Polda Sumut Digeruduk Petani, Suarakan soal Kriminalisasi oleh Aparat

Petani bagi-bagi buah kepada polisi

"Bapak ibu polisi, beras yang kalian masak di rumah berasal dari petani. Bapak ibu polisi, buah buahan yang kalian sajikan untuk tamu kalian berasal dari petani. Tidak ada petani, tidak ada beras dan buah buahan," 

Demikian ungkapan seorang ibu-ibu massa yang mengikuti aksi di depan Kapolda Sumatra Utara, Jumat (22/9/2023).

Aksi ini dilakukan Aliansi Pejuang Reforma Agraria (APARA). Gabungan dari serikat petani, buruh dan sejumlah lembaga pegiat Hak Asasi Manusia. Unjuk rasa ini digelar menyusul masih maraknya kriminalisasi terhadap petani di Sumatra Utara.

Konflik agraria masih menjadi benang kusut yang sulit diurai di Sumatra Utara. Pendudukan, perampaaan lahan menjadi hal yang sering terjadi di Sumut.

Massa yang datang membawa berbagai poster. Mengecam berbagai bentuk kriminalisasi, intimidasi dan kekerasan terhadap petani. Mereka menagih komitmen dari Polda Sumut sebagai aparat keamanan yang sering dihadapkan dengan petani pada saat konflik.

Selain poster, para petani juga membawa berbagai hasil pertaniannya. Mereka juga sempat membagikan buah-buahan hasil pertanian kepada para polisi yang berjaga.

Unjuk rasa dimulai dengan orasi dari masing-masing perwakilan lembaga. Unjuk rasa ini adalah rangkaian menuju Hari Tani Nasional yang diperingati pada 24 September.

1. Massa ungkap sejumlah kasus yang belum tuntas di Sumut

Polda Sumut Digeruduk Petani, Suarakan soal Kriminalisasi oleh AparatMassa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dalam aksi itu, massa memaparkan bagaimana konflik agraria masih terjadi sepanjang tahun. Beberapa kasus yang menjadi perhatian mereka di antaranya; penggusuran lahan yang dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di Kelurahan Gurilla, Kota Pematang Siantar.

Kemudian konflik lahan di Desa Rambung dan Bingkawan, Kecamatan Sibolangit. Warga yang bermukim dan menduduki lahan berkonflok dengan PT Nirvana Memorial Nusantara: perusahaan pengembang pemakaman elit.

“Kalau kita lihat, petani selama ini tidak pernah punya masalah di sana. Tapi 2018, secara represif, perusahaan itu melakukan tindakan yang berujung pada kriminalisasi. Dalam konflik ini ada enam petani yang dikriminalisasi,” kata Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sumut Suhariawan yang ikut dalam aksi.

Baca Juga: Duka Warga Kampung Tua Rempang: Tali Pusar Kami Tertanam di Sini

2. Menagih komitmen Kapolda Sumut, tidak diskriminatif dan lakukan kriminalisasi terhadap petani

Polda Sumut Digeruduk Petani, Suarakan soal Kriminalisasi oleh AparatMassa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Selama aksi berlangsung, massa menuntut Kapolda Sumut Irjen Agung Setya Imam Effendi. Namun, sepanjang aksi sejak pagi hingga siang, Kapolda yang diminta menemui massa tidak muncul.

Lantas beberapa perwakilan menemui beberapa pejabat teras di Polda Sumut saja. Massa ingin bertemu dengan Kapolda karena ingin menagih komitmen. Bagaimana polisi menyikapi berbagai konflik agraria yang terjadi di Sumut. Tidak melakukan kriminalisasi dan tindakan diskriminasi dalam proses hukum.

“Kita ingin menyampaikan kepada polisi, bahwa penyelesaian konflik agraria ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan cara sengketa tanah biasa. Ini antara pengembang besar dengan petani. Tidak bisa dilihat dengan hukum positif saja. Kapolda harus punya komitmen itu,” kata Iwan –sapaan akrab—Suhariawa.

3. Pemerintah gagal tuntaskan konflik agraria

Polda Sumut Digeruduk Petani, Suarakan soal Kriminalisasi oleh AparatMassa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Catatan KPA, ada 212 konflik agraria yang terjadi di Indonesia pada 2022. Sumut sendiri duduk di peringkat tiga sebagai provinsi penyumbang kasus.

“Letusan konfliknya menyebabkan petani luka-luka, dikriminalisasi hingga ada yang meninggal dunia. Makanya menurut kita, Sumut ini bukan lagi krisis agraria. Melainkan darurat agraria,” kata Iwan.

Konflik yang terus terjadi, kata Iwan, menunjukkan bahwa negara telah gagal dalam menuntaskan konflik agraria. Padahal, sudah ada instrumen hukum Undang-undang Pokok Agraria yang menjadi regulasi.

“Kita ingin menyampaikan, 68 tahun lahirnya undang-undang itu lahir, konflik agraria belum juga tuntas terselesaikan. Padahal sudah banyak dibentuk tim seperti Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dan lainnya yang dibentuk. Namun sampai sekarang itu semua belum bisa menyelesaikan permasalahan di tingkat petani dan pejuang agraria,” pungkasnya.

 

Baca Juga: Pengedar Sabu di Binjai Disergap Polisi saat Tunggu Pembeli

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya