TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Susanna Merajut Mimpi Anak-anak Pedalaman dari Desa ke Desa

Menjadi relawan yang membantu pendidikan anak-anak pedalaman

Susanna Hutabarat saat bermain bersama anak-anak desa (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Medan, IDN Times- Selalu ada di agenda harian Susanna Hutabarat tentang rencana seriusnya memajukan pendidikan di Indonesia, khususnya di desa terpencil. Membangun mimpi anak-anak pedalaman yang terbelakang soal pendidikan merupakan tugas wajibnya di Yayasan Pesat Ministry.

Tak lain dan tak bukan, ia bersama teman-teman pengajar lainnya yang mengabdi dari desa ke desa selalu mengantongi tujuan menstimulus anak-anak bahwa pendidikan itu penting dan mengasyikkan.

Perempuan asal Sumatra Utara ini telah 1,5 tahun mengabdi menjadi pengajar yang siap ditempatkan di pelosok mana pun. Setiap harinya ia menjalankan tugas-tugas pengabdian. Saat ini dirinya telah ditempatkan di Desa Lopait, Jawa Tengah.

Baca Juga: Kisah Bambang Setiawan Temukan 50 Air Terjun Tersembunyi di Sumut

1. Hidup di desa terpencil menjadi cikal-bakal Susanna memilih mengabdi

Belajar bersama anak-anak pedalaman (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Masih segar di ingatan Susanna kala menghabiskan masa kecilnya di desa terpencil di Sumatra Utara. Ia mengaku bahwa dulu di desanya akses pendidikan belum begitu masif. Tak hanya itu, bahkan jaringan telepon cukup buruk di sana dan harus memaksanya naik ke atas pohon untuk mendapatkan jaringan yang bagus. Tapi, kenangan itu menjadi cikal-bakalnya menekuni dunia pengabdian.

"Saya lahir dan menghabiskan masa kecil di desa tertinggal di Sumatra Utara. Kemudian saya pindah ke Bandung di kelas 5 SD, sampai tamat SMP. Saya kembali lagi ke kampung halaman untuk lanjut SMA dan saya merasakan perbedaan kualitas pendidikan yang sangat kontras antara pendidikan di kota besar dengan desa. Sehingga ketika saya sadar banyaknya tempat yang kualitas pendidikannya tidak memadai, saya sedih dan berharap bisa membantu," ucap Susanna tentang alasannya memilih mengabdi dan menjadi pengajar di desa-desa dengan indeks pendidikan yang terbilang rendah.

Pesat Ministry yang menjadi wadahnya mengabdi di desa-desa merupakan Yayasan Kristen yang memiliki misi menghasilkan 70.000 pemimpin muda di tahun 2047.  Pesat Ministry bergerak melalui FC (Future Center) dengan 4 program pembinaan, yaitu Stimulate Better Parents (pembinaan ortu dan anak 0-2 tahun), Eksplore Discovery Program (pembinaan anak usia 2-6 tahun), Ignite Spark Program (pembinaan anak usia 7-11 tahun), dan Nurture Dreams Program (pembinaan anak usia 12-18 tahun).

"Empat program ini pada dasarnya berkesinambungan. Orientasinya adalah orang-orang di desa. Pesat merupakan akronim dari pelayanan desa terpadu," jelas Susanna.

2. Sebut anak desa perlu ditolong untuk berani bermimpi

Susanna, Relawan dari Sumatra Utara yang mengajar anak-anak desa terpencil di Indonesia (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Sejauh ini, Susanna telah mengabdi di beberapa provinsi. Ketika pelatihan awal, ia ditempatkan selama tiga bulan di Tomohon, Sulawesi Utara. Susanna berdampingan dengan anak-anak dari pedalaman Wana, Sulawesi Tengah, dan anak-anak dari suku pedalaman Lauje, di provinsi yang sama. Kemudian Susanna praktik di desa Lalow, Kabupaten Bolaang Mongondow. Hingga pada akhirnya ia ditempatkan di Desa Lopait, Jawa Tengah.

Selama mengamati kultur pendidikan dan semangat belajar anak-anak pedalaman, Susanna menilai jika mereka sebenarnya memiliki potensi. Namun latar belakang mereka yang serba sulit menjadi aral gendala yang mengganggu.

"Anak desa sangat perlu sekali ditolong untuk berani keluar dan berani bermimpi. Karena kalau tidak, mereka akan ikut mental orang miskin yang selalu mengharapkan bantuan sosial. Mereka tidak tertarik jadi pemimpin, padahal mereka harapan untuk masa depan. Potensi mereka banyak, tapi latar belakang mereka membuat mereka putus harapan. Orang tua mereka juga tidak semua mengajarkan anaknya untuk kerja keras."

Untuk dapat membantu anak-anak desa merajut mimpi, Susanna kerap melakukan pendampingan yang berfokus pada mentoring, coaching, dan pemuridan. Isi dari pendampingan tersebut difokuskan pada pembinaan karakter. Bersama dengan relawan lain mereka menggunakan kurikulum adopsi yakni Unleashed sebagai alat bantu untuk mencapai target karakter pemimpin.

"Secara awam, kita bisa lihat situasi muda mudi sekarang ini ya. Apalagi misi kami adalah membina pemimpin yang tentu tidak cukup hanya punya kualitas akademis. Di tengah perkembangan teknologi, percepatan pertumbuhan pola pikir anak, bahkan nilai sosial budaya yang mengalami kemerosotan, dasar yang harus dibangun untuk menolong ini adalah karakter. Dan waktu paling tepat untuk menanamkan hal-hal baik itu adalah ketika mereka masih kecil," ungkap perempuan berusia 26 tahun ini.

Baca Juga: Kisah Nek Sarah, 40 Tahun Berjuang Mencari Kerang di Belawan

Berita Terkini Lainnya