Highlands School, Sekolah Internasional Pertama Indonesia di Kabanjahe

Sekolah ini ditutup sejak Perang Dunia II meletus

Karo, IDN Times -  Salah satu kota yang berjarak 75 kilometer dari Medan, ternyata memiliki sekolah internasional pertama di Indonesia. Sekolah ini berdiri sekitar tahun 1926 hingga tutup tahun 1942. Namanya, Highlands School Kabanjahe yang berlokasi di Berastagi dan Kabanjahe, Kabupaten Karo.

Sekolah ini di masa kolonial Belanda, menjadi tujuan berlibur dengan ditandai banyaknya hotel dan penginapan yang ada kala itu. Semua ini terjadi berkat dibukanya jalan ke dataran tinggi Taneh Karo hingga dibukanya lapangan udara di Berastagi pada 16 September 1934.

1. Saat itu wilayah Kabanjahe banyak dihuni oleh penduduk Eropa

Highlands School, Sekolah Internasional Pertama Indonesia di Kabanjaheilustrasi sekolah (freepik.com/Freepik)

Pengamat sejarah, Eron Damanik menjelaskan bahwa saat itu perkembangan yang pesat terjadi di Sumatera Timur dibukanya ratusan perkebunan tembakau, teh, kelapa sawit, karet, industri minyak dan lainnya. Hingga, menyebabkan banyak masuknya tenaga-tenaga kerja dari Eropa dan kota-kota di Sumatera Timur juga ikut bekembang seiring dengan perputaran ekonomi yang terjadi dan kebutuhan para pekerja asing itu untuk kelangsungan hidupnya.

“Kabanjahe pernah menjadi kota yang memiliki sekolah internasional berasrama (international boarding school). Memang dulu ketika perkebunan tembakau Deli itu sukses di Deli para pengusaha internasional termasuk tidak hanya perkebunan tapi juga sekolah. Jadi misalnya di Berastagi itu kan di Kabanjahe sepanjang saya tahu ada dua disitu Boarding School. Ada dua boarding school yang pertama Kabanjahe Highland Intenasional School itu dibuka tahun 1926 dan ditutup 1942. Ketika Belanda menyerah pada Jepang dan siswanya itu yang tercatat 1942 ada 100 orang. Dan itu semuanya orang luar, Eropa. Tapi pengusaha sekolah ini orang Inggris,” jelasnya.

Sekolah ini didirikan oleh pasangan suami istri berkebangsaan Inggris bernama William Stanley Cookson dan Bernice.

Saat itu wilayah Kabanjahe atau wilayah Sumatera dan Malaya secara umum, banyak dihuni oleh penduduk Eropa.

Hal itu terjadi lantaran imbas masifnya perkebunan dan perdagangan di Sumatera dan Malaya. Dengan mendirikan sekolah Internasional disana, maka orang Eropa yang membawa anak-anaknya ke Indonesia atau Asia Tenggara, bisa menyekolahkannya ke Highlands School Kabanjahe.

2. Tempat tersebut sudah dijadikan seminarium GBKP di salah satu daerah Kabanjahe

Highlands School, Sekolah Internasional Pertama Indonesia di Kabanjahepixabay

Lanjutnya, tempat tersebut sudah dijadikan seminarium GBKP di salah satu daerah Kabanjahe.

Gurunya juga berasal dari Eropa, yang bersekolah di sini adalah anak-anak ekspatriat (pekerja asing) yang bekerja di Sumatera, Singapura, dan Semenanjung Malaysia. Para pengajarnya juga berkulit putih semua. Mereka berasal dari Amerika Serikat dan Eropa.

Selain itu juga, dahulunya ada pelayan dari Highlands School Kabanjahe ini berasal dari Indonesia suku Karo atau orang dari daerah sekitar sekolah tersebut.

Menurut Eron Damanik, keluarga pendiri Highlands School Kabanjahe pernah datang untuk mencari pelayan asal Karo tersebut.

“Anak atau cucu dari si pendiri ini pernah datang untuk mencari si pelayan itu," ucap Eron.

3. Ada dua sekolah internasional dikategorikan untuk Sekolah Dasar atau Primary School

Highlands School, Sekolah Internasional Pertama Indonesia di Kabanjaheilustrasi sekolah (freepik.com/Gpointstudio)

Highlands School Kabanjahe berlokasi tak jauh dari kantor pos dan gereja. Di dekatnya juga ada berdiri hotel, sehingga orang tua yang datang mengunjungi anaknya tak khawatir mencari penginapan. Sekolah ini berdiri di atas lahan seluas 15 acre (enam hektare).

Highlands School  murid-muridnya adalah bahagian besar dari keluarga Inggris di Sumatra dan Jawa. Sebagian besar lagi datang dari Malaka, Bangkok, Rangoon.

Tapi tidak hanya anak-anak Inggris yang pergi ke Highlands School. Ada juga orang Amerika, anak-anak yang orang tuanya berasal dari Skandinavia. Ada juga anak-anak Swiss di sekolah ini dan anak-anak Belanda ikut di sekolah ini hingga diperlukan membuat penunjukan seorang guru Belanda.

Highlands School ini sangat unik di seantero Hindia Belanda. Sekolah ini kian dikenal di seluruh “Timur Jauh,” di mana orang tua Inggris yang bekerja, bisa mengirim anak-anak mereka ke pantai timur Sumatra untuk bersekolah. Kemudian, mereka dapat pulang kembali ke tempat orang tuanya 2 kali setahun : pada libur dari 15 Desember – 15 Januari dan pada libur dari 15 Juni – 15 Juli. Mereka pulang ke rumah, sebagian besar dengan pesawat terbang, dan sebagian kecil dengan kapal laut.

Aktivitas kegiatan harian di Highlands School Kabanjahe ini berakhir di penghujung Desember 1941. Tak ada lagi siswa-siswinya yang kerap terlihat berolah raga seperti menunggang kuda di akhir pekan. Kegiatan di sekolah ini berakhir dengan pecahnya Perang Dunia II yang diawali Perang Pasifik pada 7 Desember 1941.

Eron Damanik juga mengatakan ada 2 sekolah yang terkenal, satunya di daerah Gundaling, tepatnya di Jalan Lau Gumba, Sempajaya, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.

“Sekolah itu dulu dibakar tahun 1947, karena itu dijadikan markas tentara Jepang saat itu dan itu ketika revolusi pasca kemerdekaan  di Karo. Di situ dijadikan markas dan sekutu. Tapi 2 sekolah ini melegenda. Karena di Sumut sampai tahun 1946 hanya di Karo,” jelasnya.

Kedua sekolah internasional ini dikategorikan untuk Sekolah Dasar atau Primary School.

Menurutnya, para Pribumi tidak ada yang sekolah disitu, sebab didominasi dengan bahasa Inggris.

Baca Juga: Jejak Harum Tan Malaka Didik Anak Kuli Kontrak di Deli Serdang 

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya