Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

8 Fakta Unik Batu Lobang Sumut, Jejak Derita Rakyat Tapanuli

cuplikan terowongan batu lubang Sumatra Utara, circa 1916-20.(twitter.com/potretlawas)

Bagi siapa pun yang pernah melakukan perjalanan darat di Jalan Lintas Sumatera antara Tarutung dan kota pesisir Sibolga, nama Batu Lobang pasti tidak asing lagi. Dua terowongan megah yang menembus perut bukit cadas ini bukan sekadar infrastruktur biasa. Ia adalah penanda geografis, sebuah gerbang yang menandakan bahwa keindahan Teluk Tapian Nauli sudah di depan mata.

Namun, di balik fungsinya sebagai jalur vital, Batu Lobang menyimpan lapisan sejarah yang kelam, kisah-kisah mistis yang membuat bulu kuduk merinding, dan fakta-fakta unik yang jarang diketahui banyak orang.

Ini bukan sekadar gua, melainkan sebuah monumen hidup yang dibangun dengan darah dan air mata. Berikut adalah 8 fakta unik tentang Batu Lobang yang akan mengubah cara pandangmu saat melintasinya.

1. Bukan Dibangun, Tapi Dipahat dengan Darah dan Keringat

cuplikan ucapan selamat datang di Goa Belanda, Tapanuli Tengah(instagram.com/rina79ms)

Fakta paling mendasar dan paling tragis dari Batu Lobang adalah proses pembuatannya. Terowongan ini tidak dibangun dengan teknologi canggih, melainkan dipahat secara manual menembus bukit batu granit yang kokoh.

Pekerjanya adalah rakyat Tapanuli dan para pejuang kemerdekaan yang ditawan oleh pemerintah kolonial Belanda. Mereka dipaksa bekerja di bawah sistem kerja rodi yang kejam.

Hanya dengan peralatan primitif seperti pahat dan palu, mereka harus menaklukkan kerasnya Pegunungan Bukit Barisan. Para pekerja dipaksa bekerja tanpa henti dengan makanan yang tidak memadai, menyebabkan banyak dari mereka meninggal dunia karena kelelahan, kelaparan, atau kecelakaan kerja.

Kisah yang paling mengerikan dan terus diceritakan turun-temurun adalah bagaimana jenazah para pekerja yang tewas tidak dimakamkan secara layak, melainkan dibuang begitu saja ke dalam jurang curam di sisi terowongan.

2. Arteri Ekonomi dan Militer Kolonial

cuplikan mobil sedang menyusuri batu lubang (instagram.com/dipray07.zip)

Pemerintah kolonial Belanda tidak membangun Batu Lobang tanpa alasan. Pembangunan ini didasari oleh dua kepentingan strategis: ekonomi dan militer.

Dari sisi ekonomi, terowongan ini menjadi jalur arteri untuk mengangkut hasil bumi yang melimpah dari dataran tinggi Batak, seperti kopra dan rempah-rempah, menuju pelabuhan Sibolga yang saat itu menjadi pusat Keresidenan Tapanuli untuk diekspor.

Dari sisi militer, jalan dan terowongan ini krusial untuk mempercepat pergerakan pasukan. Infrastruktur ini memungkinkan Belanda untuk mengonsolidasikan kontrol mereka atas wilayah pedalaman Tapanuli dan menumpas perlawanan dari para pejuang kemerdekaan.

Jadi, setiap jengkal jalan ini dibangun untuk memperlancar eksploitasi dan memperkuat penindasan.

3. Misteri Waktu Pembangunan yang Simpang Siur

cuplikan bus Hindia Belanda melewati Batu Lubang tahun 1919(instagram.com/sibolgastory)

Salah satu keunikan sejarah Batu Lobang adalah tidak adanya catatan pasti kapan terowongan ini dibangun. Berbagai sumber menyebutkan periode yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan awal tahun 1900-an ,ada yang merujuk pada sebuah foto bertanggal 1915 , dan banyak juga yang menyebut era 1930-an.

Bahkan, ada narasi yang menyebutkan proyek ini dilanjutkan pada masa pendudukan Jepang, yang juga menerapkan kerja paksa dan menelan banyak korban.

Ketidakpastian ini bukanlah sebuah kebetulan. Ini adalah cerminan dari sejarah yang ditulis dari sudut pandang penjajah, yang lebih mementingkan catatan teknis daripada nyawa manusia.

Bagi masyarakat yang terjajah, sejarah tidak terekam dalam tanggal, tetapi dalam memori kolektif tentang penderitaan.

4. Terowongan Kembar yang Selalu 'Menangis'

Gua batu lubang ini merupakan salah satu peninggalan sejarah di Kabupaten Tapanuli Tengah (IDNTimes/Hendra Simanjuntak)

Secara fisik, Batu Lobang terdiri dari dua terowongan yang terpisah dengan jarak sekitar 50 hingga 70 meter. Ukuran panjangnya pun bervariasi menurut berbagai sumber, mulai dari 20-40 meter hingga pengukuran teknis yang lebih presisi. Namun, ciri khas yang paling diingat oleh para pelintas adalah suasana di dalamnya.

Di dekat terowongan, terdapat air terjun yang mengalir dari atas tebing, menciptakan lingkungan yang selalu lembap. Air terus menerus menetes dari langit-langit batu di dalam terowongan, memberikan kesan seolah-olah gua tersebut sedang 'menangis' sebuah gambaran puitis yang seolah merefleksikan sejarahnya yang pilu.

5. Klakson 'Permisi' dan Larangan Mengumpat

Gua berukuran kecil akan dilalui saat melintas dari arah Tarutung menuju Sibolga (IDNTimes/Hendra Simanjuntak)

Melintasi Batu Lobang tidak seperti melewati terowongan biasa. Ada ritual tak tertulis yang dipatuhi oleh hampir semua pengemudi: membunyikan klakson sebelum masuk.

Secara praktis, ini berfungsi sebagai peringatan bagi kendaraan dari arah berlawanan karena terowongan ini sempit dan hanya bisa dilalui satu arah secara bergantian.

Namun, secara kultural, tindakan ini dipercaya sebagai bentuk "permisi" kepada arwah para pekerja yang diyakini masih mendiami tempat itu.

Selain itu, ada pantangan kuat untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar atau mengumpat saat melintas. Mitos ini berakar dari cerita bahwa pada masa pembangunan, setiap pekerja yang berani mengumpat atau melawan mandor Belanda akan langsung dibunuh di tempat.

6. Ironi Ilmiah: Sangat Stabil Tanpa Penyangga Modern

cuplikan mobil dan sepeda motor berpapasan di batu lubang (instagram.com/travell.woman)

Di balik kisah mistis dan sejarah brutalnya, ilmu pengetahuan modern mengungkap sebuah ironi yang luar biasa. Beberapa penelitian geoteknik yang dilakukan oleh Institut Sains dan Teknologi Pardede (ISTP) menunjukkan bahwa terowongan ini dipahat pada batuan granit berkualitas "baik" hingga "sangat baik".

Analisis stabilitas menyimpulkan bahwa kedua terowongan ini sangat aman dan telah berdiri kokoh selama lebih dari 80 tahun tanpa memerlukan sistem penyangga atau perkuatan modern apa pun. Fakta ini sangat ironis.

Ribuan nyawa mungkin telah dikorbankan untuk menembus sebuah gunung yang secara geologis sudah sangat ideal dan stabil untuk dibangun terowongan. Penderitaan tak terhingga itu ternyata digunakan untuk menaklukkan formasi alam yang pada dasarnya sudah sangat kokoh.

7. Tragedi Modern yang Menggemakan Sejarah Kelam

cuplikan evakuasi pencuri kabel tower yang tewas setelah terjun ke jurang(instagram.com/polres_tapanuli_tengah)

Jurang di sisi Batu Lobang, yang menjadi kuburan massal tak bertanda bagi para pekerja rodi, kembali menjadi saksi bisu sebuah tragedi modern. Pada Juni 2025, area ini menjadi lokasi akhir dari sebuah pengejaran polisi.

Beberapa orang terduga pencuri, yang terkepung oleh warga dan aparat, nekat melompat ke dalam jurang sedalam 100 meter itu untuk melarikan diri.

Satu orang dilaporkan tewas di dasar jurang, dan insiden ini memerlukan operasi evakuasi besar-besaran yang melibatkan tim SAR.

Peristiwa ini secara mengerikan menggemakan kembali narasi sejarah tentang tubuh-tubuh yang dilemparkan ke jurang yang sama lebih dari seabad yang lalu, seolah mengingatkan bahwa aura kelam tempat itu masih terasa hingga kini.

8. Warisan Sejarah yang Menunggu Pengakuan Resmi

cuplikan sepeda motor menyusuri batu lubang (instagram.com/diprayu07.zip)

Meskipun nilai sejarahnya sangat tinggi dan menjadi saksi bisu penderitaan rakyat, hingga saat ini Batu Lobang belum secara resmi ditetapkan sebagai situs cagar budaya oleh pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun nasional.

Wacana untuk melestarikannya sebagai cagar budaya sebenarnya sudah pernah muncul beberapa kali, terutama pada masa pemerintahan bupati sebelumnya.

Rencananya adalah dengan membangun jalur alternatif (Jalan Rampa-Poriaha) agar lalu lintas padat bisa dialihkan, sehingga Batu Lobang dapat difokuskan sebagai destinasi wisata sejarah.

Namun, hingga kini rencana tersebut belum sepenuhnya terealisasi, dan Batu Lobang tetap berfungsi sebagai jalur lalu lintas utama yang sibuk, dengan segala risiko dan keunikan sejarah yang melekat padanya.

Pada akhirnya, Batu Lobang adalah sebuah paradoks. Ia adalah jalur kehidupan ekonomi sekaligus monumen kematian, destinasi swafoto yang indah sekaligus pengingat luka sejarah yang dalam.

Mengetahui fakta-fakta ini, melintasi terowongan tersebut kini bukan lagi sekadar perjalanan biasa, melainkan sebuah momen untuk merenung dan menghormati sejarah yang terukir di setiap dinding batunya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us