Mara Halim Cup 1995 (moehsesartphotojogja'14)
Turnamen ini sebenarnya bukan tradisi yang benar-benar baru. Justru, ini seperti membangkitkan kembali sebuah warisan yang pernah tertidur. Jauh sebelum ini, Medan sudah sangat akrab dengan atmosfer sepak bola internasional. Kota ini pernah menjadi tuan rumah Marah Halim Cup (1972-1995), salah satu turnamen pramusim paling bergengsi di Asia pada masanya.
Hebatnya lagi, Marah Halim Cup diakui dan masuk dalam kalender resmi FIFA mulai tahun 1974. Bahkan di era 1950-an, klub lokal PSMS Medan mendapat julukan "The Killer". Penamaan itu lahir karena rekor sangarnya saat menaklukkan tim-tim kuat dari luar negeri di Medan.
Dengan sejarah yang kaya ini, Piala Kemerdekaan 2025 menjadi jembatan antara generasi baru dan warisan masa lalu. PSSI secara tidak langsung telah membangkitkan kembali "DNA" sepak bola internasional di provinsi ini. Turnamen ini menjadi pengingat bahwa Sumatera Utara memang layak kembali menjadi salah satu kiblat sepak bola di Indonesia.
Bagi masyarakat Sumatera Utara, Piala Kemerdekaan 2025 bukan sekadar rangkaian pertandingan sepak bola. Ini adalah jawaban atas dahaga dan penantian selama 40 tahun. Gema sorak-sorai puluhan ribu penonton yang membahana di stadion seolah menyambung kembali suara sejarah dari masa lalu, masa ketika PSMS dijuluki "The Killer dengan gaya Rap-Rap nya" dan Marah Halim Cup menjadi panggung kebanggaan Asia.
Untuk generasi yang lebih tua, ini adalah nostalgia yang membangkitkan kembali kenangan manis. Namun untuk generasi muda, ini adalah bukti nyata bahwa cerita-cerita hebat tentang kejayaan sepak bola di tanah mereka bukanlah dongeng belaka. Turnamen ini telah menyalakan kembali api semangat yang sempat meredup, merajut kembali memori lama dengan harapan baru. Semoga ini bukanlah akhir, melainkan fajar baru bagi kebangkitan sepak bola Tanah Deli, mengembalikan Sumatera Utara ke tempat terhomat sepak bola Indonesia.