Kerusakan Tutupan Hutan Jadi Penyebab Banjir di Aceh Tenggara

Luas hutan yang hilang empat kali dari Kota Banda Aceh

Banda Aceh, IDN Times - Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Ahmad Salihin menduga, banjir yang melanda Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh, sepekan terakhir menjadi bukti kerusakan tutupan hutan semakin masif terjadi di daerah itu. 

"Baik itu akibat penabangan liar, perkebunan sawit hingga pembukaan jalan baru, seperti pembangunan jalan tembus dari Jambur Latong, Kutacane sampai perbatasan Sumatra Utara (Sumut)," kata Salihin, Jumat (25/8/2023).

1. Kerusakan hutan semakin masif di Aceh Tenggara

Kerusakan Tutupan Hutan Jadi Penyebab Banjir di Aceh TenggaraBanjir melanda lima kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara sejak 17 Agustus 2023. (Dokumentasi BPBA untuk IDN Times)

Pembukaan jalan baru tersebut dikatakan Salihin, dapat memicu illegal logging maupun konflik satwa dan kejahatan lingkungan lainnya. Sebab, dengan adanya jalan para perambah semakin mudah mengakses kawasan hutan untuk menebang kayu.

“Intensitas banjir yang terjadi di Aceh Tenggara sepakan ini membuktikan bahwa kerusakan hutan semakin masif terjadi di Aceh Tenggara,” ujarnya.

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) per 22 Agustus 2023, banjir di Aceh Tenggara berdampak terhadap 8.101 jiwa dan 2.230 kartu keluarga (KK) serta 326 jiwa terpaksa harus diungsikan.

Ada 10 kecamatan dan 59 gampong dikepung banjir setelah intensitas hujan lebat melanda Aceh Tenggara. Akibatnya ratusan hektare lahan persawahan dan kebun jagung rusak. Jembatan putus serta beberapa tanggul jebol.

2. Kerusakan tutupan hutan terjadi di kawasan hutan lindung dan taman nasional

Kerusakan Tutupan Hutan Jadi Penyebab Banjir di Aceh TenggaraBanjir melanda lima kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara sejak 17 Agustus 2023. (Dokumentasi BPBA untuk IDN Times)

Salihin menjelaskan, 92 persen luas wilayah Kabupaten Aceh Tenggara masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi. Berdasarkan SK 580 total luasnya  414.664 hektare, jadi  380.457 hektare adalah KEL. 

Padahal KEL merupakan salah satu hamparan hutan hujan tropika terkaya di Asia Tenggara, serta lokasi terakhir di dunia yang ditempati empat satwa kunci seperti gajah sumatera, badak sumatera, harimau sumatera, dan orang utan sumatera dalam satu area.

Menurut Direktur WALHI Aceh itu, kerusakan tutupan hutan di Kabupaten Aceh Tenggara mayoritas terjadi dalam hutan lindung (HL) dan taman nasional (TN) yang seharusnya dijaga dan dilindungi.

“Dampaknya saat musim hujan dengan intensitas tinggi, banjir dengan mudah terjadi, karena daya tampung semakin berkurang karena hutan sudah gundul,” jelas Salihin.

Baca Juga: Ikan Duyung Sepanjang 2,4 Meter Ditemukan Mati di Pantai Aceh Jaya

3. Kondisi hutan di Aceh Tenggara terus menyusut setiap tahun

Kerusakan Tutupan Hutan Jadi Penyebab Banjir di Aceh TenggaraIlustrasi Hutan (IDN Times/Sunariyah)

Hutan lindung di Kabupaten Aceh Tenggara berdasarkan SK 580 seluas 79.267 hektare, sekarang tersisa hanya 68.218 hektare. Artinya dikatakan Salihin, pada 2022 terjadi kehilangan tutupan hutan di kawasan ini seluas 11.049 hektare, hampir dua kali lipat luasan Kota Banda Aceh.

Kemudian, terjadi kehilangan hutan sekitar 20.595 hektare pada 2022 atau hampir setara empat kali luasan Kota Banda Aceh dari awal luasan taman nasional (TN) di Kabupaten Aceh Tenggara  278.205 hektare, sekarang hanya tersisa 257.610 hektare.

“Kondisi hutan di Aceh Tenggara terus menyusut setiap tahunnya sejak 2014 lalu, ini yang kemudian menjadi pemicu mudah terjadi banjir bila hujan lebat melanda,” kata Salihin.

Bila hutan terus ditebang dan suatu wilayah dilanda curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan luapan air berlebih. Padahal pohon memiliki fungsi menyerap air untuk mencegah banjir dan terutama banjir bandang.

Sebab pohon dikatakan Salihin, sebagai air banjir, sehingga air meresap dan banjir dapat teratasi. Namun, kondisi akan berbeda kalau hutan sudah tidak ada atau gundul. Maka tidak ada lagi yang menahan air.

“Sehingga tidak mengherankan saat curah hujan tinggi terjadi banjir, khususnya di Aceh Tenggara dampak dari kehilangan tutupan hutan terus terjadi. Begitu juga di beberapa daerah lainnya, bila musim hujan tiba banjir tidak dapat dihindari, karena banyak hutan sudah gundul,” imbuhnya.

4. Pemerintah Aceh harus memproteksi kerusakan hutan

Kerusakan Tutupan Hutan Jadi Penyebab Banjir di Aceh TenggaraIlustrasi hutan (CRISTIAN ECHEVERRÍA)

Melihat tutupan hutan terus berkurang, WALHI mendesak Pemerintah Aceh mengambil langkah proteksi kerusakan jenggala di Kabupaten Aceh Tenggara yang terjadi setiap tahun. Pemerintah juga diminta tidak membuka jalan baru selain hanya memanfaatkan yang sudah ada dengan memperbaiki.

Hal ini dikarenakan keberadaan jalan baru dapat memantik pembalakan liar yang dampaknya bisa berakibat fatal terhadap kondisi lingkungan di Kabupaten Aceh Tenggara. Selain  banjir, juga dapat mengakibatkan konflik satwa karena habitat dan koridor terganggu.

“Berdasarkan pengamatan WALHI Aceh, Aceh Tenggara memiliki riwayat banjir yang tinggi dibandingkan daerah lainnya. Ini tidak terlepas masih terjadi sengkarut ruang yang harus secepatnya diperbaiki,” ucap Salihin.

5. Sebaran titik banjir tidak masuk dalam sistem pengendalian, Qanun RTRW harus direvisi

Kerusakan Tutupan Hutan Jadi Penyebab Banjir di Aceh TenggaraIlustrasi banjir (IDN Times/Arief Rahmat)

Sehubungan dengan itu, merujuk Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Tenggara Nomor 1 tahun 2013 tahun 2013-2033 dijelaskan Salihin, 10 kecamatan yang dilanda banjir berada dalam Wilayah Sungai Strategis Nasional Alas-Singkil, meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) Singkil seluas 327.829,24 hektare.

Tetapi dalam qanun tata ruang tersebut, 10 kecamatan tersebut dikatakan direktur WALHI Aceh itu, tidak masuk dalam sistem pengendali banjir dan sistem pengamanan sungai. Kabupaten Aceh Tenggara memiliki masalah dalam konteks pengaturan ruang.

“Tidak heran kemudian jika bencana banjir bandang menjadi agenda tahunan, bahkan berpotensi terjadi beberapa kali dalam setiap tahun,” kata Salihin.

Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara dikatakan Salihin, harus melakukan revisi qanun tata ruang kabupaten sebagai salah satu solusi untuk menanggulangi bencana banjir dalam jangka panjang. Pemahaman mitigasi bencana banjir juga harus dimasukan dalam aturan tersebut.

Baca Juga: Banjir di Aceh Tenggara Meluas, Korban Terdampak Capai 8.101 Orang

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya