Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Stasiun Payakumbuh sekitar tahun 1896-1900 (https://collectie.wereldmuseum.nl)

Jalur kereta api di Sumatera Barat adalah salah satu jalur perkeretaapian yang pendek jika dibandingkan dengan jalur perkeretaapian di daerah lain, terutama dibanding di Pulau Jawa yang membentang dari ujung barat ke ujung Timur. Namun perkeretaapian di Sumatera Barat punya sejarah penting dalam menunjang mobilisasi dan ekonomi terutama saat zaman pemerintahan Hindia Belanda.

Komoditas yang diangkut adalah hasil bumi dari dataran tinggi Sumatera Barat dan yang utama adalah batu bara dari Ombilin yang kemudian dikirim ke Emmahaven (Teluk Bayur).

Tidak hanya itu, jalur kereta api di Sumatera Barat pernah dibangun dimana salah satunya untuk mengangkut emas dari tambang emas di Mangani, Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota.

Bagi kalian para Railfans dan pemerhati sejarah kereta api mungkin tertarik sama sejarah dan kondisinya sekarang, terutama bagi kalian yang ingin sambil napak tilas sejarah kereta api di kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota, lalu seperti apa sejarahnya? Berikut ulasannya!

1. Diresmikan pada tahun 1921 sepanjang 20 Km dari

Peta jalur kereta api di Sumatera Barat (https://railfansid.fandom.com/id/wiki/DIVRE_II_Sumatera_Barat)

Setelah Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust (Perusahaan KA di wilayah Sumatera Barat yang sekarang merupakan Divre 2 Padang) membangun jalur yang menghubungkan Teluk Bayur ke Sawahlunto, SSS juga membangun jalur menuju dataran tinggi Sumatera Barat melewati Fort de kock (Bukittinggi) hingga ke Payakumbuh dilanjutkan menuju Limbanang (Suliki) untuk mengeksploitasi pertambangan emas dan perak yang berada di Mangani.

Jalur kereta api ini dibangun dan diresmikan pada tahun 1921 sepanjang 20 Km dari Payakumbuh menuju Limbanang, dimana pembangunan jalur ini juga didukung kuat oleh perusahaan tambang Mijnbouw Maats­chappij (MM) Aequator.

2. Penghasil emas dan perak

Editorial Team