Mahfud: Pemerintah Gagal Selesaikan Pelanggaran HAM Berat 2 Jalur

Pembuktian pada hukum acara dinilai sangat sulit

Banda Aceh, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku, upaya pemerintah lakukan penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (PPHAM) berat di Indonesia secara dua jalur tidak berhasil atau selalu gagal.

Pernyataan itu disampaikan saat peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang berat, di Rumoh Geudong, Gampong Bili, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh, pada Selasa (27/6/2023).

1. Rekomendasi PPHAM bagian dari pemenuhan hak-hak korban

Mahfud: Pemerintah Gagal Selesaikan Pelanggaran HAM Berat 2 JalurMenko Polhukam, Mahfud MD saat melihat salah satu stan perlindungan korban pelanggaran ham di lokasi Peluncuran Program PPHAM, Kabupaten Pidie, Aceh. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Program yang diluncurkan di lokasi bekas Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) Sektor A-Pidie saat Daerah Operasi Militer (DOM) diberlakukan di Aceh tersebut sebagai realisasi 11 rekomendasi pelanggaran berat HAM.

"Pada 12 peristiwa yang telah diputuskan oleh Komnas (Komisi Nasional) HAM," kata Mahfud, pada Selasa (27/6/2023).

Dia menambahkan, implementasi rekomendasi PPHAM ini merupakan pemenuhan hak-hak korban dan upaya pencegahan agar tidak lagi terjadi pelanggaran HAM berat di masa yang akan datang.

Baca Juga: Suara Marniati, Guliran Siksaan di Rumoh Geudong

2. Ada tiga regulasi mengenai pelanggaran HAM yang dikeluarkan pascareformasi

Mahfud: Pemerintah Gagal Selesaikan Pelanggaran HAM Berat 2 JalurMenko Polhukam, Mahfud MD saat melihat salah satu stan perlindungan korban pelanggaran ham di lokasi Peluncuran Program PPHAM, Kabupaten Pidie, Aceh. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Mahfud menceritakan, sekilas mengenai latar belakang sebelum lahirnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu atau dikenal sebagai PPHAM. 

Dijelaskan, ada tiga peraturan perundang-undangan mengenai pelanggaran HAM yang dikeluarkan di Indonesia pascareformasi 1998. Di antaranya Ketetapan MPR Nomor 17 Tahun 1998, Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1998, dan UU Nomor 26 Tahun 2000.

"Isi dari tiga peraturan perundang-undangan tersebut antara lain adalah, agar pelanggaran ham berat pada masa lalu diselidiki dan diputuskan oleh Komnas HAM untuk diselesaikan," jelas Mahfud.

3. Penyelesaian pelanggaran HAM berat melalui dua jalur selalu gagal

Mahfud: Pemerintah Gagal Selesaikan Pelanggaran HAM Berat 2 JalurMenteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD saat meninjau lokasi situs sejarah pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong, Kebupaten Pidie, Aceh. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Berdasarkan tiga aturan tersebut, penyelesaian dapat ditempuh dalam dua jalur yakni penyelesaian yudisial melalui pengadilan HAM dan penyelesaian non yudisial melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Penyelesaian yudisial bagi pelanggaran berat yang terjadi sebelum tahun 2000 harus ditempuh melalui pengadilan ad hoc. Sedangkan setelah tahun itu diselesaikan melalui pengadilan ham biasa karena sudah ada undang-undangnya.

Akan tetapi, setelah lebih dua dekade upaya penyelesaian dua jalur tersebut hasilnya jauh dari harapan. Upaya membawa pelanggaran HAM berat pada masa lalu itu selalu gagal dibuktikan di pengadilan.

"Sehingga dari empat peristiwa dengan 35 terdakwa yang diajukan ke pengadilan semuanya pada akhirnya dibebaskan oleh pengadilan," ungkap Mahfud.

4. Pembuktian pada hukum acara pidana sulit, non yudisial menjadi alternatif

Mahfud: Pemerintah Gagal Selesaikan Pelanggaran HAM Berat 2 JalurMenteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD saat meninjau lokasi situs sejarah pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong, Kebupaten Pidie, Aceh. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Bila mengikuti aturan sebelumnya, hukum acara pidana sangat sulit dipenuhi karena masalah pembuktian. Upaya pembentukan KKR juga kandas karena UU Nomor 7 Tahun 2004 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

"Menghadapi banyak hambatan yang rumit untuk membuat undang-undang KKR yang baru," ujar Mahfud.

Kondisi itu kemudian disampaikan Mahfud, membuat presiden mengambil kebijakan untuk melakukan langkah-langkah pemenuhan hak korban pelanggaran ham berat masa lalu lebih dulu melalui Keppres Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Tim PPHAM. 

"Itulah sebabnya, daripada berdiam diri dan menunggu selesainya kerumitan melalui dua jalur tersebut, presiden Republik Indonesia," imbuhnya.

5. Mengutamakan menyelesaikan hak korban

Mahfud: Pemerintah Gagal Selesaikan Pelanggaran HAM Berat 2 JalurTangga dari puing Rumoh Geudong, di Kabupaten Pidie, Aceh. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

 

Dengan adanya Keppres tentang PPHAM ini dikatakan Mahfud, sama sekali tidak meniadakan keharusan dan upaya penyelesaian yudisial. Melainkan semata-mata untuk memenuhi hak korban lebih dahulu sebelum jalur-jalur yang disediakan itu selesai permasalahannya.

"Tekanannya adalah korban, bukan pelaku. Untuk pelaku pelanggaran ham berat tersebut akan diupayakan untuk diselesaikan sesuai ketentuan undang-undang," jelas Mahfud.

Begitu juga mengenai UU tentang KKR karena hal itu diperlukan untuk masa-masa yang akan datang sehingga juga akan terus diusahakan untuk dibuat. 

Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Pelanggaran HAM Rumoh Geudong Baru Diselesaikan 

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya