USU Dinilai Lamban Tangani Kasus Dosen 'Predator' di Kampusnya  

Aktivis perempuan kembali desak bentuk TPF Independen

Medan, IDN Times - Kasus pelecehan seksual di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) belum mendapat titik terang hingga sekarang. HS, dosen yang diduga pelakunya belum juga diberikan sanksi.

Desakan demi desakan dari para aktivis terus berdatangan. Women’s March Medan kembali mendesak agar kampus membuat Tim Pencari Fakta (TPF) Independen untuk mengupas habis kasus itu.

1. Penanganan kasus yang lamban membuat kesan USU menutupi kasus pelecehan seksual

USU Dinilai Lamban Tangani Kasus Dosen 'Predator' di Kampusnya  IDN Times/Prayugo utomo

Para aktivis Woman’s Medan March mengatakan, USU terkesan lamban dalam menangani kasus itu. Padahal dalam berbagai pemberitaan terduga pelaku HS sudah mengakui perbuatannya.

Menimbulkan pertanyaan kenapa kampus belum juga mengeluarkan sanksi atau kebijakan atas kasus itu. Kampus juga dianggap pasif dalam penanganan kasus.

“Kita berharap ini bisa disuarakan. Kita melihat dalam dunia unversitas, pasif bukan menyelesaikan masalah dan bukan sifat universitas. Mereka kan juga punya kode etik. Apalagi HS sudah membuat pengakuan di tingkat jurusan. Seharusnya ini tidak dianggap ringan. Kampus secara cerdas, harusnya pro aktif . Ini harus secepatnya diselesaikan,” ujar Dina Lumban Tobing, salah satu pentolan Perkumpulan Sada Ahmo (Pesada) yang juga menjadi pendamping salah satu korban, Selasa (11/6).

Baca Juga: Dugaan Dosen USU 'Gerayangi' Mahasiswinya, PHI: Ini Bukan Hal Baru

2. TPF harus dibentuk karena pelecehan seksual kejahatan serius

USU Dinilai Lamban Tangani Kasus Dosen 'Predator' di Kampusnya  IDN Times/Prayugo Utomo

Rektor USU Runtung Sitepu kembali didesak untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) Independen. Para aktivis juga meminta HS segera dinonaktifkan.

“Sebab kasus pelecehan seksual adalah kejahatan serius, bukan kasus yang dianggap‘relatif ringan’ sebagaimana tersebut dalam laporan Ketua Program Studi Sosiologi FISIP USU. Ini kejahatan serius yang dilatarbelakangi relasi kuasa yang timpang antara dosen dan mahasiswinya, dan khususnya antara laki-laki dan perempuan. Oleh karenanya, investigasi segera mendesak untuk dilaksanakan,” ujar Dina.

TPF ini nantinya berisikan para aktivis yang concern di bidang perempuan. Dengan terbentuknya TPF menjadi jalan untuk USU kembali memperbaiki kredibilitasnya setelah namanya tercoreng dengan kasus pelecehan seksual.

“Harus secara cepat. Lepaskan semua kepentingan yang ada di dalam kampus, agar kasus ini cepat selesai. Kami percaya korbannya ada banyak yang berani berbicara,” ungkapnya.

3. Wacana HS berupaya ‘damai’ bukan solusi bagi penyintas

USU Dinilai Lamban Tangani Kasus Dosen 'Predator' di Kampusnya  IDN Times/Prayugo Utomo

Belakangan mencuat wacana upaya ‘perdamaian’ dari pelaku ke salah satu korban. Bahkan perdamaian itu diduga dilakukan dengan memberikan kompensasi berupa uang kepada korban.

Bagi para aktifis ini bukan solusi untuk korban. Meskipun, dengan upaya perdamaian itu, menunjukkan pengakuan korban yang sudah berbuat cabul.
Koordinator Woman’s March Medan Lely Zailani mengimbau para korban untuk datang dan membuat laporan ke Pesada.

“Supaya kita bisa bersama sama untuk kita hadapi kasus ini. Kita tidak sedang memperjuangkan diri sediri. Kita memperjuangkan penghapusan praktek kekerasan seksual, khususnya di kampus,” ujarnya.

Upaya damai, kata mereka, ibarat memelihara kanker yang suatu saat bisa kembali menginfeksi tubuh. Korban tidak pernah mendapat rasa keadilan. Apalagi perdamaian itu diartikan dengan memberikan uang kepada korban.

“Perdamaian tidak mengurangi apapun. Pun sampai ke pengadilan itu harusnya tidak mengurangi hukuman. Karena itu pengakuan. Dan perdamaian itu bisa menjadi luka seperti kanker yang menginfeksi,” Sambung Dina.

4. FISIP USU masih menunggu kebijakan rektorat

USU Dinilai Lamban Tangani Kasus Dosen 'Predator' di Kampusnya  IDN Times/Prayugo Utomo

Dekan FISIP USU Muryanto Amin yang dikonfirmasi mengatakan, saat ini masih menunggu pihak rektorat. Terakhir, kata dia, pihak korban sudah melayangkan surat kepada rektorat.

“Itu masih diproses lanjut, masih akan di bicarakan ulang lagi. Jadi tetap dibuat permintaan ke mahasiswa nya sudah disampaikan ke rektorat, ditangani rektor,” ungkapnya.

Surat itu, kata Muri, berupa bukti baru atau keberatan. Untuk prosesnya masih menunggu langkah rektorat.

“Jadi akan ditangani biro rektor . Yah mungkin ada proses yang harus mereka konfirmasi kembali,” tukasnya.

Dalam hal ini, sambung Muri, Dekanat FISIP hanya sebagai fasilitator. Nantinya mereka akan memfasilitasi juag apa yang dibutuhkan pihak rektorat. Soal pertemuan lanjutan dengan korban, Muryanto bilang sudah direncanakan.

“Ada, pasti ada. Mahasiswa dan dosen dan pihak prodi akan ada pertemuan,” ucapnya.

Sementara itu, Rektor USU Runtung Sitepu belum juga menjawab panggilan telepon yang dilayangkan.

5. Korban tuntut HS buat permintaan maaf terbuka dan dipecat dari kampus

USU Dinilai Lamban Tangani Kasus Dosen 'Predator' di Kampusnya  IDN Times/Prayugo Utomo

Woman’s March Medan juga menyampaikan tuntutan korban yang kini dalam pendampingan mereka. Korban menuntut agar HS membuat permintaan maaf secara terbuka. Selain itu, kampus juga didesak untuk memecat HS sebagai tenaga pengajar.

Para aktivis perempuan tidak ingin USU dengan nama besarnya malah memelihara tenaga pendidik bermoral buruk.

Sementara itu, HS yang dikonfirmasi melalui selulernya tidak menjawab. Bahkan setelah dihubungi berulangkali, nomor seluler HS tidak aktif. Pesan singkat yang dilayangkan ke HS juga tidak berbalas.

Baca Juga: Ungkap Kasus Dugaan Dosen USU Lecehkan Mahasiswi, Harus Dibentuk TPF

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya