Ilustrasi Jersey yang dibuat Emje Apparel Lombok. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Apparel tentu juga harus memikirkan bagaimana produknya agar laku di pasaran. Salah satunya persoalan harga yang tak boleh sembarangan. Ada harga ada kualitas. Begitu anekdot yang biasa dipakai.
Harga jersey Erspo jadi kurang setimpal menurut Coach Justin karena kualitas dan desainnya yang tak istimewa. Harga jersey player issue-nya dihargai Rp1,3 juta.
Fandy dari Zeal Sport mengatakan, apparel harus melakukan survey dulu ke pasar untuk melihat seperti apa animo fans terhadap klub tersebut. Apakah punya suporter dengan jumlah yang banyak dan loyal atau tidak. Makanya jersey termahal yang dipatoknya seharga Rp280 ribu saja harga normalnya dan Rp180 ribu untuk replika. Bandingkan dengan jersey-jersey klub lain mencapai Rp500 ribuan ke atas.
"Kalau membandingkan dengan PSMS, fanatisme suporternya berbeda. Melihat data dari situ kalau terlalu tinggi, gak kemakan. Melihat trennya di beberapa tahun saat bekerja sama dengan PSDS, kalau harga tinggi yang jual kolektor dari luar Sumut. Kalau orang-orang dari Sumut, harganya di atas Rp200 ribu itu pertimbangannya banyak. Jadi kita putuskan begitu harganya," ungkap Fandy.
Sementara Dani salah seorang fans PSMS yang biasanya setiap musim membeli jersey tim favoritnya mengatakan, biasanya harga akan menentukan keputusannya membeli. "Kalau saya sih harga dan nengok kualitas jerseynya. Bagus gak kainnya. Menyerap keringat, atau desainnya unik dan bagus gak. Kalau memang keren, harga mahal menurut saya gak masalah," kata Dani.
Sedangkan kolektor jersey Persib Nays Muntahard sangat mengapresiasi penggunaan apparel lokal pada klub Liga Indonesia. Sejak lama dia sudah mengkoleksi jersey Persib baik itu yang bekerjasama dengan apparel lokal maupun luar negeri.
Dari pengalamannya memiliki setiap jersey memang ada perbedaan antara produk luar dan dalam negeri. Salah satu kekurangan apparel lokal adalah konsistensi dalam membuat jersey yang nyaman untuk masyarakat yang membeli.
"Jadi kadang dalam jahitan itu pakemnya masih tidak sama. Mungkin karena apparel lokal ini belum besar jadi beda sama luar negeri atau apparel yang punya pabrikan besar, mereka sudah ada pakem untuk membuat pakaian seperti apa. Jadi di tingkat kerapihannya lah," ujar Nays.
Lantas, sejauh apa kerja sama dengan apparel lokal bisa saling menguntungkan baik untuk klub maupun apparelnya? Atau lebih untung membuat apparel sendiri?
COO PSMS Andry Mahyar Matondang mengatakan, kerja sama dengan apparel harus menguntungkan kedua belah pihak. Jika tidak maka kerja sama itu tak efektif.
"Pasti ada pembagian profit setiap jersey yang terjual dan hak lainnya," kata Andry.
Namun dia tak merinci soal penjualan jersey PSMS musim lalu saat menggandeng apparel Northon. "Kerja samanya semusim, musim depan mungkin belum ditentukan. Kalau ada yang lebih bagus kenapa tidak dan pastinya menguntungkan," tambahnya.
Sementara manajemen klub Liga 2 Nusantara United mengatakan biasanya, klub dan apparel sama-sama punya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Misalnya kerja sama mereka dengan Mills dengan memberikan keuntungan seperti pemasangan A-Board di setiap pertandingan kandang. Kemudian, juga memasang logo Mills backdrop press conference, mixed zone interview, dan media sosial resmi @nusantarunitedfc sebagai ajang promosi.
"Terkait dengan konten kami berikan kepada seluruh sponsor agar sama-sama saling memberikan kontribusi yang baik sehingga kerja sama ini senantiasa terjalin dengan baik dan mendatangkan manfaat bagi kedua belah pihak,’’ tandasnya.
Media Officer PSM Makassar, Danang mengatakan sebenarnya keputusan PSM menjual jersey dengan apparel mandiri menguntungkan. Meski untuk menutupi pengeluaran klub belum cukup. Pasalnya klub harus mengeluarkan miliaran rupiah untuk mengarungi kompetisi.
Hanya saja strategi pemasarannya harus tepat. Sejauh ini distribusi jersey PSM masih terbatas di Makassar dan sekitarnya.Offical store Rewako hanya bisa dijumpai di Mall Nipah.
Namun pihak manajemen segera melebarkan sayap di Balikpapan karena melihat banyak masyarakat Bugis dan Makassar di sana.Penjualan online ternyata masih kalah dengan penjualan offline. Akan tetapi, penjualan akan meningkat saat menjelang pertandingan.
"Memang selama ini kalau dilihat di store itu apalagi kalau lagi match, beberapa kali kita kewalahan produksi sehingga harus produksi lagi," kata Danang.
Sekali produksi bisa menghasilkan 20 ribu jersey. Biaya produksi yang tidak sedikit, tentunya diimbangi dengan harga jersey. PSM punya jersey termahal Rp749 ribu, jersey replika yang dibanderol Rp389 ribu dan jersey fans yang diproduksi massal seharga Rp189 ribu.
Sebaliknya juga untuk apparel, kerja sama harus bisa mendongkrak penjualan produk. "Bukan malah bangga bisa sponsorin klub, kalau bisa sponsorin klub tapi tak mengangkat produk ya buat apa. Bekerja sama dengan klub itu adalah upaya strategi marketing untuk menampilkan produk, agar orang mengenal brand, yakin dengan produknya hingga mereka membeli produknya," kata Owner Riors Yudhi.
Begitupun setiap apparel punya tanggung jawab moral yang besar untuk pembuatan jersey. Masukan dari banyak pihak harus jadi bahan memerbaiki kualitas.
Seperti AZA di Persebaya yang selalu menampilkan desain ikonik. Pengamat Persebaya Dhion Prasetya menyebut di level jersey player issue, sejauh ini AZA unggul di kualitas dan desain. Risetnya jalan dan tidak anti terhadap kritikan.
"Saya masih ingat ketika awal-awal secara resmi AZA menjadi official jersey Persebaya di tahun 2018, kritikan juga melayang dari konsumen. Alih-alih anti terhadap kritik, kritikan ini diperhatikan juga untuk perbaikan di musim-musim selanjutnya," ucap Dhion.
Tulisan ini merupakan kolaborasi hyperlocal yang ditulis Doni Hermawan, Anggun Puspitoningrum, Wayan Antara, Sandy Firdaus, Ardiansyah Fajar,Rizal Adhi Pratama, Muhammad Nasir, Tama Wiguna,Tri Purnawati, Ashrawi Muin, Muhammad Iqbal, Debbie Sutrisno