Bupati Simalungun JR Saragih meninjau pasien difteri di Simalungun (Dok.IDN Times/istimewa)
Semasa kecilnya, JR Saragih mengalami masa-masa sulit. Sebelum genap berumur setahun, ayahnya meninggal dunia. JR Saragih kecil terpaksa dititipkan di rumah neneknya Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.
Setelah lulus sekolah dasar, Saragih melanjutkan pendidikannya ke Kutabaru, Kecamatan Munthe, Kabupaten Tanah Karo. Keadaan yang tidak bersahabat membuat dirinya harus berusaha sendiri, termasuk demi membiayai pendidikannya.
Ia harus bekerja serabutan. Apapun ia lakoni mulai dari kernet bus hingga menyemir sepatu. Hingga pada tahun 1984, ia berhasil menapatkan pendidikan SMP-nya.
Saragih lalu hijrah ke Jakarta sekaligus melanjutkan pendidikannya di SMA 1 Prasasti, Kemayoran, Jakarta Pusat. Tentu saja demi membiayai sekolah, Saragih tidak bisa diam saja. Ia tetap harus bekerja. Setelah pulang sekolah, Saragih melakoni pekerjaan sebagai buruh galian pasir.
Selesai pendidikan militer, Saragih langsung bertugas di lingkungan Polisi Militer Angkatan Darat (POMAD). Ia ditugaskan komandannya sebagai Dansubdenpom/Purwakarta, Jawa Barat. Kehidupannya mulai membaik saat ia menjadi tentara. Saragih bertugas di Corps Polisi Militer (CPM) Angkatan Darat dan menjadi salah seorang personel elite Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) era SBY.
Saat bertugas di Purwakarta, Saragih memperkenalkan diri dan menjelaskan kalau hatinya terketuk untuk membantu warga Purwakarta yang kesulitan dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
Ternyata ide Saragih mendapatkan sambutan hangat dari pemerintahan daerah Purwakarta. Ia pun mendirikan klinik kesehatan di Purwakarta pada tahun 2000 dengan mengandalkan uang gajinya sebagai TNI saat itu.
Siapa sangka, klinik yang awalnya hanya untuk membantu warga Puwakarta, ternyata klinik ini justru berkembang pesat hingga berubah menjadi Rumah Sakit Efarina Etaham.
Pada tahun 2008, RS milik Saragih meraih akreditasi A. Ia juga mengembangkan Akademi Keperawatan Efarina Etaham yang juga berdomisili di Purwakarta. Selain itu, pada tahun 2011 Saragih juga mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kesehatan. Kini ia tercatat sebagai Presiden Komisaris RS Efarina Etaham Grup.
Ternyata kesuksesannya di Jawa Barat tidak membuatnya berpuas diri dalam urusan bisnisnya semata. Suami dari Erunita Anggraini Tarigan ini kemudian mencoba membangun daerahnya dengan terjun ke dunia politik bersama Partai Demokrat.
Pada tahun 2010, purnawirawan TNI berpangkat letnan kolonel ini bertarung dalam Pilkada Simalungun. Ia berhasil memenangkan dengan raihan terbanyak sebesar 148.977 dari total 384.420 suara. Begitu juga dengan Pilkada 2016, Saragih kembali terpilih dengan memperoleh 120.860 suara atau 34,74 persen.
Saat menjabat Bupati, Edy Rahmayadi menjabat Pangdam I/BB. Edy pernah membela JR Saragih yang dikaitkan dalam kasus Pembalakan Hutan. Pada RDP dengan DPRD Sumut, Edy mengklaim hutan di Simalungun tersebut adalah tempat latihan militer dan akan dibangun helipad, sehingga harus dilakukan penebangan pohon.
Tak lama kemudian, JR Saragih digadang-gadang menjadi calon gubernur Sumatera Utara berpasangan dengan Ance Selian yang diusung oleh Partai Demokrat, PKB, dan PKPI untuk mengikuti Pilgub 2018. Kala itu ia berpotensi melawan Edy Rahmayadi-Musa Rajeckshah dan Djarot-Sihar Sitorus.
Namun, sayangnya mereka ditetapkan tidak lolos seleksi dalam penetapan KPU Sumatera Utara karena karena tidak menyertakan fotokopi ijazah yang telah dilegalisir.
Keputusan KPU Sumatera Utara itu jelas menciptakan polemik. Karena sebelumnya dengan dokumen yang sama JR Saragih berhasil memenangkan Pilkada sebagai Bupati Simalungun selama 2 periode. Atas status tersebut, Saragih berjuang mendapatkan haknya untuk bisa lolos dan ikut Pilgub Sumatera Utara yang digelar pada Juni 2018.