Refleksi 2020 LBH Medan, Perlindungan HAM Semakin Kelam

UU tidak pro rakyat hingga kekerasan aparat jadi catatan

Medan, IDN Times – Tahun 2020 mencatatkan segudang peristiwa penting di Indonesia. Mulai dari pandemik hingga pengesahan undang-undang yang sarat polemik terjadi.

Di Sumatra Utara, gejolak massa terus terjadi buntut dari berbagai kebijakan yang ada. Belum lagi berbagai peristiwa hukum yang juga menambah pelik situasi.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan memberikan catatan penting untuk 2020. Catatan ini sangat penting diingan sebagai refleksi penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Seolah 2020 menjadi tahun yang tidak lebih baik dari 2019 dalam penegakan hukum dan HAM.

Sepanjang 2020, LBH Medan menerima 169 pengaduan kasus penegakan hukum dan dugaan pelanggaran HAM. Sejumlah aduan berasal dari beberapa isu. Mulai dari perburuhan, konflik agraria, hingga kasus kekerasan oleh aparat negara.

1. Omnibus Law hingga PHK jadi isu pelik di sektor perburuhan

Refleksi 2020 LBH Medan, Perlindungan HAM Semakin KelamPolisi ber-trail yang mengikuti massa saat melakukan longmarch untuk membubarkan diri setelah berunjuk rasa, Selasa (20/10/2020) petang. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kepala Divisi Buruh dan Miskin LBH Medan Kota Maswan Tambak menjelaskan jika sepanjang 2020, mereka mendapat 23 pengaduan dari isu perburuhan. Pengesahan Undang-undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) salah satunya yang cukup menyita perhatian.

“Omnibus Law telah banyak mengurangi sisi keberpihakan pada pekerja yang sebelumnya diatur dalam UU ketenagakerjaan, seperti status kerja yang tidak jelas, penerapan Outsourcing, permudah tenaga kerja asing lain sebagainya,” kata Maswan dalam keterangan tertulisnya yang diterima pada Minggu (3/1/2021).

Selain Omnibus Law, nasib buruh juga dioperparah dengan pandemik COVID-19. Sangat banyak buruh yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak (PHK) sepihak dari perusahaan. Pengaduan yang masuk ke LBH Medan, jumlahnya mencapai 162 orang yang tersapu badi PHK. Setelah badai PHK, tidak naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut pada 2020 juga menambah kondisi pahit para buruh.

“Parahnya ada upaya merumahkan yang justru dilakukan oleh salah satu perusahaan daerah di Kota Medan. Sejauh ini pemerintah juga tidak memberikan satu langkah atau kebijakan strategis dalam perlindungan serta pemenuhan hak-hak buruh selama pandemik,” tukasnya.

Baca Juga: Bikin Pangling, 10 Potret Asli Kiki Pembantu Aldebaran di Ikatan Cinta

2. Konflik agraria juga menjadi penyumbang polemik selama pandemik

Refleksi 2020 LBH Medan, Perlindungan HAM Semakin KelamMassa petani ikut dalam aksi menolak Omnibus Law di Kota Medan beberapa waktu yang lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Upaya masyarakat yang harus menjaga kondisi kesehatan selama pandemik semakin diperparah dengan konflik agraria. Okupasi dan penggusuran masih kerap  terjadi. Salah satunya adalah kasus okupasi PTPN II terhadap masyarakat adat Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) di Desa Durian Selemak dan di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat.

Kemudian kasus penggusuran oleh TNI AD terhadap masyarakat pedagang di Jalan Soekarno Hatta Lingkungan III, Kelurahan Timbang Langkat, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai. TNI mengklaim tanah itu adalah hak mereka. Sementara tidak ada sama sekali legalitas formal yang pernah ditunjukkan oleh TNI.

Kemudian dugaan kasus sawit ilegal yang dibekingi oleh aparat TNI di kawasan hutan mangrove. Kawasan ini  sejatinya merupakan bagian wilayah kelola Kelompok Tani NIPAH yang di Ketuai Syamsul Bahri di Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.

“Kasus lainnya yang kami catat adalah penggusuran yang dilakukan oleh Yon Zipur I/BB dengan menggunakan excavator terhadap tanaman sawit masyarakat petani seluas 46 Ha di Desa Bingai Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Melihat dari 3 kasus tersebut LBH Medan mencatan ada 454 KK korban penggusuran,” ungkapnya.

3. Kebebasan berpendapat di muka umum semakin terancam

Refleksi 2020 LBH Medan, Perlindungan HAM Semakin KelamMassa AKBAR Sumut berorasi di depan aparat kepolisian saat unjuk rasa menolak Omnibus Law di Tugu Pos Medan, Selasa (20/10/2020). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Menurut LBH Medan, kebebasan berpendapat di muka umum pun semakin terancam. Berkaca pada beberapa unjuk rasa yang dilakukan masyarakat  sipil saay menolak Omnibus Law. Meskipun begitu banyak penolakan, pemerintah bersama wakil rakyat dengan landainya mengesahkan undang-undang tersebut.

Aksi-aksi penolakan itu pun sering ali berujung pada represifitas aparat terhadap massa. LBH Medan menganggap, aksi represifitas ini semata-mata hanya untuk membungkam gerakan rakyat yang terus bersuara menolak kebijakan pemerintah.

“Sungguh represifitas ini bertentangan dengan demokrasi kita di Indonesia,” ungkapnya.

4. Kasus represifitas dan dugaan penyiksaan oleh aparat masih masif

Refleksi 2020 LBH Medan, Perlindungan HAM Semakin KelamIlustrasi penyiksaan (IDN Times/Prayugo Utomo)

Isu kekerasan dan dugaan penyiksaan oleh aparat penegak hukum juga menjadi sorotan LBH Medan. Misalnya dalam hal pengamanan massa aksi yang cenderung melakukan kekerasan, baik dalam bentuk pembubaran massa dengan menggunakan gas air mata, hingga penangkapan massa secara brutal.

Kemudian kasus meninggalnya tahanan di dalam sel masih terjadi di Sumut.  Catatan LBH Medan ada 11 kasus orang yang meninggal dalam tahanan. Penyebabnya karena sakit hingga diduga disiksa.

“Ini harus menjadi catatan penting bagi pihak kepolisian agar senantiasa mengevaluasi kerja kerja Promoternya sehingga ke depan hal tersebut tidak terulang lagi. Karena tindakan-tindakan ini sangatlah bertentangan dengan Hak Asasi manusia,” jelas Maswan.

5. Isu kekerasan seksual harus jadi perhatian bersama

Refleksi 2020 LBH Medan, Perlindungan HAM Semakin KelamIlustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

LBH Medan juga menyoroti kasus kekerasan seksual yang terjadi di Sumut. Kasus-kasus ini masih jauh dari perhatian penegakan hukum atau pun pemerintahan. LBH Medan juga menerima sejumlah kasus kekerasan seksual.

“Dari pengaduan-pengaduan itu, masih banyak masyarakat khususnya kalangan bawah belum mendapatkan keadilanatau pemenuhan hak-haknya,” tukasnya.  

Berbagai peristiwa pelik yang terjadi sepanjang 2020, harus menjadi refleksi para penegak hukum. Kebijakan pemerintah juga belum memberikan keadilan di tengah masyarakat. Pemerintah masih memunculkan kesan tebang pilih dalam menerbitkan kebijakan. Dampaknya, kesejahteraan masyarakat kecil semakin jauh panggang dari api.

“Penting kiranya bagi pemerintah untuk dapat melaksanakan kewajibannya dalam hal penghormatan, permenuhan dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Jika tidak ada perubahan-perubahan yang berdampak bagi masyarakat miskin termarjinalkan maka sebenarnya akan berdampak buruk bagi keberlangsungan penegakan HAM di Sumatera Utara. Ada kemungkinan saat hak-hak masyarakat tidak terpenuhi dan terlindungi maka masyarakat juga tidak memiliki kepercayaan terhadap penguasa. Oleh karena ketidak percayaan tersebut nantinya hanya akan semakin membuat kondisi masyarakat miskin trmajinalkan semakin sering dihadakan dengan hukum hukum yang akan mengikat ketat kehidupan rakyat miskin dan longgar bagi mereka pemodal,” pungkasnya.

Baca Juga: Duo ART di Ikatan Cinta, 10 Adu Gaya Ayya Vs Chika di Dunia Nyata

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya