Yuk Baca! Ini 5 Alasan PKS Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Ingin perubahan nama jadi RUU Penghapusan Kejahatan Seksual
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI secara resmi menolak draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Alasannya, masukan perubahan dari PKS tidak diakomodir.
Namun demikian, Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mengatakan, mereka sangat berkomitmen memberantas kejahatan seksual. Oleh sebab itu, PKS ingin ada perubahan nama RUU menjadi RUU Penghapusan Kejahatan Seksual.
"Kita butuh undang-undang yang tegas dan komprehensif yang melandaskan pada nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya bangsa, bukan dengan peraturan yang ambigu dan dipersepsi kuat berangkat dari paham/ideologi liberal-sekuler, yang sejatinya bertentangan dengan karakter dan jati diri bangsa Indonesia itu sendiri," tegas Jazuli dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/2).
Berikut sederet alasan PKS menolak draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Baca Juga: DPR: Terlalu Dini Menolak RUU PKS
1. PKS usul kata Penghapusan Kekerasan Seksual diganti jadi Penghapusan Kejahatan Seksual
Dengan nama RUU Penghapusan Kejahatan Seksual seperti yang diusulkan, PKS beralasan ingin fokus RUU tidak melebar ke isu-isu di luar kejahatan seksual. Sehingga, lanjut dia, fokus hanya pada tindak kejahatan seksual yaitu pemerkosaan, penyiksaan seksual, penyimpangan perilaku seksual, pelibatan anak dalam tindakan seksual, dan inses.
Pembatasan tersebut, lanjut Jazuli, sekaligus memperjelas jenis tindak pidana dalam RUU, sehingga tidak membuka tafsir bebas sebagaimana yang dikritik masyarakat luas saat ini.
Jazuli merinci kritik untuk sejumlah definisi yang tertuang dalam draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual:
a. pelecehan seksual
Didefinisikan pada Pasal 12 sebagai Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan.
"Definisi tidak jelas dan bisa berekses pada tafsir sepihak dan digunakan untuk mengkriminalisasi kritik moral masyarakat atas perilaku menyimpang. (1) Bisa mengkriminalisasi misalnya kritik masyarakat terhadap perilaku menyimpang LGBT. (2) Mengkriminalisasi kritik terhadap gaya berpakaian muda-mudi bahkan seks di luar nikah yang sudah demikian parah datanya. Jangan hal-hal tersebut sampai dikriminalisasi atas nama pelecehan seksual. Padahal sejatinya kritik tersebut justru menjaga moralitas generasi bangsa sesuai nilai-nilai Pancasila dan agama. Bahkan semestinya RUU mengatur dengan tegas larangan perilaku menyimpang seperti LGBT," kata Jazuli.