TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Uis Karya Bunda: Mati Suri Saat COVID-19, Kini Lebarkan Sayap

Bangkit kembali terbantu dengan KUR

Ade Fitri, Ketua Klaster Tenun Karya Bunda, Binjai berpose di samping produk kelompoknya. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Binjai, IDN Times – Uis Karya Bunda menjadi satu contoh baik bagaimana Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bertahan di saat pendemik COVID-19. Usaha yang berbasis di Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai ini sempat mati suri diterpa badai pandemik.

“Waktu itu kita padam. Memang ada produksi, tapi yah gitu. Gak bisa jualan,” ujar Ade Fitri, Ketua kalster bertenun akhir Juni 2023.

Ade bercerita, bagaimana mereka bisa bertahan. Mulai dari berusaha sendiri, hingga membuat kelompok.

Bagaimana kisahnya? simak guys

Baca Juga: Buket Kreasi Eka Jadi Lambang Cinta untuk Wisuda hingga Pernikahan

1. Usaha Uis sudah turun temurun dikerjakan

Proses menenunu ulos di Klaster Tenun Karya Bunda, Kota Binjai. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Di galeri yang menjadi etalase kelompok bertenun itu, Ade bercerita bagaimana kelompok mereka bisa bertahan. Sebelum pandemik, usaha bertenun memang sudah ada. Bahkan sudah turun temurun dikerjakan oleh para ibu rumah tangga di kawasan Binjai Timur. Peralatan menenunnya saja, ada yang sudah dipakai empat generasi.

Tahun 2019, pandemik melanda. Para kaum ibu yang awalnya mendapat penghasilan dari bertenun mulai gigit jari. Pesanan kain tenun ulos (batak Toba) atau pun Uis karo, sepi.

Pada 2021, Ade mulai terpikir. Tidak mungkin dirinya bertahan dalam keadaan seperti itu. Lantas, dia kemudian meminjam modal ke BRI.

“Pada waktu itu meminjam KUR (Kredit Usaha Rakyat). Dapatlah Rp25 juta,” ungkapnya.

Mereka juga membuat kelompok bertenun di sana. Ade dipercaya menjadi ketuanya. Uang pipnjaman tadi digunakan untuk belanja bahan baku benang.

2. Dapat inspirasi jual produk turunan untuk dongkrak penjualan

Proses menenunu ulos di Klaster Tenun Karya Bunda, Kota Binjai. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kelompok lantas menyadari, jika hanya menjual tenun dalam bentuk kain, pasarnya sedang lesu. Karena biasanya, ulos dan uis, hanya dipakai untuk perayaan tertentu saja.

Ade kemudian mengajak beberapa desainer dan penjahit. Dia mulai membuat produk turunan dari kain tenun yang diproduksi. Mulai dari baju, kotak tisu, tas, dan lainnya.

“Kita mulai menyesuaikan kebutuhan di pasar. Ternyata pasarnya bagus. Pesanan mulai berdatangan,” ungkapnya.

Bersama 25 anggota klaster yang aktif, dalam sebulan Ade bisa memroduksi 30-40 pcs produk turunan. Sementara, untuk kain tenun, merekap bisa memroduksi 200 lembar kain.

Pemasarannya, dilakukan secara daring dan reseller. Saat ini, reseller Uis Karya Bunda sudah tersebar di beberapa daerah. Mulai dari Kota Medan, Deli Serdang hingga di Jambi. Omzet bulanan Uis Karya Bunda saat ini bisa menembus hingga Rp60-70 juta.

Bagi Ade, melewati pandemik COVID-19 memang jadi pembelajaran. Musibah itu juga yang membuat klaster tenun yang mereka jalani bisa awet.

Pinjaman ke BRI pun tidak sia-sia. Kini mereka menjadi mitra UMKM BRI yang terus dipantau perkembangannya.

“Itu orang BRI selalu tanya, kita butuh apa lagi. Kemarin kita dibantu pakai CSR-nya mereka untuk bikin galeri makin cantik. Kalau ada acara – acara BRI juga kita diajak. Jadi bisa melakukan sosialisasi produk dengan mudah,” ungkapnya.

Baca Juga: Cerita Mukti, Penjual Bakso Keliling di Marelan yang Sudah Pakai QRIS

Berita Terkini Lainnya