TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belajar dari Anak ITB, Pendri Berhasil Ubah Limbah Plastik Jadi BBM  

Pendri padahal cuma lulusan SMK, lho!

Pendri memperlihatkan hasil minyak yang diolahnya dari sampah plastik (IDN Times/Gideon Aritonang)

Pematang Siantar, IDN Times - Pendri Syahputra Tarigan, pria asal Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara berhasil memproduksi limbah plastik menjadi Bahan Bakar Minyak. Sehari-harinya ayah 3 anak itu 'bergaul' dengan sampah-sampah plastik di sebuah lahan yang terletak di Nagahuta, Kecamatan Siantar Sitalasari, Pematang Siantar. 

Di atas sepetak lahan kosong itu terdapat bangunan gubuk yang terbuat dari papan dan kayu. Di sana ia bersama 6 anggotanya mengoperasikan seperangkat alat yang mampu menjadikan sampah plastik menjadi bahan bakar seperti bensin, solar dan gas.  

Baca Juga: Cerita Ayah Rangga, Pesta Ultah Terakhir dan Mobil Mainan untuk Adik

1. Belajar produksi sampah plastik menjadi bahan bakar sewaktu di Bandung, Jabar

Peralatan mesin produksi bahan bakar dari limbah plastik (IDN Times/Gideon Aritonang)

Saat ditemui, Selasa (20/10) di lokasi produksi BBM-nya, pria 31 tahun itu menceritakan awal pengetahuannya mendaur ulang sampah plastik menjadi BBM itu. Ketika berada di Bandung, Jawa Barat, Pendri berteman dengan mahasiswa Institute Tehknologi Bandung (ITB) yang memiliki kemampuan ilmu perminyakan. 

Sementara Pendri, hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMK) Negeri di kota asalnya, Pematang Siantar. "Sekitar 7 tahun yang lalu sewaktu masih di Bandung. Kawan-kawan yang mahasiswa ITB mencoba-coba bagaimana caranya limbah plastik berkurang. Karena plastik kan susah diurai," ucapnya. 

Kemudian ide untuk membuat bahan bakar pun tercetus. "Sempat beberapa kali gagal, tapi setelah kita pelajari di mana kekurangannya, maka bisa sampai ke tahap ini," pungkasnya. 

2. Bahan bakar hasil produksi mereka pernah diuji PT Pertamina

Proses pengambilan bensin hasil produksi (IDN Times/Gideon Aritonang)

Sewaktu di Bandung, Jawa Barat, minyak yang diproduksi sekumpulan mahasiswa ITB itu diuji PT Pertamina. Dan hasilnya nilai oktan yang dikandung mencapai 97. 

Sejak saat itu, mereka mengembangkan hasil karya dan menggunakannya untuk membantu masyarakat di Bandung. "Solarnya itu untuk mesin penggiling padi," pungkasnya. 

Namun mereka belum memiliki hak paten yang membuat minyak mereka tidak diproduksi secara massal dan diperjual-belikan. "Karena untuk itu, kita masih perlu banyak tahapan. Jadi hasilnya, untuk kita pakai pribadi," ujarnya. 

3. Kembali ke kampung halaman dan merakit mesin produksi sendiri

Proses pengambilan solar hasil produksi (IDN Times/Gideon Aritonang)

Medio Juli 2020 Pendri kembali ke kampung halamannya, Pematang Siantar. Bersama teman-temannya di situ, ia membuat mesin produksi sendiri yang lebih sederhana dengan budget Rp3 juta. 

Tidak butuh waktu lama bagi Pendri menghasilnya bensin dan solar yang nyaris sempurna. Namun lagi-lagi, bahan bakar tersebut katanya masih perlu diuji lembaga terkait dan tidak diperjual belikan. 

"Sesudah di Siantar ini belum pernah diuji. Tapi hasilnya sudah kami gunakan untuk bahan bakar sepeda motor dan mesin cacah plastik," katanya. 

Baca Juga: Bikin Merinding, Ini 10 Ritual dan Sekte Mistis Terseram di Dunia

Berita Terkini Lainnya