TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Perempuan Batak Jualan Sate Padang hingga Dapat Bantuan Gerobak

Bantuan gerobak YBM Brilian dan modal usaha cukup bermanfaat

Azis, pekerja di Sate Padang Barokah yang berlokasi di pinggir Jalan Letjen Suprapto (IDN Times/Doni Hermawan)

Bau daging yang dibakar di atas bara itu sangat khas. Seorang pria mengibaskan kipas berbahan anyaman bambu itu. Sebentar saja, dia lalu mengambil beberapa tusuk daging ayam itu untuk dicelupkan ke sebuah periuk berisi kuah kecoklatan. Digabungkan dengan beberapa potong lontong. Taburan bawang goreng menjadi penutup yang sempurna sebelum hidangan itu sampai ke tangan pelanggan.

Sate Padang Barokah itu sudah 21 tahun ada di Kota Medan. Lokasinya di pinggir Jalan Letjen Suprapto, tepat di seberang PTPN 4. Bermodal gerobak bertuliskan YBM BRI, sate itu cukup diminati. Hanya menyediakan satu meja dan beberapa kursi, rata-rata pembeli datang untuk membawanya pulang.

Azis, nama pria tersebut. Dia bukan pemilik Sate Padang berlabel Barokah itu. Dia adalah pekerja yang sejak enam tahun terakhir membantu menjajakan Sate Padang ini. "Saya sejak 2017 kerja di sini bantu-bantu," kata Azis kepada IDN Times.

Baca Juga: Cerita Mukti, Penjual Bakso Keliling di Marelan yang Sudah Pakai QRIS

1. Orang Batak yang jualan Sate Padang

Azis, pekerja di Sate Padang Barokah yang berlokasi di pinggir Jalan Letjen Suprapto (IDN Times/Doni Hermawan)

Pemiliknya adalah May. Perempuan 49 tahun ini yang merintis usaha sate ini bersama mantan suaminya. Menariknya May, bukan orang Padang seperti penjual sate pada umumnya. Dia bersuku Batak. "Mantan suami saya yang orang Padang," kata May mengawali cerita.

May mengatakan, awal dirinya berjualan tahun 2002. Lokasinya bukan di Jalan Letjen Suprapto. Melainkan di depan Distokek New Zone, Jalan Wajir, tak jauh dari lokasi ini.

Kemudian sejak 2013 dia membuka cabang di sini. "Kalau yang di New Zone masih ada sampai sekarang. Di sini gerobak kedualah," bebernya.

Di Jalan Letjen Suprapto, Sate ini mulai buka pukul 18.00 WIB dan tutup 24.00 WIB. Sementara di Jalan Wajir bisa buka sampai pukul 05.00 WIB pagi.

May bercerita awal sebelum jualan sate, dia sudah menjajal berbagai pekerjaan. Mulai dari jual jamu, jual rokok, tukang parkir, dan lainnya. Pada akhirnya dia memilih berjualan sate.

Kali ini dia berjodoh dengan usahanya tersebut. Ibu anak empat itu mulai mendapat pelanggan. Sate Barokah bisa membuat dapur May dan keluarganya berasap lagi.

"Kalau ramai bisa sampai Rp400 ribu. Paling sedikit dapatkah Rp150 ribu kalau sepi. Cukuplah untuk dapur. Untungnya separuhnya," kata May.

Sate May tidak terpatok dijual Rp15 ribu per porsi. Namun bisa request. "Kadang-kadang orang beli Rp5 ribu. Boleh aja request," katanya.

Selain berjualan di pinggir jalan ini, May juga menerima pesanan sate untuk berbagai acara. Termasuk pernikahan. "Kita terima partai besar dan kecil," tambahnya.

Memang untuk membuat sate ini, membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Setidaknya membutuhkan waktu setengah hari. "Jam 12 mulai rebus ayam sampai jam 6. Sekarang pakai lontong, karena ketupat lebih sulit," ucapnya.

2. Dapat bantuan gerobak yang diidamkan

Azis, pekerja di Sate Padang Barokah yang berlokasi di pinggir Jalan Letjen Suprapto (IDN Times/Doni Hermawan)

May mengatakan awalnya gerobak mereka seadanya dan terbilang reyot. Mereka mendambakan gerobak yang lebih bagus. Gayung bersambut, pada tahun 2021 mereka mendapat bantuan gerobak dari Yayasan Baitul Mal (YBM) Brilian. Penerimanya adalah pedagang yang masuk kategori Mustahik Zakat, atau orang yang berhak menerima zakat.

"Saya kurang tahu juga syarat-syaratnya, tapi waktu itu memang ada dapat gerobak ini dari orang sini. Katanya dari BRI. Alhamdulillah, memang saya pengin dapat gerobak yang bagus untuk ganti gerobak kami. Jadi dapat geroba etalase ini, motornya dari kami," ungkapnya.

Selain gerobak mereka juga mendapatkan uang modal usaha Rp900 ribu. Itu dibelikan untuk meja dan payung sederhana,

Ditanya soal apakah termasuk UMKM binaan BRI, May mengatakan tidak mengetahui. Dia bahkan menanyakan caranya. "Kepingin, tapi caranya bagaimana?," tambahnya.

May juga tidak memahami soal jualan online. Menurutnya selama ini selain orang membeli dan datang langsung, pemesanan lewat whatsapp. "Gak ngerti saya online. Tapi kalau orang pesan bisa lewat HP. Mungkin nanti ke depan bisa dipelajari," ujarnya.

May mengatakan akan berusaha agar sate dagangannya terus eksis. Soalnya inilah yang menjadi penyambung hidupnya. Hingga akhirnya bisa menyekolahkan empat anaknya, apalagi kini May sudah single parent.

"Dua anak saya sudah tamat. Merekalah yang bantu," katanya.

Baca Juga: Buket Kreasi Eka Jadi Lambang Cinta untuk Wisuda hingga Pernikahan

Berita Terkini Lainnya