TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bla Bla Bla, Drama Satir dari Anak-anak Pinggiran Sungai Deli

Kritik kondisi komunikasi sosial masa kini lewat drama

Sanggar Sungai Anak Deli menggelar pertunjukan bertajuk "Bla Bla Bla" yang singgung fakta sosial (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Medan, IDN Times – Sanggar Sungai anak Deli (Sasude) menggelar sebuah pertunjukan teater di Taman Budaya Sumatra Utara, Minggu (22/10/2023). Adalah karya orisinil yang mereka sajikan kepada penonton yang hadir dengan tajuk “Bla Bla Bla”.

Pertunjukan yang mengusung konsep drama satir tersebut merupakan karya dari Roy Julian dan disutradarai langsung oleh pendiri Sasude, Lukman Hakim Siagian.

Sanggar yang menjadi wadah anak-anak pinggiran Sungai Deli dalam berkreasi itu melibatkan peran para remaja kawasan pinggiran sungai sebagai aktor utama dari drama satir tersebut.

Kepada IDN Times Lukman sebagai sutradara mengaku jika pementasan telah mereka persiapkan selama tiga bulan.

“Kurang lebih tiga bulan persiapannya. Mulai dari pengenalan teater itu seperti apa, latihan, reading naskah, persiapan, dan lain-lain,” kata Lukman.

1. Drama “Bla Bla Bla” berangkat dari keresahan atas fakta-fakta sosial

Sasude melibatkan peran anak-anak muda pinggiran Sungai Deli sebagai upaya memberi ruang ekspresi (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Drama yang mereka angkat berlatarkan sebuah kota yang tengah dilanda penyakit menular. Setiap penduduk kota terjangkit penyakit itu yang menyebabkan kehilangan kemampuan berbahasa.

Mereka hanya bisa mengatakan “bla bla bla”. Akibatnya kekacauan pun terjadi dimana-mana karena tak seorang pun yang bisa mengerti apa yang dikatakan orang lain selain dirinya sendiri.

“Ini hasil dari diskusi kita terkait kondisi yang terjadi di sekeliling, ya, dan dengan hal-hal yang terkait. Kita coba untuk menampilkan sebuah pertunjukan menarik dengan konsep satir komedi,” kata Lukman.

“Bla Bla Bla” merupakan sebuah komedi satir tentang rentannya kegagalan komunikasi yang kerap terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Ketika bahasa kehilangan makna dan setiap ucapan selalu disalahpahami, ketika omong kosong menjalar seperti sebuah wabah penyakit yang menimpa manusia. Ini merupakan sebuah potret kehidupan masyarakat modern yang dikemas dalam realita imajinatif.

“Sebetulnya berangkat dari kegelisahan bahwa hidup kita dikepung omong kosong. Kita bertemu dengan orang-orang yang beromong-kosong alias banyak berbicara. Pertunjukan ini menyajikan betapa kita telah kehilangan percakapan sejati dan punya problem komunikasi yang cukup serius,” timpal Roy Julian yang menulis naskah pertunjukan tersebut.

2. Bangkitkan gairah berteater dan singgung isu kemasyarakatan

Sanggar Sungai Anak Deli menggelar pertunjukan bertajuk "Bla Bla Bla" yang singgung fakta sosial (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Lukman menjelaskan jika apa yang telah mereka sajikan adalah sebuah mahakarya yang bebas nilai. Jadi, penonton secara bebas menafsirkan apa yang menjadi pesan-pesan yang telah anak-anak Sungai Deli sampaikan. Baik itu tentang isu sosial, ekonomi, hingga politik. Mengingat esensi sastra juga merupakan sebuah karya yang bebas nilai.

“Jika diterima sebagai kritik ya silakan, tapi jika diterima sebagai saran ya silakan. Jadi gak ada terfokus bahwa drama ini memuat nilai kritik atau saran. Ini hanya ruang ekspresi kita sebagai anak muda. Jadi bebas penonton menafsirkan,” kata Lukman.

Pria yang menjadi pendiri Sanggar Sungai Anak Deli ini mengungkapkan jika penonton dapat melihat relevansi antara apa yang diceritakan dengan yang terjadi di lingkungan, khususnya kota Medan. Hal tersebut merupakan kajian dari nilai mimesis yang tak terlepas dari karya sastra, termasuk bagaimana lingkungan dapat memengaruhi sebuah karya tercipta.

“Pertunjukan tadi itu hal yang nyata tapi dikemas dalam sebuah kepalsuan. Ya, kita lihatlah seperti apa kota kita saat ini, mulai dari problem banjirnya yang gak kelar-kelar sampai sekarang, mulai dari anggota dewannya yang kita gak tahu apa yang mereka bahas, karena itu juga gak sampai ke kita masyarakat tepian sungai ini,” ungkapnya.

Melalui pertunjukan ini, Lukman ingin menghadirkan gairah dan keberanian anak muda yang sudah jarang diekspresikan melalui panggung seni khususnya seni pertunjukan.

“Mungkin kondisinya, ya, dari apa yang terjadi belakangan ini. Bahwa jarang sekali dihelat pertunjukan teater, atau diskusi terkait gedung pertunjukan, bicara fasilitas yang mewadahi, itu jarang ada. Takutnya, ya, mau gak mau gak ada juga proses kreatif yang tercipta,” tutur Lukman.

Baca Juga: Menang 2-1 dari Sada Sumut FC, PSPS Riau Keluar dari Dasar Klasemen

Berita Terkini Lainnya