Masih Alami Banget, Wisata Gajah di Hutan Belantara Aceh

Pengunjung bisa lebih dekat dengan gajah jinak

Ingin berwisata sekaligus mengenal lebih dekat dengan alam? CRU Sampoiniet di Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh, cocok untuk Anda yang suka traveling dan berpetualang ke tempat yang masih alami dan jauh dari hiruk-pikuk suasana kota. 

Sebagai tempat konservasi dan penempatan gajah jinak di hutan belantara, selain gajah, di sana banyak ditemukan satwa liar dan dilindungi. Selain itu, ada wisata air, seperti air terjun dan sungai, yang masih sangat alami. Bahkan, bisa dibilang sangat jarang disentuh oleh tangan manusia.

CRU singkatan dari Conservation Response Unit, sebagai tempat pelatihan dan penempatan gajah jinak. Di CRU Sampoiniet, terdapat empat ekor gajah jinak. CRU pada awalnya memang didirikan untuk mengatasi konflik gajah liar dan manusia.

"Ya, semenjak didirikan, CRU selain berfungsi untuk mengatasi gajah liar, bisa menjadi tujuan tempat wisata yang terbuka untuk umum," kata Anggiat Sirait, petugas mahout gajah di CRU Sampoiniet, kepada Rappler, Minggu, 25 Maret 2018.

Di sini, pengunjung bisa lebih dekat dengan gajah jinak. Jalan-jalan dengan gajah, dan mendapat kesempatan memandikan gajah di sungai yang tidak jauh dari CRU.

Serunya, karena letak CRU di tengah hutan, di sana tidak tersedia jaringan telepon. Jadi, pengunjung yang ke sana benar-benar berliburan dan mengenal lebih dekat dengan alam tanpa harus terganggu dengan gadget.

Meski di tengah hutan, untuk menuju ke CRU bisa menggunakan kendaraan roda dua dan empat. Di sana juga tersedia tempat penginapan, dan makan disediakan oleh pihak CRU untuk pengunjung. 

How to get there

CRU Sampoiniet terletak di Dusun Sarah Deu, Desa Ie Jeureungeh, Kecamatan Sampoiniet, Aceh Jaya, Aceh. Berjarak 148 kilometer dari Kota Banda Aceh, ibukota Provinsi Aceh. Untuk ke sana, Anda harus menempuh waktu tiga jam menggunakan kendaraan roda dua dan empat dari Kota Banda Aceh.

Dari jalan nasional Banda Aceh - Meulaboh, setiba di Kecamatan Sampoiniet, Aceh Jaya, untuk ke CRU, pengunjung akan disambut dengan sebuah papan bertuliskan "Ekowisata CRU Sampoiniet" di sebelah kiri. Ikuti terus jalan aspal tersebut sepanjang 20 kilometer.

Setiba di Desa Ie Jeureungeh, ada dua jalur yang mengarah ke hutan di sebelah kiri, dan ke Meulaboh di sebelah kanan. Nah, Anda harus memilih jalur di sebelah kiri yang mengarah ke hutan. Dari sana, untuk sampai ke CRU di tengah hutan belantara, butuh waktu sekitar 15 menit.

Namun, jalur yang ditempuh pun sudah jalan bebatuan dan mendaki. Tapi tenang, track-nya masih bisa dilalui kendaraan roda empat dan roda dua matic. Jika ke sana di musim hujan, Anda harus hati-hati karena banyaknya lumpur dan genangan air.

Itinerary

Sebelum ke CRU, sebaiknya belanja dulu keperluan yang kira-kira penting, di Desa Ie Jeureungeh, titik perkampungan terakhir sebelum memasuki hutan. Untuk makanan, di basecamp CRU biasanya ada juru masak. Namun, disarankan untuk membawa beras, dan lainnya untuk bahan masakan.

Biasanya, pengunjung membawa buah-buahan seperti pisang, untuk makanan hewan liar di sana. Memberi makanan kepada hewan, juga menjadi cara agar lebih dekat dengan hewan liar. Bahkan, bisa berfoto dengannya.

Berkunjung ke sana dalam satu hari saja sangat tidak cocok, dan tidak semua tempat wisata dapat dinikmati. Lebih baiknya, untuk menginap minimal satu malam. Pada malam harinya, Anda dapat menikmati suara hewan liar di tengah hutan.

Masih Alami Banget, Wisata Gajah di Hutan Belantara AcehBERSALAMAN. Gajah jinak di CRU Sampoiniet menyalam pengunjung yang datang. Foto oleh Habil Razali/Rappler

Di CRU, sudah tersedia sejumlah kamar penginapan. Satu kamar, tersedia dua ranjang tidur. Di antara kamar itu, ada satu kamar khusus perempuan yang tersedia kamar mandi di dalam. Atau, jika Anda ingin membawa tenda penginapan, di areal pagar CRU sangat cocok sekali, karena berada di pinggir sungai.

Berada di tengah hutan belantara Ulu Masen, membuat cuaca di sana sangat dingin sekali. Memakai jaket yang tebal sangat bagus untuk menghangatkan badan, apalagi di malam hari.

Pengunjung juga harus membawa beberapa baju ganti. Dikarenakan, semua spot wisata di sana kebanyakan berhubungan dengan air. Tapi, pakaian yang dibawa harus tetap menjaga kesopanan. Karena Aceh, menerapkan syariat Islam. Sopan, dalam artian tidak harus berhijab, namun tidak terlalu menonjolkan aurat.

Di sana, Anda tidak bisa berkomunikasi menggunakan gadget, karena tidak ada jaringan seluler. Namun, untuk baterainya, di sana tersedia listrik tenaga surya.

Rekomendasi aktivitas liburan

CRU Sampoiniet memiliki kegiatan rutinnya setiap hari. Mahout (pawang gajah) setelah sarapan pagi, mereka mengecek kondisi kesehatan gajah. Kemudian, melatih gajah agar peka terhadap perintah dari mahout. Setelah itu, mahout langsung membawa gajah ke sungai yang berada tidak jauh dari basecamp untuk dimandikan. Wisatawan biasanya diikutkan naik ke atas gajah.

Setiba di sungai, gajah-gajah dimandikan di aliran sungai yang deras dan berair jernih. Mahout memerintahkan gajah untuk duduk di dasar sungai. Sementara, dia dan wisatawan menyikat bagian tubuh gajah hingga bersih. "Setelah memandikan gajah, kita bawa lagi gajah ke CRU, kemudian kita memberi makan," kata salah seorang mahout, Anggiat Sirait. Makanan gajah sendiri adalah pelepah daun kelapa.

Masih Alami Banget, Wisata Gajah di Hutan Belantara AcehAIR TERJUN. Gajah jinak mandi di bawah air terjun Geureudong. Foto oleh Habil Razali/Rappler

Jika beruntung, pengunjung bisa ikut serta gajah tersebut berpatroli di hutan. Biasanya, dalam satu pekan, mahout dan gajah berpatroli di kawasan CRU untuk melihat tempat-tempat dan membuka jalan baru.

"Patroli kawasan itu hanya di sekitar kawasan CRU, dalam sepekan hanya dua hari, yaitu Selasa dan Kamis," kata pria akrap disapa Anggi itu. Ada satu lagi patroli konflik. "Kalau patroli konflik, wisatawan tidak boleh ikut, karena nanti akan berhadapan dengan gajah liar."

Salah satu tempat baru yang ditemukan saat patroli kawasan adalah kolam air terjun Geureudong. Tempat itu, adalah aliran sungai yang membentuk air terjun dengan ketinggian sekitar dua meter. Di bawahnya, aliran air sungai melebar dan membentuk seperti sebuah kolam. 

Di kiri dan kanan sungai, terdapat tebing batu yang sangat tinggi. Kedalaman air di sana pun lumayan dalam. Kurang lebih, sekitar tiga meter. Namun tenang, di beberapa titik, ada bebatuan sebagai tempat pijakan agar tidak tenggelam.

Pengunjung yang mandi di sana, biasanya akan meloncat dari tebing batu ke dalam aliran sungai berbentuk kolam itu. Tingginya sekitar tujuh meter. Sensasinya, sangat seru. Apalagi, tempat itu agak tersembunyi dengan banyaknya pepohonan hutan yang rimbun.

Masih Alami Banget, Wisata Gajah di Hutan Belantara AcehKOLAM. Pengunjung bisa mandi di kolam air terjun Geureudong yang sejuk dan jernih. Foto oleh Habil Razali/Rappler

Di tebing itu, sebenarnya ada sebuah air terjun yang lumayan tinggi, tapi debit airnya kecil. Warga setempat menyebutnya air terjun mini, karena ukurannya yang mungil. Tapi sayang, saat Rappler ke sana pekan lalu, air terjun tersebut tampak kering.

Jarak dari basecamp CRU ke kolam air terjun Geureudong butuh waktu 30 menit jalan dengan naik gajah. Untuk ke sana, memang tidak bisa dilewati kendaraan. Namun, biasanya pihak CRU akan membawa pengunjung ke sana dengan naik ke atas gajah. 

"Yang pernah ke sini, bukan hanya wisatawan lokal, tapi turis asing sering ke sini. Kebanyakan, selain wisatawan, ada peneliti dari luar negeri yang ke sini," tutur Anggi.

Rekomendasi kuliner

Nah, jika sudah puas dan lelah mandi di kolam air terjun, saatnya pulang ke basecamp CRU untuk mengisi perut. Meskipun tidak ada penjual yang membuka warung kuliner di sana, tapi petugas CRU bisa menjadi koki yang baik dan handal di tengah hutan.

Salah satu makanan yang sering disajikan untuk pengunjung, yaitu Asam Keueung Ikan Keureulieng. Kuah asam keueung diolah dengan berbagai bumbu dan rempah yang semuanya berasal dari hutan sekitar CRU.

Sementara, ikan Keureulieng diambil dari sungai Ie Jeureungeh dengan cara dipancing atau menggunakan jaring. Ukuran ikan hasil tangkapan itu sebesar telapak tangan orang dewasa. Tanpa menggunakan bumbu penyedap, ikan itu dimasak sangat enak dan sedap.

Biasanya, ikan Keureulieng dinikmati dengan sepiring nasi. Makanya, pengunjung biasanya membawa beras ke sana. Makannya pun menggunakan tangan. Suasana kampung sangat terasa. Nasi dihidangkan di atas meja, termasuk Asam Keueung Ikan Keureulieng.

Namun, jika pada musim hujan, menangkap ikan Keureulieng sangat tidak mudah. Karena air debit air sungai yang tinggi, menyulitkan proses penangkapannya yang masih sederhana. 

Ikan Keureulieng, selain dimasak menjadi kuah Asam Keueung, sering juga diolah menjadi ikan bakar. Tentunya, ikan itu terlebih dulu dilumuri bumbu yang berasal dari hutan di sana. Pokoknya sedap!

Spot foto favorit

CRU Sampoiniet, masuk dalam kawasan hutan lindung Ulu Masen. Sebagai kawasan hutan, tidak sulit mencari spot foto favorit yang Instagramable. Apalagi bagi Anda yang menyukai foto berlatar hutan rimbun atau pegunungan. Selain itu, sungai dengan bebatuan besar juga menjadi daya tarik tersendiri.

Namun, pengunjung yang ke sana, kebanyakan mengambil foto berlatar belakang gajah. Atau, mereka dengan sengaja naik seorang diri ke atas gajah, dengan tetap dikawal oleh mahout, untuk diambil fotonya. Seolah-olah, dia sedang menjadi mahout.

Masih Alami Banget, Wisata Gajah di Hutan Belantara AcehMANDI. Mahout yang bertugas di CRU Sampoiniet sedang memandikan seekor gajah. Foto oleh Habil Razali/Rappler

Kesempatan yang bagus untuk mengambil foto, yaitu ketika memandikan gajah di sungai. Pengunjung biasanya berdiri di depan gajah. Kemudian, mahout memerintahkan kepada gajahnya untuk menyedot air ke dalam belalai panjangnya.

Setelah itu, air yang disedot kemudian disemprotkan ke bagian muka pungunjung yang tadi berdiri di depan. Saat itulah, sang fotografer mengambil momen yang sangat tepat. Atau, jika tidak ingin basah-basahan, pengunjung biasanya meminta mahout untuk memerintahkan gajah agar mencium kening pengunjung dengan ujung belalainya.

Budget

Besar bayaran untuk pengunjung yang ke sana belum dipatok dalam jumlah yang tetap. Biasanya, jika pengunjung yang hanya datang pagi dan pulang sore (tidak menginap) tidak diminta biaya. Atau pun, memberikan seikhlasnya untuk perawatan gajah di sana. Jalan-jalan naik di atas gajah pun tidak ditentukan biaya per jamnya.

Nah, bagi pengunjung yang menginap di sana, nanti akan dikenakan biaya sewa kamar. Harga sewa kamar pun relatif murah. Namun, hingga saat ini, juga belum ada patokan pasti untuk bayaran sewa per harinya. 

Selain sewa kamar, pengunjung yang menginap juga dikenakan biaya makan yang disediakan petugas CRU. Semua bayaran dari pengunjung tersebut akan dipergunakan untuk perawatan gajah dan membangun infrastruktur CRU.

—Rappler.com

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya