TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Manabur Bonih, Adat Masyarakat Toba yang Kini Mulai Lestari Lagi

Narasi dari Desa Wisata Sigapiton

Manabur Bonih (menabur benih), adat Masyarakat Toba yang mulai dilestarikan lagi karena terancam hilang (IDN Times/Prayugo Utomo)

Toba Samosir, IDN Times - Suara kicau burung beradu di atas pohon. Angin yang begitu sejuk menyapu, ke atas perbukitan.

Desa Sigapiton memang memberikan pengalaman berbeda. Pemandangannya bak lukisan jika dilihat dari atas. Yang terbaik adalah dari The Kaldera Toba Nomadic Escape. Wisata kembara yang tengah digeber pemerintah.

Seperti namanya, letak Sigapiton berada pada ngarai diapit dua bukit. Paling ujung langsung berbatasan dengan danau. Secara administrasi, letaknya di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir.

Minggu (2/3) pagi, warga sudah berkumpul di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) setempat. Menggelar ibadah rutin.

Di halaman gereja, sudah terpasang tenda berbalut kain putih. Selesai ibadah, musik gondang beradu dengan penyanyi. Selaras dengan seruling yang menjadi pertanda dimulainya adat Manabur Bonih (red: Menabur Benih).

1. Para Inang membawa tandok berisi benih padi

Para ibu-ibu membawa benih di dalam Tandok yang dibawa di atas kepala (IDN Times/Prayugo Utomo)

Para warga langsung berkumpul ke tenda. Di antaranya ada yang langsung menari mengikuti irama musik.

Ulos tersemat di pundak mereka. Sedangkan kaum Inang (red: ibu) lengkap dengan kebaya brokat, dan tandok di atas kepala.

Tandok (keranjang anyaman) berwarna-warni itu berisi benih padi. Benih itu nantinya akan ditaburkan ke ladang mereka.

Acara pun dibuka dengan petuah para Raja adat dari Bius Siopat Marga. Terdiri dari marga Sibutarbutar, Sirait, Manurung dan Nadapdap.

2. Para inang turun ke ladang dan langsung menebar benih diiringi doa-doa

Manabur Bonih (menabur benih), adat Masyarakat Toba yang mulai dilestarikan lagi karena terancam hilang (IDN Times/Prayugo Utomo)

Setelah mendengarkan petuah, gondang kembali  mengiring. Para inang berbaris rapi. Lengkap dengan tandok yang dibawa di atas kepala. Turun ke bawah, ke arah perladangan.

Di sana ada sepetak lahan yang sudah disiapkan untuk tempat menebar benih. Para Tetua Adat juga ikut.

Sampai di sana, para Tetua Adat kembali menyampaikan nasihatnya. Beberapa ibu-ibu mengambil cangkul untuk menggemburkan tanah.

Satu per satu perwakilan Bius Siopat marga menaburkan benih. Sebelum menebar benih doa-doa dipanjatkan. Berharap, benih yang tumbuh bisa berguna untuk masyarakat.

Setelah para Tetua Adat, penaburan benih juga dilakukan aparat pemerintahan. Mulai dari desa, kabupaten, Badan Otorita Pariwisata Danau Toba (BOPDT). Sejumlah pejabat kementerian yang hadir di antaranya, Deputi Kemenko Maritim dan Investasi Odo Manuhutu, Perwakilan Kementerian Luar Negeri Agung Kurniadi, Ketua Tim Percepatan Pengembangan 10 Destinasi Prioritas Hiramsyah S Thaib.

Baca Juga: Menteri Luhut Ingin Masyarakat Danau Toba Ramah pada Wisatawan

3. Jambar dibagikan sebagai tanda penghormatan

Setelah menabur benih, masyarakat membagikan jambar berupa kerbau yang sudah disembelih (IDN Times/Prayugo Utomo)

Setelah menabur benih, warga kembali ke tenda. Acara dilanjutkan dengan pembagian jambar. Yang dijadikan jambar adalah kerbau yang sudah di sembelih.

Kerbau dipotong menjadi beberapa bagian. Untuk kemudian dibagikan kepada masing-masing perwakilan. Bagian yang dibagikan juga disesuaikan kepada siapa yang menerimanya. Bukan hanya masyarakat adat, perwakilan pemerintah juga dapat bagian jambar.

“Jambar itu untuk menghormati raja-raja yang ada di sini. Selain itu Jambar juga dibagikan kepada anak borunya,” ungkap Kepala Desa Sigapiton Hisar Butarbutar.

Usai membagikan jambar, warga kemudian menortor berhadap-hadapan. Sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan.

4. Manabur Bonih terancam hilang ditelan zaman

Manabur Bonih (menabur benih), adat Masyarakat Toba yang mulai dilestarikan lagi karena terancam hilang (IDN Times/Prayugo Utomo)

Di balik sakralitas Manabur Bonih, faktanya adat ini nyaris hilang. Bahkan Hisar mengatakan, sudah 40 tahun lebih Manabur Bonih tidak pernah dilaksanakan di Sigapiton. Padahal, Manabur Bonih punya makna mendalam bagi masyarakat.

“Manfaatnya di sini adalah untuk mengambil kebersamaan. Selama ini kita ingin memperbaiki silaturahim antar warga. Jadi supaya makin erat silaturahim warga Sigapiton ini,” ungkapnya.

Selain itu, tujuan Manabur Bonih adalah pengharapan. Para petani berharap adat yang dilaksanakan bisa memberikan limpahan panen dengan berkat Tuhan.

Baca Juga: Ke Danau Toba, Menpar Wishnutama: Keindahannya Tak Kalah dari Eropa

Berita Terkini Lainnya