Barumun Nagari Wildlife Sanctuary, Bertahan Demi Kehidupan Gajah

Medan, IDN Times- Kawasan wisata edukasi Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS) terletak di Desa Batu Nanggar, Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara turut terkena dampak akibat pandemik COVID-19.
Wisata edukasi yang terkenal sebagai tempat perlindungan satwa gajah ini kehilangan 70 persen pengunjungnya. Bahkan, untuk wisata mancanegara sama sekali tidak ada, pada dua tahun terakhir.
Direktur Barumun Nagari Wildlife Sanctuary, Henry Sukaya Wijaya, mengatakan sulitnya mendapatkan pengunjung juga secara tidak langsung berdampak terhadap kebutuhan pangan gajah. Biaya kunjungan yang bisa digunakan untuk membantu pemenuhan pangan menjadi berkurang. Menurut Henry, gajah harus memenuhi asupan pangan 10 persen dari berat badannya.
“Jadi untuk berat badan gajah dua ton, makanannya itu normalnya 200 kilogram, sayur dan buah. Di tengah pandemik ini, kami bilang ke pengunjung begini lah situasi kami, semua serba sulit. Kami harapkan dari hasil perkebunan untuk pakan gajah,” ujarnya kepada IDN Times, Jumat (18/3/2022).
1. Dari kawasan sawit menjadi kawasan konservasi gajah

Henry menceritakan area BNWS dulunya merupakan perkebunan sawit yang dikelola untuk keperluan bisnis. BNWS berada di lahan 400 hektare yang ditutupi oleh Sabana.
"Dulunya ini lahan perkebunan sawit pribadi milik orangtua saya, Kasim Wijaya, seorang pengusaha sawit. Begitu saya kemari, saya lihat ekosistemnya masih baik, saya tertarik untuk menjaganya," ujar Henry.
2. Awalnya hanya enam gajah kamtib, namun saat ini ada 15 gajah di BNWS

Di BNWS, awalnya hanya ada enam gajah kamtib. Gajah-gajah tersebut dibiarkan hidup bebas di area ini. "Pertama hanya enam gajah kamtib yang ada di sini, tapi kondisi mereka sangat memprihatinkan saat itu. Badannya kurus-kurus dan tidak dapat asupan vitamin. Jadi gajah itu dibawa ke wilayah sekarang ini," ucapnya.
Namun saat ini jumlah gajah bertambah menjadi 15 ekor. Gajah-gajah tersebut berasal dari beberapa pusat pelatihan gajah di provinsi Sumatera Utara.
"Kemudian progress gajah-gajah di sini sangat baik. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mengantarkan kembali beberapa gajah. Mereka lebih cocok di sini, untuk pakannya lebih maksimal," tuturnya.
"Gajah jantan bernama Dargo, Bongkar, Dwiki dan Sultan. Kemudian, gajah betina ada Tanti, Aini, Opi, Dame, Ratna, Chai dan bayi gajah Fitri, Lia dan Uli," sebut Henry.
Kecintaan akan gajah bermula dari kesenangan memelihara satwa dan tumbuhan. Henry mengaku mempelajari bagaimana hewan dan tumbuhan dapat hidup dan tumbuh bersama manusia.
Dari itu, ia mencoba untuk berinteraksi dengan kawanan gajah. Pada akhirnya ia mendalami bagaimana proses hidup gajah di alam liar. “Di BNWS semua berusaha mensejahterakan gajah,” ujarnya.
3. BNWS dikenal sebagai salah satu lokasi wisata edukasi gajah di Sumatra Utara

Pada 2018, BNWS resmi menjadi Organisasi Konservasi Indonesia. Kini BNWS dikenal sebagai salah satu lokasi wisata edukasi gajah di Sumatra Utara. Secercah harapan muncul ketika kawasan itu ditetapkan sebagai area konservasi. Wisatawan dari luar negeri mulai melirik untuk belajar tentang gajah.
“Wisatawan mancanegara berasal dari Jerman, Belanda, Australia, Swedia, Inggris, Perancis, Spanyol, Swiss, Ceko, Brazil, Amerika, dan Singapore. Namun sejak adanya pandemik tidak ada pengunjung dari luar negeri,” ujarnya.
4. Kalau beruntung, tamu bisa melihat Siamang, Kijang, dan satwa lainnya

Adapun tarif biaya yang dibanderol sebesar Rp500 ribu per orang untuk satu hari. Namun skemanya pengunjung disarankan untuk menginap selama 3 hari 2 malam. Konsep yang dibangun di BNWS yakni pendekatan wisata keluarga, edukasi, hingga safari bersama mengelilingi area konservasi.
“Paket ini sudah termasuk 3 kali makan, pagi, siang dan malam ditambah safarinya. Kalau menginap lebih baik, karena lebih banyak explorernya. Wisatawan juga diajak buat suplemen, lalu dikasih ke gajah. Ada berbagai kegiatan tapi semua untuk gajah,” kata Hendry.
Selama pendampingan wisatawan yang masuk ke area BNWS diberi beberapa fasilitas, salah satunya, interaksi langsung dengan gajah ketika melakukan safari. Lokasi safari yang disediakan, kata Henry berada di area perbukitan. “Kalau beruntung, tamu bisa melihat Siamang, Kijang, dan satwa lainnya,” ujar Hendry.
Saat ini, kata Henry, pengunjung yang datang per harinya dibatasi 10 orang untuk bisa masuk ke area konservasi.
"Jumlah tamu yang terbanyak di tengah pandemik berjumlah 10 orang. Dulu 30 orang, tetap dibatasi," tuturnya.
5. Di masa pandemik, pihak BNWS isi waktu dengan merawat gajah

Selain berdampak terhadap satwa gajah. Pandemi juga secara langsung berdampak terhadap kondisi pekerja. Menurut Henry, pihak BNWS mencoba tetap mempertahankan pekerja meski kondisi untuk membiayai pekerja sulit.
Selama pagebluk ini pihaknya sempat kebingungan mengelola wisata untuk mendapatkan pengunjung. Padahal pihaknya telah menjamin penerapan protokol kesehatan yang ketat.
“Tamu yang datang walaupun kecil otomatis bisa membantu kami,” ungkapnya.
Walaupun dalam kondisi serba sulit. Di masa pandemik, pihak BNWS isi waktu dengan merawat gajah. "Karena wisatawan lagi kosong jadi kesempatan untuk merawat gajah," ujarnya.
Upaya untuk mendatangkan pengunjung belum juga berhasil meski pemerintah mencoba meniadakan penggunaan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dan antigen. “Belum kelihatan karena baru dimulai,” katanya.
Ia berharap pandemik ini berakhir dan wisatawan mulai berdatangan. Selain itu, Henry juga ingin terus mempertahankan kekayaan alam dan para gajah yang masih bertahan di wilayah BNWS. Ia tidak ingin para gajah tersebut mati dan meninggalkan sejarah yang hanya bisa didapatkan di buku-buku ataupun museum.
“Karena ini kan satwa yang dilindungi dunia, harapan saya jangan lah ini punah, jadi mau lihat gajah harus ke Thailand, padahal kita punya. Harapan saya, kita bahu membahu karena kalau saya sendiri tidak bisa,” pungkas Henry.