TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Masjid Badiuzzaman Sunggal, Dibangun dengan Ribuan Putih Telur

Sudah ada 60 tahun sebelum Indonesia merdeka

Masjid Badiuzzaman di Kecamatan Medan Sunggal (IDN Times/Indah Permata Sari)

Medan, IDN Times - Ada beberapa masjid tua di Sumatera Utara. Salah satu yang menarik adalah  Masjid Badiuzzaman. Masjid ini didirikan 60 tahun sebelum Indonesia Merdeka, yaitu tahun 1885.

Masjid Badiuzzaman didirikan oleh Raja Sunggal (yang juga disebut Raja Serbanyaman), bernama Datuk Diraja Badiuzzaman Sri Indra Pahlawan Surbakti, merupakan Raja VII dari Kerajaan Sunggal.

Seorang pengamat sejarah dari UINSU, Safruddin menjelaskan bahwa masjid tersebut didirikan pada masa peperangan Sunggal (Perang Songgal, sarjana Barat menyebutnya dengan “Batak Oorlog” karena Medan pertempurannya kebanyakan berada di wilayah pegunungan yang didiami oleh suku Batak Karo.

Baca Juga: Sejarah Masjid Raya Al Mashun, Bukti Eksistensi Kesultanan Deli

1. Ribuan putih telur digunakan sebagai bahan perekat masjid Badiuzzaman

Masjid Badiuzzaman di Kecamatan Medan Sunggal (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dalam kisah masjid Badiuzzaman, peperangan terjadi antara tahun 1872 (15 januari 1872- 1895). Pada masa itu Belanda melarang masuknya semen ke kawasan teritorial Sunggal, hingga bangunan dengan menggunakan semen terkendala. Masjid yang dibangun tidak menggunakan semen dalam perekat bangunan antara pasir dan batunya, tetapi menggunakan putih telur.

“Ada ribuan putih telur yang digunakan. (dalam sejarah memang banyak bangunan yang menggunakan putih telur saat semen saat itu tidak ada),” jelasnya.

2. Pada zamannya Masjid Badiuzzaman menjadi lokasi musyawarah pejuang Sunggal

Masjid Badiuzzaman di Kecamatan Medan Sunggal (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dirinya juga menjelaskan bahwa, Masjid tersebut merupakan tempat ibadah umat Islam, sekaligus lokasi untuk bermusyawarah para pejuang Sunggal dalam menyusun strategi melawan Belanda yang dilakukan secara bergerilya.

“Karenanya masjid ini tampak begitu sederhana karena memang ia merupakan bagian saksi mati yang menjadi bukti adanya perjuangan warga Medan melawan Belanda, berbeda dengan bangunan warisan rumah ibadah lain yang artistiknya lebih indah,” ungkap Safruddin.

Artinya, masjid ini harusnya menjadi satu warisan nasional yang menjadi bukti juang bangsa Indonesia melawan penjajah.

Baca Juga: Masjid Al-Osmani, Masjid Tertua di Medan Simbol Awal Kerajaan Deli

Berita Terkini Lainnya