TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ranperda KTR Disahkan, Waspada Ribuan Orang Bisa Kehilangan Pekerjaan

Ada larangan total aktivitas atau event disponsori Rokok

Spanduk kawasan tanpa rokok di Banjarmasin.

Pekanbaru, IDN Times - Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang dijadwalkan untuk dibahas melalui sidang paripurna oleh DPRD Kota Pekanbaru menuai polemik karena menimbulkan efek domino negatif bagi masyarakat pelaku usaha di Pekanbaru.

Catatan dari Forum Backstager Indonesia-Riau, ada 62 anggota event organizer yang akan merasakan dampak langsung dari pengesahan Ranperda KTR, yang melarang total promosi, iklan dan sponsorship di seluruh ruas jalan.

“Rata-rata sebuah event, EO itu membutuhkan kru mulai dari penata panggung hingga di belakang layar, sebanyak 100 orang. Sebuah event atau acara biasanya melibatkan sub-sistem pekerjaan yang komplek. Saat ini, kami mendata ada 62 anggota di Pekanbaru. Berarti ada ribuan tenaga kerja yang terlibat di sektor ekonomi kreatif bisa kehilangan pekerjaan jika pelarangan total iklan, promosi dan sponsorship diberlakukan dalam Perda KTR yang disahkan,” ujar Ardy Satya, Ketua Umum Forum Backstager Indonesia-Riau. 

Baca Juga: APINDO: Ranperda KTR Harus Memerhatikan Dampak Ekonomi

1. Ada larangan total aktivitas atau event serta reklame yang disponsori oleh produk tembakau

Ardy menegaskan bahwa ia bersama para pelaku usaha sektor ekonomi kreatif tidak pernah menolak lahirnya Ranperda KTR. Pihaknya pun sepakat bahwa ada kawasan-kawasan yang memang wajib bebas asap rokok, seperti di sekolah dan rumah sakit.

Namun, yang menjadi kekhawatiran pihaknya adalah pasal-pasal di dalam Ranperda KTR tersebut, yang melarang total aktivitas atau event serta reklame yang disponsori oleh produk tembakau.

Di dalam salah satu pasal pada naskah Ranperda KTR tersebut, disebutkan bahwa: Setiap orang/badan dilarang untuk mempromosikan, mengiklankan, menjual dan/atau membeli rokok di Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana disebutkan pada pasar; pusat perbelanjaan; tempat wisata atau rekreasi; hotel; restoran; tempat hiburan; halte; terminal angkutan umum;  salon; pos pelayanan terpadu; lapangan olahraga; stadion;kolam renang;tempat senam; dan pusat kebugaran.

“"Kami bukan anti terhadap peraturan. Tapi harus disadari bahwa peraturan ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Ada orang-orang yang menjadi tulang punggung keluarganya, yang bergantung pada sektor kreatif ini. Apalagi di tengah kondisi pelambatan ekonomi seperti saat ini, jangan sampai peraturan yang ada menjadi beban masyarakat," pungkas Ardy.

Berita Terkini Lainnya