Gaung Makyong, Seni Pertunjukan Melayu yang Jarang Dihelat di Sumut

Seni makyong di Pantai Labu disajikan dengan sentuhan modern

Deli Serdang, IDN Times - Bermula pada suatu desa yang dipimpin oleh seorang Raja Melayu bijaksana yang memutuskan untuk mengadakan sayembara guna memutus rasa penasarannya, dikisahkan sayembara tersebut memiliki maksud untuk mencari seorang gadis pemilik selendang berwarna kuning yang ditemui Raja saat dirinya berada di sebuah pasar. Raja jatuh hati pada pandangan pertama terhadap perempuan itu dan berniat untuk menjadikannya istri, kendati dirinya belum mengenal siapa gadis jelita pemilik selendang itu.

Alur yang sangat terasa nilai istana sentrisnya ini menjadi pembuka seni makyong bertajuk "Putri Bungsu" yang dihelat di desa wisata Kampung Lama, Kecamatan Pantai Labu. Para pelakon seni makyong semuanya adalah anak-anak muda yang memiliki misi untuk memperkenalkan seni makyong ke khalayak luas.

 

1. Makyong identik dengan topeng canggai, namun kali ini disajikan dengan lebih modern

Gaung Makyong, Seni Pertunjukan Melayu yang Jarang Dihelat di SumutDrama makyong yang angkat tema istana sentris (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Seni makyong merupakan suatu drama pertunjukan khas dari suku Melayu. Makyong sendiri juga merupakan seni tradisional yang mulanya berasal dari daerah Bintan, Riau, hingga diperkenalkan di seluruh penjuru pulau Sumatra termasuk Sumatra Utara yang salah satu etnis lokalnya adalah Melayu.

Makyong diperankan oleh setidaknya 15 orang laki-laki atau perempuan yang menggunakan sebuah topeng. Topeng tersebut dinamakan topeng canggai.

"Banyak larangan-larangan yang digunakan di drama makyong. Kami mengkreasikan makyong sendiri tetap dengan tidak menghilangkan nilai tradisinya. Namun, kami menempuh proses kreatif dengan memasukkan nilai-nilai modern ke dalam drama tradisional ini," ujar Andre Ramadhani selaku sutradara drama makyong bertajuk "Putri Bungsu" ini.

Sebagai sutradara, Andre sengaja menggagas drama makyong dengan sentuhan modern yang biasa disebut makyong kreasi, namun tak serta-merta meninggalkan apa yang menjadi idealisme makyong tradisi.

"Seni pertunjukan makyong tidak ada laki-laki. Makanya di makyong rata-rata kalau ada pelakonnya itu laki-laki, mereka harus memakai topeng," katanya.

2. Dipadukan dengan ragam tari, musik, bahkan bela diri

Gaung Makyong, Seni Pertunjukan Melayu yang Jarang Dihelat di SumutTari-tarian dan meriah suara musik ikut meramaikan seni makyong (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Drama makyong "Putri Bungsu" disajikan dengan suatu perpaduan yang unik. Di mana banyak pelakonnya juga menunjukkan disiplin seni yang lain seperti menari, bernyanyi, bermusik, sampai ikut mempromosikan seni bela diri khas suku Melayu, mirip sebuah opera.

"Makyong kali ini menceritakan keserakahan seorang kakak kandung. Di mana dia tega membohongi adiknya dan menjerumuskannya. Si kakak mengaku-ngaku bahwa selendang yang disayembarakan raja itu adalah miliknya, padahal selendang itu adalah milik adik bungsunya. Ia melakukan itu demi dapat mengambil harta benda raja sekaligus menjadi istrinya," kata Andre yang merupakan mahasiswa Seni Pertunjukan Unimed ini.

Drama ini ingin menyampaikan jika segala hal yang didapatkan dengan cara yang tidak benar akan berakhir dengan tragis. Namun apabila diawali dengan niat ikhlas dan dilakukan dengan cara yang benar, maka akan mendapatkan akhir yang membahagiakan. Cerita ini menyelipkan nilai spiritual yang disampaikan secara eksplisit melalui tingkah laku dan dinamika emosi para tokohnya.

"Saya harap penonton dapat mengambil amanat dari cerita ini bahwa kita hendaknya tidak boleh melakukan suatu kebohongan, iri, sirik, bahkan serakah. Karena itu tidak baik," ujarnya.

 

3. Drama makyong jarang dihelat dan dilestarikan di Sumatra Utara

Gaung Makyong, Seni Pertunjukan Melayu yang Jarang Dihelat di SumutTerlihat pemeran utama makyong "Putri Bungsu" sedang bersedih (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Makyong yang identik dengan kemeriahan membuat drama ini memiliki ciri khasnya sendiri. Namun, banyak sekali masyarakat Sumatra Utara yang tidak tahu eksistensi drama tradisional satu ini. Padahal suku Melayu sendiri merupakan suku asli Sumatra Utara.

"Sepengamatan saya, sangat jarang bahkan hampir tidak ditemukan dihelatnya drama makyong. Namun kami bersama teman-teman jurusan seni pertunjukan konsisten mengenalkan makyong kepada masyarakat setidaknya setahun sekali," ucap Andre.

Dengan mempersembahkan drama makyong, Andre percaya jika hal tersebut dapat membantu merevitalisasi nilai kebudayaan yang ada di suku Melayu. Dirinya beserta anak-anak muda yang berkontribusi dalam drama makyong, menunjukkan bahwa mereka masih memiliki andil yang nyata dalam melestarikan budaya khususnya seni pertunjukan.

"Semoga tradisi etnis kita sendiri, makyong, lebih banyak dikenal sama masyarakat luas. Saya tentunya berharap jika drama ini semakin banyak peminatnya agar tetap lestari," pungkas pria berumur 20 tahun ini.

Baca Juga: Mengenal Hempang Pintu, Bagian dari Adat Melayu Deli

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya