TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jejak Bangunan GPIB Immanuel hingga Jadi Cagar Budaya

Sudah dibangun tahun 1912 GPIB Immanuel tetap terlihat kokoh

Gereja Protestan Indonesia Barat/GPIB Immanuel Kota Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Medan, IDN Times - Jika melintasi jalan Pangeran Diponegoro Kota Medan, tepatnya di depan Kantor Gubernur Sumatra Utara, kamu akan melihat sebuah rumah ibadah dengan bangunan klasik. Rumah ibadah ini dinamakan Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel Kota Medan.

Ini adalah salah satu cagar budaya Kota Medan. Berikut sejarah singkat jejak bangunan GPIB Immanuel.

1. Bangunan rumah ibadah ini dapat menampung sekitar 500 umat Kristiani

Gereja Protestan Indonesia Barat/GPIB Immanuel Kota Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Pendeta Semuel Albertus Zacharias Karinda menjelaskan bahwa Gereja Immanuel Medan merupakan gereja tertua di Kota Medan. Gereja ini dibangun pada tahun 1921, dan masih digunakan oleh umat Kristiani untuk kebaktian pada hari minggu dan hari lainnya, seperti upacara pernikahan, Misa Natal, dan lain-lain. Di dalam bangunan rumah ibadah ini, dapat menampung sekitar 500 umat Kristiani untuk mendengarkan khotbah Pendeta.

Gedung Gereja GPIB Immanuel dibangun berdasarkan arsip lembaran kenegaraan Belanda tahun 1912 nomor 497, bangunan gereja GPIB Immanuel Medan telah dibangun sekitar tahun 1912. Pada saat itu gereja tersebut merupakan tempat peribadatan anggota-anggota Gereja Protestan di Hindia Belanda yang di wilayah Indonesia dinamakan Gereja Protestan di Indonesia (GPI), dengan bahasa Belanda-nya "De Protestantse Kerk In Westerlijk Indonesie" disingkat "Indische Kerk" atau "Staatskerk" gereja tersebut diserahkan oleh Wali Kota Medan dengan hak eigendom.

"Indische Kerk" atau "Staatskerk" dibangun dengan gaya bangunan Renaissance dilengkapi dengan sebuah menara. GGedung gereja tersebut dihiasi dengan dengan jam yang indah dan sebuah lonceng yang dapat yang dapat didengar sejauh 3 km.

Baca Juga: 11 Potret Khidmat Misa Malam Natal 2023 di Gereja Velangkanni Medan

2. Tak lepas dari masa keemasan Kota Medan di awal abad ke-19

Gereja Protestan Indonesia Barat/GPIB Immanuel Kota Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Keberadaan Gereja ini tak lepas dari masa keemasan Kota Medan di awal abad ke 19. Latar belakangnya adalah perpindahan residen Sumatra Timur dari Bengkalis ke Medan pada tahun 1886.

Sejak saat itu terjadilah perubahan besar- besaran terhadap wajah kota Medan. Ketika industri perkebunan melaju pesat, dilakukan sebuah perjanjian kontrak antar Belanda dan pihak kesultanan Deli. Salah satunya adalah penyerahan landscap/tanah Kesultanan dengan Gemeente (Pemerintah Sumatera Timur) yang ditandatangani oleh Almarhum Sultan Ma'Mun Al Rasjid dan Burgemeester Wali Kota Medan pertama pada masa itu, Baron Daniel Mackay.

Setelah penyerahan itu Baron Mackay mulai membangun infrastruktur Kota Medan yang salah satunya sarana ibadah. Ibadah pun dilaksanakan setiap hari Minggu dengan jemaat di gereja ini adalah orang-orang Belanda dari kota Medan maupun yang bekerja di perkebunan dari berbagai pelosok daerah sekitar kota Medan.

3. Semasa pendudukan tentara Jepang, gedung gereja ini dipergunakan sebagai gudang

Gereja Protestan Indonesia Barat/GPIB Immanuel Kota Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dalam sejarahnya, semasa pendudukan tentara Jepang, gedung gereja ini dipergunakan sebagai gudang, sehingga para jemaat berbakti di gedung Gereformeerd (GKI Sekarang). Sesudah perang dunia ke-2, gedung gereja ini juga dipergunakan oleh jemaat dari gereja Anglican (Inggris).

Seiiring dengan semangat nasionalisme kebangsaan para Pendeta dalan wadah GPI kemudian berupaya memisahkan diri dari keterikatan pemerintah Hindia Belanda agar dapat memberitakan Injil dengan lebih leluasa maka peda tahun 1934. Sehingga, berdirilah secara mandiri GMIM (Gereja Masehi Injili di Minahataj untuk memberitakan Injil di Sulawesi Utara sampai ke Sulawesi Tengah dan GPM tahun 1935 untuk memberitakan Injil di Maluku dan Papua.

Selanjutnya, untuk wilayah provinsi Sunda Kecil pada saat itu mulai dari Pulau Sumbawa sampai NTT saat ini didirikan gereja ketiga dengan nama GMIT (Gereja Masehi Injili di Timor). Untuk membina warga jemaat yang berada di tiga gereja yang sudah mandiri tersebut kemudian dalam persidangan Proto Sinode GPI-Am diputuskan dibentuk gereja ke empat dengan nama GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) pada tanggal 31 Oktober 1948.

4. Warga jemaat pada saat itu masih mempergunakan Bahasa Belanda dalam peribadahan

Gereja Protestan Indonesia Barat/GPIB Immanuel Kota Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Warga jemaat pada saat itu masih mempergunakan bahasa Belanda dalam peribadahan. Namun, seiring dengan semangat nasionalisme kebangsaaan dengan telah merdekanya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 maka mulai tahun 1949 mempergunakan dua bahasa yakni bahasa Belanda dan Bahasa Indonesia. Pendeta pada saat itu adalah pendeta Uktolseja maka seluruh asset.

Seiiring dengan berdirinya GPIB pada 31 Oktober 1948 GPI menjadi asset GPIB, maka sejak bulan September 1959 secara resmi gedung gereja ini ("Indische Kerk" atau "Staatskerk") secara penuh menjadi milik GPIB (Gereja Protestan Indonesia Di Bagian Barat) dengan nama GPIB "Immanuel" dengan pendeta pertamanya adalah Pdt. PSouhoka. Pada tahun 60-an sudah mempergunakan bahasa Indonesia.

Berita Terkini Lainnya