Wisata Huta Siallagan Simpan Rumor Kanibalisme Suku Batak Toba

Konon para terdakwa dipenggal sebab mangkir dari aturan adat

Samosir, IDN Times – Banyak hal yang dapat mendongkrak potensi pariwisata di sebuah daerah. Baik itu melalui bentang alamnya, sarana dan prasarana, hingga suatu catatan sejarah yang menjadi khazanah masyarakat lokal.

Tak hanya itu, mitos maupun rumor yang berkembang juga memiliki peranan tersendiri, untuk dapat memberikan semacam kekuatan magis bagi suatu cagar budaya hingga daya tarik wisata. Hal tersebutlah yang membuat wisatawan menaruh atensi penuh dan berhasrat memasukkan tempat tersebut ke dalam bucket list perjalanan mereka.

Di Sumatera Utara banyak sub sektor pariwisata berbasis kearifan lokal. Di Huta Siallagan Kabupaten Samosir misalnya. Di desa yang memiliki luas 0,011 km persegi itu, banyak menyuguhkan berbagai jenis wisata adat. Yang paling masyhur adalah meja persidangan. Konon di tempat ini dahulunya dilakukan sebuah persidangan kepada para terdakwa yang mangir dari aturan adat. Prosesi pemenggalan kepala terdakwa hingga praktik kanibalisme juga terjadi di sini.

Rumor-rumor tentang masyarakat Batak Toba yang pernah melakukan praktik kanibalisme inilah yang kerap dituturkan, baik oleh pemandu wisata maupun masyarakat lokal. Sehingga narasi tersebut menjadi daya tarik sendiri bagi para pengunjung luar daerah maupun turis mancanegara.

1. Ada 3 tempat ikonik di Huta Siallagan yang menjadi saksi para penjahat dihukum mati

Wisata Huta Siallagan Simpan Rumor Kanibalisme Suku Batak TobaDi bawah rumah adat konon para pelaku kejahatan dipasung (Elvrida for IDN Times)

Masih segar di ingatan Elvrida kala dirinya berwisata sekaligus melakukan riset di Huta Siallagan. Tak tanggung-tanggung, bersama teman-temannya ia berada di sana selama 1 bulan.

"Di Huta Siallagan ada 3 tempat yang jadi ikonnya. Pertama ada rumah raja, kedua ada tempat diskusi dan persidangan, ketiga ada tempat pemenggalan," ujarnya kepada IDN Times.

Lebih rinci ia menambahkan jika ketiga tempat tersebut menyimpan cerita tersendiri. Di rumah raja tepatnya di kolong rumah, pelaku kejahatan dahulu dipasung di bawah sana. Kemudian untuk menentukan hukumannya, para petuah adat melakukan sidang pada sebuah bangku dan meja persidangan. Dan tempat terakhir adalah di mana terdakwa akan dipenggal kepalanya.

"Dalam rumah adat Batak Toba memiliki kolong panggung yang tinggi. Di situlah biasanya dipelihara berbagai macam hewan. Tempat itulah di Huta Siallagan digunakan untuk memasung para terdakwa. Masyarakat dahulu percaya bahwa manusia yang melakukan kejahatan, moralnya sudah sama seperti binatang. Di bawah situ mereka menunggu tanggal kapan mereka akan dieksekusi," ujarnya.

Elvrida menyebutkan jika objek wisata di Huta Siallagan pernah direnovasi. Bahkan menurut penuturan masyarakat setempat, di rumah raja terdapat banyak sekali tengkorak dan tulang-belulang.

“Sebelum pembangunan, itu dibongkar habis. Kata masyarakat setempat dahulu di situ banyak ditemukan tulang-belulang, Namun tulang-belulang itu sudah dibersihkan dan dipindahkan,” lanjutnya.

2. Tradisi lisan praktik kanibalisme dan pemenggalan kepala terdakwa jadi daya tarik desa wisata Huta Siallagan

Wisata Huta Siallagan Simpan Rumor Kanibalisme Suku Batak TobaLokasi yang konon merupakan tempat pemenggalan kepala para terdakwa (Elvrida for IDN Times)

Huta Siallagan merupakan sebuah perkampungan yang berada di Kecamatan Pindaraya, Kabupaten Samosir. Untuk menuju ke sana, wisatawan yang berangkat dari Medan dapat menempuh perjalanan kurang lebih selama 7 jam.

Ada 2 rute yang bisa ditempuh. Yang pertama dari Jalan Pematang Siantar-Parapat dan melakukan penyeberangan menggunakan kapal di Pelabuhan Ajibata, kemudian yang kedua wisatawan dari Medan bisa menempuh jalan via Pangururan yang memakan waktu lebih lama.

“Huta Siallagan itu erat berdampingan dengan budaya dan tradisi. Ini yang perlu kita kenalkan sama orang lain bahwa ternyata ada maknanya kenapa tradisi itu dituturkan. Masyarakat di sana ramah, karena kehadiran wisatawan juga dapat membantu meningkatkan ekonomi mereka,” ujar Elvrida.

Saat pengunjung datang ke sana, mereka dapat menggunakan jasa pemandu wisata lokal. Nantinya para pemandu wisata akan menjelaskan pula bahwa di tempat tersebut sarat akan sejarah. Baik sejarah hukuman masa lampau maupun rumor tentang kanibalisme masyarakat suku Batak Toba

“Daya tarik di sana, baik masyarakat lokal maupun pemandu wisata selalu menyuguhkan cerita-cerita magis, termasuk di tempat tersebut para terdakwa dihukum mati dan kepalanya digantung di pintu masuk. Sebagai wisatawan kami diingatkan harus menjaga sikap dan jangan melanggar aturan. Karena kalau ada omongan meleset saja, roh itu datang dan bakal ada yang kesurupan,” ujarnya.

3. Masyarakat Batak Toba di Huta Siallagan dirumorkan masyarakat pernah makan jantung, hati, dan darah manusia di masa lampau

Wisata Huta Siallagan Simpan Rumor Kanibalisme Suku Batak TobaTempat persidangan masa lampau di Huta Siallagan yang menjadi obje wisata (Elvrida for IDN Times)

Kemasyhuran rumor masyarakat Batak Toba yang dahulu pernah melakukan praktik kanibalisme (Antropofagi), memantik atensi Peneliti Budaya asal Medan, Dedi Andriansyah. Ia bersama timnya pernah melakukan penelitian di desa wisata adat itu.

Hal yang menurutnya menarik dari Huta Siallagan adalah aspek historis yang berkembang di sana. Mulai dari pemenjaraan, persidangan, hingga pemenggalan kepala para terdakwa yang konon melawan dan mangkir atas aturan adat. Tak hanya para terdakwa, bangsa asing seperti penjajah dari Belanda juga dirumorkan pernah dibunuh dan hati beserta jantungnya dimakan.

“Berdasarkan penceritaan masyarakat, memang ada prosesi pemenggalan di Huta Siallagan kepada para terdakwa yang mangkir dari aturan adat. Mereka juga diambil jantungnya, hatinya, hingga darahnya turut diminum. Jadi ada beragam versi yang mewarnainya,” kata Dedi Adriansyah kepada IDN Times.

Rumor suku Batak Toba yang pernah melakukan praktik kanibalisme di masa lampau telah diangkat oleh berbagai tokoh lewat buku-bukunya. Seperti Thomas Stamford Raffles, Nomensen, hingga Uli Kozok yang menyebutkan jika dahulu sisi lain suku Batak Toba yang mereka temui ialah primitif dan kanibal. Cerita inilah yang kemudian terus diangkat oleh masyarakat lokal sehingga membuat beberapa objek wisata adat di Huta Siallagan terkenal dengan rumor Antropofaginya.

“Kalau dari kacamata antropologi, sebuah tempat atau sebuah benda itu kan sifatnya profan alias tidak ada nilai. Yang membangun nilainya ya konstruksi berpikir manusia. Jadi sebenarnya kalau tidak ada konstruksi berpikir dalam bentuk narasi cerita, kepercayaan lokal, atau tradisi lisan, sebuah tempat itu ya sekadar tempat. Tapi kemudian untuk menciptakan dan membantu daya dukung wisata, dalam kacamata antropologi itu hal yang lumrah menghidupkan seperti itu,” lanjutnya.

4. Rumor masyarakat Huta Siallagan kanibal di masa lampau memperkaya tradisi lisan dan membawa keuntungan pariwisata

Wisata Huta Siallagan Simpan Rumor Kanibalisme Suku Batak Tobapara wisatawan dibimbing oleh pemandu wisata lokal berkeliling di Huta Siallagan (Elvrida for IDN Times)

Rumor yang mengatakan jika masyarakat di Huta Siallagan dahulunya kanibal, menjadi pemikat para wisatawan. Narasi itu juga yang kerap dituturkan para pemandu wisata ketika para pelancong itu singgah.

“Saya menganggap ini kekayaan dari tradisi lisannya masyarakat lokal. Tradisi lisan itu semakin dia tidak jelas kebenarannya dan tidak bisa diungkap, maka semakin kuatlah dalam mempengaruhi daya hidup cerita itu di tengah masyarakat. Itulah yang membuat dia semakin hidup. Rumor kanibalisme adalah hasil berpikir masyarakat di masa lampau yang menurut saya ada tujuan. Kenapa itu kemudian dimunculkan narasi si ketua adat memakan jantung dan hati si terdakwa? Ini sebenarnya pengontrol. Bahwa jangan sampai ada yang melawan aturan adat,” jelas Dedi.

Lebih lanjut Dedi menjelaskan jika rumor kanibalisme itu menjadi suatu kekayaan yang berhasil dimanfaatkan masyarakat lokal. Di satu sisi dari hal tersebut bisa mendatangkan benefit untuk kemajuan pariwisata di sana.

“Karena memang tujuannya daya tarik wisata, akhirnya penelitian kami juga memakai teori dekonstruksi Derrida dan hiperealitas. Simulakranya ialah praktik si pemandu wisata itu yang menceritakan ada pemenggalan kepala hingga praktik kanibalisme. Stigma bahwa dahulu mereka kanibal tidak ditolak oleh masyarakat adat setempat. Bahkan stigma itu tetap dijaga karena dianggap membantu daya dukung pariwisata Huta Sialagan sendiri,” jelas Peneliti Budaya dari Universitas Negeri Medan itu.

5. Meskipun rumor kanibalisme diyakini masyarakat secara masif, namun belum terdapat bukti empirisnya

Wisata Huta Siallagan Simpan Rumor Kanibalisme Suku Batak TobaSalah satu patung orang dipasung di Huta Siallagan (Elvrida for IDN Times)

Dedi kembali menambahkan jika prosesi pemenjaraan hingga persidangan di Huta Siallagan benar dilakukan di masa lampau. Ia mengatakan hal tersebut sebagai bentuk hukuman bagi para dukun hingga masyarakat yang melawan aturan konvensi adat. Namun, dalam penelitian mereka, praktik kanibalisme yang dilakukan belum memiliki bukti empiris.

“Temuan kami, sebenarnya belum ada hal empiris dalam rumpun keilmuan arkeologi yang menunjukkan bahwa benar adanya praktik kanibalisme. Tinjauan arkeologi itu untuk melihat apakah ada percikan darah di masa lampau, melalui itulah bukti empirisnya. Ternyata sampai hari ini belum ada penelitian ke arah sana. Sudah ada penggagasan dari balai arkeologi dulu, cuma belum dapat izin dari masyarakat atau pemuka adat setempat,” jelas Dedi.

Meskipun belum terdapat bukti empiris tentang adanya praktik kanibalisme masa lampau, Dedi memandang narasi yang dituturkan tersebut sebagai tradisi lisan dan memiliki peranannya tersendiri. Termasuk berfungsi sebagai kontrol sosial.

“Ini sebenarnya kontrol sosial juga kepada masyarakat bahwa jangan ada yang melanggar apa yang diperintahkan ketua adat. Itulah yang dinamakan strategi masa lampau,” pungkasnya.

Baca Juga: Ini Jadwal Lengkap Pertandingan PON 2024 di Sumut

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya