TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

17 Tahun Batik Trusmi, Digitalisasi Jadi Kunci untuk Berkembang

Batik Trusmi lahir berawal dari amplop nikah dan kain kafan

Batik Trusmi cabang Medan di Jalan Pangeran Diponegoro (IDN Times/Doni Hermawan)

Medan, IDN Times- Perjuangan Sally Giovanny dan suaminya Ibnu Riyanto membangun Batik Trusmi menjadi kisah inspiratif bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Tujuh belas tahun sudah produk batik asal Cirebon itu eksis di Indonesia.

Tentunya bisnis tak lepas dari pasang surut. Memulai usaha sejak tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) tanpa modal yang besar dan pengetahuan yang cukup, pasangan Sally-Ibnu menjalani perjalanan berliku sebelum sukses membangun Batik Trusmi menjadi salah satu batik hits di tanah air. 

"Saya merintis bisnis setelah menikah tahun 2006. Waktu itu baru lulus SMA dan tulang punggung keluarga, masih punya adik yang harus sekolah. Jadi saya nikah untuk meringankan beban orangtua," kata Sally memulai ceritanya di talkshow ‘Literasi Keuangan dan Dukungan Permodalan bagi UMKM’ yang digelar Kementerian BUMN didukung BRI dan Pegadaian pada HUT ke-43 Dekranas di Lapangan Benteng Medan, 17 Mei 2023 lalu.

Baca Juga: BRI Finance akan Tambah Porsi Pembiayaan Mobil Bekas

1. Buka usaha jual kain kafan modal amplop nikahan

Sally Giovanny, owner Batik Trusmi saat talkshow HUT ke-43 Dekranasda (Dok.Dekranas)

Sebagai perempuan dari keluarga sederhana dan sama-sama baru tamat SMA, tentu Sally dan suami tak punya modal. Dari pernikahanlah mereka akhirnya mempunyai modal usaha.

"Ternyata ada berkahnya. Dari amplop pernikahan itu biasanya kan orang berpikir untuk bulan madu. Tapi kami sepakat buat modal usaha, yang pertama kami jual itu kain kafan," kata perempuan kelahiran 25 September 1988 itu.

Kenapa kain kafan? Sally berpikir untuk mencari usaha yang mudah dan gak ribet, soal mereka minim pengetahuan soal usaha. Tapi ternyata gak semulus yang dibayangkan.

"Bisa dibayangin yang saya tahu ukuran kain kafan bapak-bapak itu 13 meter, kalau Ibu-ibu 11 meter. Tapi memang gak setiap hari kan ada orang beli kain kafan. Akhirnya banyak bahan tersisa," ucapnya.

Setelah berkonsultasi dengan Ibu mertuanya yang juga seorang pengrajin batik, bahan-bahan tersisa itu dijadikan batik. Belakangan Sally tahu, batik juga ada yang berasal dari bahan mori, sama dengan kain kafan yang dijualnya. 

"Ternyata baru tahu bahan dasar kain kafan itu juga jadi bahan batik. Akhirnya sisa kain itu dikasih ke pengrajin dan jadi batik cap. Dengan harga ekonomis, kami jual ke Tanah Abang," beber Sally.

Namun batu terjal kembali harus mereka hadapi. Batik cap yang mereka buat gak laku. "Ditawari ke semua toko gak ada yang mau beli, ternyata itu model itu sudah kurang laku. Dari situ kami mulai belajar batik dan jenis-jenisnya hingga diterima orang," tambahnya. 

2. Batik Trusmi juga selalu berinovasi dan kolaborasi

Produk-produk Batik Trusmi cabang Medan (IDN Times/Doni Hermawan)

Dari situ, Sally mengajak para UMKM yang ada, maupun yang baru akan mulai usaha untuk bergerak. Tak hanya menjadikan ide bisnis sebagai rencana tanpa ada realisasi.

"Kalau ditanya kapan memulai usaha, ya saat itu juga. Buang kata 'tapi' dan 'nanti'.  Jangan banyak beralasan kalau ingin sesuatu yang positif. Saya cuma lulusan SMA, saya bukan keluarga pengusaha, siapa yang mau percaya kita? Makanya trust me," katanya.

Sally percaya pengalaman yang akan menjadi pelajaran berharga dan sehingga tahu produk apa yang laku dan diterima pasar. 

"Kalau di sekolah belajar dulu baru ujian. Di lapangan ujian dulu baru belajar.  Alhamdulillah Trusmi sudah berjalan 17 tahun," katanya.

Menurutnya ada beberapa kunci usaha bisa terus eksis. Yakni, inovasi, kolaborasi dan adaptasi.

"Dari dulu selalu terus berinovasi, dalam kondisi seperti apapun. Waktu COVID-19 kita sempat merasakan dampak luar biasa sampai toko offline kita tutup. Akhirnya jualan online, tapi batik juga kurang laku karena semua WFH, gak ada hajatan juga," bebernya.

Inovasinya, Batik Trusmi lalu bikin masker kain batik dan laku puluhan ribu helai. "Selain itu juga berkolaborasi, seperti kami dengan Ayu Diah Andari. Setelah fashion show tunggal yang hadiri 1.300 orang di Jakarta, kita diundang ke New York Fashion Week yang official. Market kita jadi tambah," tambahnya.

Baca Juga: Cara BRI Meningkatkan Literasi Keuangan dan Bantu Modal UMKM di Sumut

Berita Terkini Lainnya