Menyelami SSB-Akademi Sepak Bola Tanah Air, Dari Sini Mimpi Berawal

Mengandalkan pemasukan utama dari iuran siswa dan swadaya

Kaki-kaki kecil itu berlari lincah. Saling mengejar dan berebut menendang si kulit bundar.  Dengan kostum kebanggaan mencari kemenangan. Dari sinilah mimpi menjadi pesepak bola dimulai. Sekolah sepak bola (SSB) atau akademi sepak bola menjadi awal dari pembinaan sepak bola dari akar rumput.

Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, dan bintang sepak bola internasional lainnya juga mengawali mimpinya dari SSB dan akademi. Di tanah air, ada Bambang Pamungkas, Boaz Solossa hingga Egy Maulana Vikri juga lahir dari SSB dan akademi sepak bola.

Ya, begitu pentingnya SSB dan akademi sepak bola menjadi tempat untuk membentuk dasar sepak bola anak. Maka, tak heran hingga di pelosok negeri ini SSB maupun akademi sepak bola tersebar.

Namun bukan hal mudah bagi sebuah SSB untuk tetap eksis dan membina para pesepak bola usia dini. Banyak juga SSB maupun akademi yang harus tutup karena tak mampu bertahan dan kekurangan siswa. Namun tak sedikit juga yang tetap eksis untuk mewadahi dan membentuk dasar sepak bola anak Indonesia.

Berikut cerita perjuangan SSB maupun akademi untuk bertahan dan mencoba mengembangkan bisnis di sejumlah daerah tanah air.

Perjuangan membentuk SSB dan akademi sepak bola tidak mudah

Menyelami SSB-Akademi Sepak Bola Tanah Air, Dari Sini Mimpi BerawalSSB Baturetno.(www.facebook.com/SSB Baturetno Bantul)

Berawal dari hanya berjumlah empat orang dan berlatih di halaman rumah, Akademi Sepak Bola Utamasia lahir di Medan. Di rumah Donny Fernando Siregar, mantan pemain berpengalaman di Liga Indonesia itu awalnya hanya melatih anaknya. Tapi hal itu menarik minat rekan-rekan mantan pemain PSMS, Persijap dan PSIS itu agar anak mereka juga ikut dilatih. 

Dari empat, berkembang hingga 10 anak. Akademi Utamasia pun berdiri tahun 2020. Saat itu masa pandemik. Latihan dipusatkan di Lapangan Boca Junior di kawasan Medan Johor.

“Kami sepakat fondasi sepak bola anak-anak usia dini ini harus benar, harus diajarkan dengan metode yang tepat dan sesuai dengan tumbuh kembang anak, tidak bisa semua disamaratakan. Karena mereka datang dari basic dan pengalaman yang berbeda,” kata Pelatih dan salah satu founder Akademi Utamasia, Donny Siregar.

Dalam waktu singkat, Utamasia yang tergolong baru di Medan berkembang pesat. Dengan pendaftaran Rp300 ribu (mendapat jersey) dan uang iuran per bulan Rp150 ribu, akademi ini menyediakan waktu latihan tiga kali sepekan. "Saat ini sudah ada 100 lebih siswa. Kita juga punya 10 pelatih. Masing-masing memegang 10 anak sehingga bisa lebih fokus," kata CEO Utamasia, Ari Febrian.

Perjuangan merintis SSB hingga berkembang pesat juga dilakukan tiga penggila bola di Yogyakarta. Adalah Jaka Suyana, Suni dan Sarjaka yang punya ide membuka SSB untuk membina anak-anak usia dini di Yogyakarta. SSB Baturetno pun berdiri pada 1999 di Banguntapan, Kabupaten Bantul. 

"Ya, gara-gara tiga orang 'gila' bola ini akhirnya SSB Baturetno lahir di tahun 1999 silam," ucap Jaka Suyana, salah satu pendiri SSB Baturetno ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (26/11/2022).

"Jadi saya dan Pak Sarjaka ini dulu merupakan wasit nasional kala itu, sehingga terbilang uangnya lumayan banyaklah. Maka tercetuslah gagasan mendirikan SSB Baturetno yang dahulu menggunakan lapangan Wiyoro untuk latihan," ungkapnya.

"Awal-awal tahun 2006 ini untuk belajar di SSB Baturetno hanya mengeluarkan duit Rp2 ribu. Jadi yang tombok paling banyak ya kita bertiga ini, tapi ndak papa, wong baru berjuang," imbuh Jaka.

Seiring waktu, SSB Baturetno semakin dikenal luas. Atlet juniornya juga dilirik oleh klub-klub sepak bola profesional. Oleh karenanya, semakin banyak orangtua yang menyekolahkan anaknya ke SSB Baturetno. Jaka mengatakan, SSB Baturetno kini memiliki 300 siswa.

"Kita itu berkembang pesat setelah ada bantuan Rp500 juta dari Kemenpora untuk memperbaiki sarana dan prasarana yang ada di Lapangan Wiyoro, sehingga menjadi tempat yang representatif untuk latihan sepak bola," ujarnya.

Dengan semakin banyaknya siswa yang belajar di SSB, Lapangan Wiyoro tak lagi muat menampung peserta latihan. Pihaknya pun menyewa sejumlah lapangan sepak bola di kawasan Banguntapan hingga lapangan milik Paskhas TNI AU.

Pada usia 19 tahun, keberadaan SSB Baturetno telah melahirkan pemain-pemain sepak bola yang kini bermain di klub-klub sepak bola profesional, seperti Mitra Kukar hingga RANS United. Sejumlah pemain SSB yang kelihatan sangat menonjol juga menjadi lirikan bagi klub profesional untuk diajak bergabung meski hanya berlatih untuk tim juniornya.

Baca Juga: Erik Saputra, Pemoles Bakat Pemain Muda di Akademi PSM Makassar

Operasional butuh biaya yang tidak sikit, banyak yang masih mengandalkan dari iuran saja dan pas-pasan

Menyelami SSB-Akademi Sepak Bola Tanah Air, Dari Sini Mimpi BerawalDok.IDN Times/istimewa

Operasional di SSB dan akademi juga tidak sedikit. SSB Baturetno setiap bulan harus menghabiskan puluhan juta.

"Kita saat ini memiliki sekitar 15-16 pelatih yang setiap bulannya kita beri gaji. Total untuk operasional dalam satu bulan menghabiskan anggaran sekitar Rp 25-30 juta," ucapnya.

Saat ini manajemen SSB Baturetno sudah dipegang oleh profesional, bukan lagi dari anggota keluarga pendiri SSB seperti pada awal SSB berdiri. Oleh karenanya, manajemen keuangan benar-benar transparan dan profesional.

"Jadi untuk siswa yang akan mendaftar ke SSB Baturetno dikenakan biaya pendaftaran Rp500 ribu dan memperoleh kaos dan celana seragam serta kaos kaki. Kemudian, setiap mau latihan harus membeli tiket Rp13 ribu untuk sekali latihan. Dari uang itu kita gunakan untuk operasional," ucapnya.

Selain itu, ketika SSB Baturetno memenangkan kejuaraan, 10 persen hadiahnya masuk ke kas SSB Baturetno. "Tapi ada juga penggemar sepak bola yang membantu sarana dan prasarana seperti bola atau peralatan lainnya untuk menunjang latihan sepak bola," ucapnya.

Memang banyak yang masih mengandalkan dana swadaya. Finansial utama dari iuran para siswa. 

"Kalau kami belum murni ke bisnis, karena hobi kita aja. Dari sisi pembiayaan ya itu dari kami dan iuran siswa bulanan," kata Aam Muharam, Owner Benteng Muda Indonesia Football Academy.

Tak hanya pada biaya operasional sekolah, para founder dan orangtua siswa pun akan urunan setiap kali  BMIFA mengikuti turnamen atau kompetisi.

"Kebanyakan SSB di daerah seperti ini, kalaupun SSB nya mapan itu karena punya pemilik yang modalnya kuat. Tapi bukan murni bisnis SSB nya," kata dia

Beberapa klub pun menyebar di beberapa daerah dan mau bekerja sama dalam pencarian bakat atau calon pemain. Sayangnya, jarang ada klub yang mau ikut membantu dalam manajemen hingga sponsorship para SSB.

Sederet nama pemain terkenal seperti pemain tim nasional puteri, Zahra Musdalifah sudah dicetak SSB ini, berkat pola dan kurikulum yang mereka terapkan.

Sementara Akademi Utamasia meski baru seumur jagung mengakui sudah meraup profit. Meski belum signifikan. Mereka juga sudah dapat investor. "Gaji dan operasional pakai iuran SPP. Sementara investor untuk sekolahkan pelatih dan belanja aset. Dari investor sudah membiayai lisensi 8 pelatih," kata Ari, CEO Akademi Utamasia.

"Investasi di bidang pendidikann selalu menarik, baik itu pendidikan formal maupun nonformal seperti SSB ini. Dan utk investor pasti berharap keuntungan dari investasinya walaupun gak jangka pendek. Investasi di SSB harus jangka panjang jika investor mau dapat keuntungan. Selain uangnya bakal balik, investor juga dapat promosi kan kalau berinvestasi, di sosmed, ABoard dan lainnya. Jadi patut dipertimbangkanlah berinvestasi di sini," katanya.

Baca Juga: SSB Baturetno Bantul, Berawal dari 3 Orang Penggila Bola

Akademi sepak bola juga harus memerhatikan pendidikan formal

Menyelami SSB-Akademi Sepak Bola Tanah Air, Dari Sini Mimpi BerawalPara peserta Turnamen Academy Kwarta (IDN Times/Doni Hermawan)

Selain melatih skill sepak bola, pendidikan juga jadi hal yang diperhatikan. Academy Kwarta di Deli Serdang, Sumatra Utara menjadi akademi sepak bola yang berbeda dari yang lain.

Tidak hanya pendidikan sepak bola, tapi juga ada pendidikan Al-Qur'an dan bekal agama lainnya. Mereka akan tinggal di asrama untuk mendapat berbagai pelajaran.

"Kita membangun pemain yang berakhlak dulu. Nantinya profesinya sebagai apa, pesepak bola, mau guru bisa dituntun karena ada latihan sepak bola, dan sekolah juga. Seperti pesantren modern lah," kata Pelatih Academy Kwarta, Slamet Riyadi.

Academy Kwarta juga bekerja sama dengan sekolah formal untuk memfasilitasi pendidikan siswanya. Terutama yang tinggal di asrama. "Kita bekerja sama dengan sekolah Amir Hamzah. Jadi pemain bisa tetap mendapat pendidikan sekolah. Selain itu sekolah ini memberi dispensasi jika sewaktu-waktu siswa harus absen karena mengikuti turnamen atau kejuaraan di luar daerah," tambah mantan bek PSMS itu.

Hingga kini akademi milik klub Liga 3, PS Kwarta itu berkembang pesat. Akademi ini sudah punya ratusan siswa dari berbagai kelompok umur. Mereka diberi pilihan untuk kelasn reguler atau asrama. "Untuk kelas asrama latihannya lebih rutin, satu hari bisa sampai tiga kali," bebernya.

Academy Kwarta pun kini sedang membangun lapangan latihan sendiri di daerah Pondokrowo, Percut Sei Tuan, Deli Serdang. Mereka juga baru saja membangun masjid sendiri.

Baca Juga: Geliat Sekolah Bola di Tangerang Disokong Dana Iuran Siswa

Tak semua orangtua berasal dari keluarga berada

Menyelami SSB-Akademi Sepak Bola Tanah Air, Dari Sini Mimpi BerawalSekolah Sepak Bola Haus Soccer Banjarmasin di Kalimantan Selatan. Foto SSB Haus Soccer Banjarmasin

Para siswa SSB ini tidak seluruhnya berasal dari keluarga berada. Ada beberapa siswa SSB yang berasal dari keluarga miskin yang kesulitan membayar uang iuran.

Resminya, setiap siswa wajib membayar Rp20 ribu per latihan, tetapi fakta di lapangan tidak demikian. Ada yang membayar Rp25 ribu per bulan hingga mereka yang tidak membayar iuran sama sekali.

"Tetap kami tampung, yang terpenting biaya operasional lapangan bisa terpenuhi maka latihan bisa dilanjutkan," kata Manajer SSB Haus Soccer, Indra Syafruddin.

SSB Haus Soccer pun tidak berjalan sebagai sebuah bisnis yang murni. Ia mengaku tidak terlalu mempersoalkan perolehan keuntungan dari usahanya SSB yang sudah berjalan beberapa tahun terakhir.

Setidaknya biaya operasional sekolah sudah terpenuhi, seperti sewa lapangan dan perawatan perlengkapan latihan. Bantuan sponsor Bank Kalsel pun masih berupa kostum sepak bola sebagai pendukung latihan.

Salah seorang orangtua murid bernama Nizar mengaku sepenuhnya mendukung anaknya yang bercita-cita ingin menjadi pemain sepak bola profesional. Salah satunya dengan mendaftarkannya mengikuti program latihan SSB Haus Soccer Banjarmasin.

"Semoga apa yg menjadi keinginan anak kami bisa terwujud dengan masuk di akademi sepak bola," paparnya.

Ia tak keberatan mengeluarkan banyak modal untuk kebutuhan sepak bola untuk anaknya. Misalnya mulai dari perlengkapan sepatu, kaos, uang saku, dan hingga biaya latihan di SSB. "Untuk biaya SSB sangat terjangkau sekali yaitu Rp125 ribu," sebutnya.

Baca Juga: SSB Haus Soccer Banjarmasin dalam Memupuk Olahraga Sepak Bola

Berada di bawah naungan klub tak jadi jaminan dapat sponsor

Menyelami SSB-Akademi Sepak Bola Tanah Air, Dari Sini Mimpi BerawalStadion Sumpah Pemuda markas Badak Lampung FC (IDN Times/Instagram @badaklampungfc)

Berada di bawah naungan sebuah klub sepak bola juga tak jadi jaminan untuk bisa terus eksis. Salah satunya Badak Lampung FC Soccer School hasil akuisisi SSB Lampung Sakti sejak 2019.

Sejak Juli 2022 lalu, Badak Lampung FC Soccer School kini tengah vakum sementara waktu. Mengingat, tim utama Badak Lampung FC sedang tidak berkompetisi di liga nasional, ditambah terkendala lokasi latihan sebelumnya digelar di Stadion Sumpah Pemuda PKOR, Way Halim.

"Pengelola lapangan PKOR bukan kita lagi, kalaupun mau cari lapangan lain kemungkinan kurang, sebab banyak dari mereka (siswa SSB) inginnya di PKOR. Jadi sementara kita vakum dulu, ya memang sedang tidak ada orang juga," kata Media Officer Badak Lampung FC, Imam Rizaldi.

Semasa pengelolaan manajemen Badak Lampung FC Soccer School, Imam menyebut, pihaknya murni menopang dana operasional secara independen, sehingga secara keuangan di luar manejemen tim senior dan juga mengandalkan biaya sekolah masing-masing orangtua murid SSB.

"Dari sponsor tidak ada. Dulu kalau tidak salah uang masuk pertama sekitar 500 ribuan, kalau bulanan sekitar 150-200 ribu," sambung dia.

Akademi sepak bola lain yang berafiliasi dengan klub adalah Persela Football Academy (PFA). Akademi ini ditukangi langsung oleh mantan pelatih akademi Inter Milan di Argentina, Gustavo Lopez yang sebelumnya juga merupakan pemain andalan Persela.

PFA sendiri adalah academy yang baru saja di launching setahun lalu atau pada Sabtu (5/6/2021) lalu. Meski baru di resmikan oleh Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, namun akademi ini memiliki hampir 100 anak didik.

Wakil Direktur PFA Agus Hariyono menuturkan, sejauh ini akademi PFA belum ada lulusan yang menjadi pemain timnas atau pemain yang bergabung dengan klub besar di Indonesia. Sebab akademi ini baru saja didirikan, namun ada dua anak PFA yang rencananya tahun ini bakal gabung dengan skuat Persela Lamongan.

Di PFA lanjut Agus tidak menyediakan asrama ataupun bekerja sama dengan lembaga pendidikan formal. Namun akademi ini rajin melakukan promosi ke sekolah dasar yang ada di Kabupaten Lamongan. Di akademi PFA juga menyediakan beasiswa bagi para siswa yang mempunyai talenta sepak bola untuk didik bersama PFA.

Agus menuturkan, di akademi PFA ini para siswa hanya dikenakan biaya sebesar Rp250 ribu setiap bulannya dengan fasilitas yang mereka terima ekstra puding, susu dan buah-buahan. Meski terbilang baru, namun akademi PFA ini sudah berhasil menyabet puluhan piala di kejuaraan nasional maupun tingkat Jatim.

Baca Juga: Persela Football Academy, Ditukangi Gustavo Lopez

Kesejahteraan pelatih SSB jadi perhatian

Menyelami SSB-Akademi Sepak Bola Tanah Air, Dari Sini Mimpi BerawalPelatih PSM Makassar Erik Saputra merayakan kemenangan atas Borneo FC dalam laga semifinal Elite Pro Academy (EPA) 2021 di Lapangan Sabilulungan Kab. Bandung, Rabu 24 November 2021. (Instagram.com/akademipsmmakassar)

Dampak dari berhasil tidaknya bisnis di SSB dan akademi tentu kesejarahteraan pelatih. Erik Saputra yang sukses membawa PSM Makassaar junior menjuarai Elite Pro Academy (EPA) U-18 mengakui pekerjaan sebagai pelatih SSB/Akademi tidak melimpah uang seperti yang orang banyak bayangkan.

Tapi, yang terpenting adalah bagaimana mengelola keuangan menggunakan uang iuran. "Kalau masalah menjanjikan, ya tergantung di mana kita melatih. Dan bagaimana caranya kita mengelola SSB itu dengan baik. Kalau untuk job saya, berat menjadi kaya dengan itu. Tapi untuk menyambung hidup, masih bisa," tutur Erik.

Dua dekade berkecimpung di dunia bal-balan, mantan pemain Persik dan Martapura itu mengaku profesi pelatih yang ia tekuni sekarang jadi mata pencaharian satu-satunya. Tak cuma menangani Akademi PSM alias double job harus dilakoninya.

"Saya sekarang bolak-balik Mamuju-Makassar. Sebab juga sedang melatih SSB QDR U-17, tim muda di Makassar, yang akan mengikuti kejuaraan Piala Soeratin. Pokoknya masih berhubungan dengan youth development," cerita pemegang Lisensi C AFC tersebut.

Sebagai pekerjaan yang berkaitan dengan passion, tak ada kepuasan tersendiri selain melihat sang anak asuh mulai bersinar. Salah satunya tentu saja pemanggilan Muhammad Dzaky Asraf ke Timnas Senior, padahal Dzaky juga baru pertama kali memperkuat Timnas U-20.

"Semua pelatih senang dengan pemanggilan Dzaky, termasuk saya. Tentu ini adalah buah dari kerja kerasnya selama berada di akademi. Dan ini tentu jadi motivasi untuk lebih baik, untuk kami dan juga para pemain," ucapnya.

Baca Juga: SSB Menjamur di NTB, Mampu Cetak Pemain Timnas 

Memasukkan anak di SSB dan akademi bisa hindarkan dari kegiatan negatif

Menyelami SSB-Akademi Sepak Bola Tanah Air, Dari Sini Mimpi BerawalLatihan Akademi Sepakbola Utamasia (Dok. IDN Times)

SSB dan akademi bisa tumbuh pesat seiring dengan tingginya minat orangtua dan anak soal sepak bola. Di Nusa Tenggara Barat, ada 180 SSB yang terdaftar resmi.

"Artinya, banyak sekarang orang mengidolakan pemain sepak bola. Sepak bola tidak lagi bersenang-senang semata. Tetapi sepak bola juga bisa menjadi harapan masa depan," kata Ketua Umum Badan Liga Sepakbola Pelajar Indonesia (Blispi) NTB, Muhammad Jaelan.

Kehadiran SSB juga menjadi salah satu cara meminimalisir dampak perkembangan teknologi seperti handphone (HP) pada anak. Sejak dini, orang tua sudah memasukkan anaknya ke SSB supaya aktivitasnya produktif dan terhindar dari pengaruh negatif HP.

"Untuk meminimalisir dampak buruk itu, maka orang tua yang mengerti memasukkan anaknya ke SSB. Rata-rata mereka latihan 3 kali seminggu. Dan itu cara orang tua menghindarkan anaknya ketergantungan dengan HP," terang pemilik SSB Selaparang Kota Mataram ini.

Pesatnya perkembangan jumlah SSB secara kuantitas, juga dibarengi dengan kualitas. Banyak siswa jebolan SSB di NTB yang ditarik klub sepak bola profesional liga 1 hingga menjadi pemain Tim Nasional (Timnas) Indonesia.

Salah satu jebolan SSB di NTB yang menjadi pemain Timnas Sepak Bola Wanita Indonesia adalah Baiq Amiatun Solihah. Baiq Amiatun menjadi pemain Timnas Wanita Indonesia sejak 2018 hingga saat ini.

"Kalau jebolan SSB yang perempuan sudah jadi pemain Timnas Wanita Indonesia sejak 2018, Baiq Amiatun Solihah jebolan dari Neo Angel FC. Klub sepak bola wanita di NTB juga sekarang ada 12 klub," tambah Jaelan.

Baca Juga: 5 Alasan Utamasia Cocok Jadi Tempat Latihan Sepakbola Anak-anak

Kurikulum sepak bola yang diterapkan juga harus benar

Menyelami SSB-Akademi Sepak Bola Tanah Air, Dari Sini Mimpi BerawalAnak didik SSB selaparang Kota Mataram. (dok. Istimewa)

Bicara SSB dan akademi juga bicara kurikulum. Seperti Akademi Utamasia yang menerapkan kurikulum filanesia. Kepala Pelatih Akademi Sepakbola Utamasia, Donny Fernando Siregar menjelaskan saat ini sangat sulit menemukan sekolah sepakbola di Kota Medan yang memberikan pelatihan sepakbola yang benar yang benar sesuai usia dan kebutuhan anak.

“Misalnya, anak usia 7 tahun dan 10 tahun diberikan materi pelatihan yang sama dan latihan di kelas yang sama. Ini menurut saya tidak tepat. Karena kekuatan tulang, kemampuan menangkap materi pelatihan di usia 7 dan 10 tahun itu sangat berbeda,” katanya.

Nah, di Utamasia, kata Donny, metode latihan disesuai dengan usianya. Misalnya untuk anak 7 tahun ke bawah akan menerapkan metode Main-Belajar-Main. Sedangkan pada anak 10 tahun ke atas menerapkan metode Belajar-Main-Belajar.

“Jadi anak-anak di bawah usia 10 tahun merasa latihan adalah sesuatu yang menyenangkan,” jelasnya.

Sementara Indra dari SSB Haus Soccer Banjarmasin menyebutkan, sekolahnya menerapkan kurikulum lazim dipergunakan 13 negara di dunia. Kurikulum ini berkiblat dari Buku Wiel Courver. Buku ini mengajarkan banyak hal tentang bermain sepak bola. Tak hanya cara menendang, tetapi juga tentang mendrible bola hingga berlari dalam sepak bola.

FIFA secara resmi sudah merekomendasikan materi kurikulum dalam buku ini. "Mulai cara berlari diajarkan dalam pelatihan kami. Bagaimana bisa menendang, kalau cara larinya saja salah. Ini banyak saya temui saat mengajarkan siswa yang baru masuk," ucap Indra.

Keberadaan dan perjalanan SSB dan akademi ini sangat penting untuk perkembangan sepak bola di Indonesia. Sayangnya perhatian dari pemerintah masih minim. Terutama untuk penyediaan lapangan sepak bola yang semakin hari jumlahnya terbatas.

Baca Juga: Mimpi Jadi Pesepakbola, Pemuda di Lampung Banting Setir jadi Jurnalis

Tim Penulis: Ahmad Hidayat Alsair, Febriana Sintasari, Daruwaskita, Muhammad Iqbal, Sri Wibisono, Tama Wiguna, Muhammad Nasir, Imran Saputra, Arifin Al Alamudi

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya