang," ujarnya.

Begitu pula di dalam Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

"Di dalam UU ini tertulis, Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama," tutupnya.

4. Presiden RI Joko Widodo memerintahkan agar penyelesaian masalah Rempang dilakukan secara kekeluargaan

Kasus Rempang Berlanjut ke Meja Hijau, BP Batam dan Presiden DigugatIstana Negara, Jakarta (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Pada hari yang sama, Senin (25/9/2023) lalu, Presiden RI Joko Widodo bersama sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju serta Gubernur Kepri dan Kepala BP Batam melakukan pertemuan di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Hasil dari pertemuan tersebut disampaikan secara langsung oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia kepada awak media.

Dijelaskannya, warga yang terdampak pembangunan Rempang Eco-City akan digeser ke Tanjung Banon, sebuah kampung di Pulau Rempang. Nantinya, warga yang pindah diberikan sertifikat hak milik (SHM) atas tanah di Tanjung Banon.

"Dengan demikian kita geser ke Tanjung Banon, itu masih di Rempang, hanya tiga kilometer (km). Mereka saudara-saudara kita sebagian besar pencaharian laut, jadi laut yang sama, hanya digeser saja," ujar Bahlil dalam konferensi pers.

5. Pemerintah akan tambahkan kompensasi sesuai nilai rumah sebelumnya

Kasus Rempang Berlanjut ke Meja Hijau, BP Batam dan Presiden DigugatKonferensi pers perkembangan investadi di Pulau Rempang. (YouTube Kementerian Investasi/BKPM)

Masyarakat Rempang yang dipindahkan ke Tanjung Banon dikatakan Bahlil juga akan dibangunkan rumah seharga Rp120 juta. Namun, jika rumah sebelumnya memiliki nilai lebih dari Rp120 juta, maka pemerintah akan menambahkan uang kompensasinya.

"BP Batam memakai KJPP sebagai lembaga independen untuk menghitung. Kalau memang benar dia Rp500 juta, maka kita kasih Rp120 juta yang sudah diberikan, berarti kita tambah lagi Rp380 juta. Maka tidak ada yang dirugikan ini," tutur Bahlil.

Baca Juga: Jika Rempang Eco City Dibangun, Gimana Nasib Petani di 16 Kampung Tua?

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya