Pilu Korban TPPO, Diculik Hingga Disiksa 20 Tahun di Malaysia

Bersembunyi di hutan, ditemukan di kolong jembatan

Dewi akhirnya pulang ke tanah air
Dia diculik, dilacurkan dan disiksa
20 tahun Dewi menggelandang
Bersama enam anaknya,
Bertahan hidup dengan berbagai cara

Prayugo Utomo, IDN Times 

Telepon genggam milik Ratna (nama samaran) berdering panjang awal November 2020 lalu. Ternyata, Kepala Lingkungan di daerah rumah lama orang tua Ratna yang menelepon. Ratna kemudian mengangkatnya. Dari balik telepon, Kepling langsung bertanya kepada Ratna.

“Kepling nanya, apa ada keluarga kalian yang hilang 20 tahun lalu?” ujar Ratna menirukan ucapan Kepling kala itu.

Mendengar pertanyaan ini, Ratna yang baru terbangun dari tidurnya  langsung terkaget. Itu kabar yang sudah belasan tahun dia nantikan. Tangannya langsung gemetar. Dengan lirih, dia menjawab jika adiknya hilang sekitar tahun 2003 lalu.

Kepling tersebut langsung menyebut nama Dewi (bukan nama sebenarnya). Ratna langsung mengiyakan. Namun, saat itu, Ratna semakin was-was.

“Saya saat itu takut, kalau adik saya itu ternyata sudah meninggal. Alhamdulillah ternyata Kepling bilang masih hidup dan sudah ditemukan di Malaysia,” kata Ratna yang ditemui di Kota Medan akhir Februari 2021.

Bahagia, sedih bercampur aduk. Ratna menangis sejadinya. Dia pun kembali memastikan kepada Kepling soal identitas adiknya. Ratna langsung memberikan kabar kepada keluarganya jika Dewi sudah ditemukan.

Ratna pun berkisah soal bagaimana adiknya itu hilang, pencarian keluarga yang nyaris putus asa, hingga kondisi Dewi saat ini.

Dewi adalah korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dia diculik di Pasar Sei Sikambing Medan, pada 2003 lalu. Di Malaysia, Dewi diduga sempat dilacurkan oleh induk semang yang membelinya. Hingga akhirnya berhasil kabur dan bertahan hidup selama 20 tahun di Negeri Jiran.

Pencarian dari Hotel ke Hotel

Pilu Korban TPPO, Diculik Hingga Disiksa 20 Tahun di MalaysiaIlustrasi Korban Penculikan (IDN Times/Mardya Shakti)

Ratna sudah tidak ingat lagi kapan tanggal pasti adiknya itu diculik. Namun, dia mengenang seluruh keluarga panik saat itu. Ratna pun belum mau bertanya detail kejadian itu kepada Dewi. Ia sudah bertemu adiknya. Ratna paham, Dewi masih mengalami trauma.

“Kalau versi Dewi, dia diculik saat menemani nenek kami belanja di Pasar Sei Sikambing,” kata Ratna.

Saat Ratna menghilang, keluarga belum menyadarinya. Mereka mengira Dewi pergi ke rumah saudara. Karena, Dewi memang sering tinggal di tempat keluarga hingga beberapa hari. Keesokan harinya, keluarga bingung. Dewi yang kala itu masih berusia sekitar 14 tahun tak kunjung pulang.

Dewi dan Ratna adalah saudara berbeda ayah. Namun, hubungan Dewi paling dekat dengan Ratna. Saat itu, Ratna juga ikut melakukan pencarian. Keluarga semakin takut. Karena memang saat itu memang sedang marak isu penculikan anak yang kemudian dijual ke luar negeri.

Ratna terus berupaya mencari informasi soal keberadaan adiknya. Sampai-sampai dia harus berpindah-pindah dari hotel yang satu ke yang lainnya. Lantaran saat itu dia mendengar jika banyak anak-anak yang diduga diculik dibawa ke hotel.

“Jadi saya menginap di kamar bagian depan. Saya terus memantau jika ada yang masuk ke hotel. Memantau sampai pagi. Kami pindah-pindah hotel. Tapi tidak ketemu juga. Kami juga menyebarkan foto Dewi di mana-mana,” ujarnya.

Penelusuran di hotel-hotel sempat dilakoni Ratna selama beberapa bulan. Ratna pun harus selalu menyisihkan uangnya supaya tetap  bisa menyewa kamar. Apa mau dikata, adiknya tak kunjung ditemukan.

Keluarga terus mencari. Mereka juga selalu menunjukkan foto Dewi kepada kerabat atau keluarga yang baru pulang dari Malaysia. Hasilnya tetap saja nihil. Namun keluarga tetap tegar. Mereka menduga kuat, jika Dewi dibawa ke Malaysia dan dijual sebagai budak.

“Kami cemas, Karena kami tidak tahu, apakah dipenjara, apakah disiksa. Tapi kami selalu yakin dia masih hidup saat itu,” katanya.

Duka pun kembali menerpa keluarga mereka. Sang ibu yang sudah sakit sejak lama meninggal dunia. Disusul kemudian oleh ayahnya.

Sepanjang tahun, upaya pencarian tetap dilakukan. Bahkan Ratna pernah mengunggah foto masa kecil Dewi ke media sosial. Dia berharap Dewi bisa melihatnya.

“Tiga bulan sebelum ketemu itu saya sempat unggah lagi foto Dewi,” ungkapnya.

Kisah penyekapan, dibawa dengan kapal hingga mengalami kekerasan seksual

Pilu Korban TPPO, Diculik Hingga Disiksa 20 Tahun di MalaysiaIlustrasi Korban Penculikan (IDN Times/Mardya Shakti)

Dewi tidak sadarkan diri saat berada di dalam mobil orang yang menculiknya. Begitu terbangun, dia merasa ada di dalam sebuah ruangan yang tertutup. Cerita Dewi kepada Ratna, dia juga dibawa dengan kapal hingga tiba di Malaysia. Ada delapan anak lainnya saat itu bersama Dewi. Diduga mereka juga hendak dijual di Malaysia.

Saat diculik, Dewi masih berusia 13 tahun. Dia dipaksa bekerja di kelab malam. Melayani laki-laki hidung belang di sana. Pada satu kesempatan, Dewi berhasil kabur. Dia berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Dalam pelariannya, Dewi menikah di perbatasan Malaysia – Thailand saat berusia 14 tahun. Dari pernikahannya, Dewi punya tiga anak. Dewi belum mengungkap identitas mentan suaminya itu kepada Ratna.

Selama itu, Dewi merasakan pahitnya menjadi penghuni ilegal di negeri orang. Untuk melahirkan anaknya, Dewi kesulitan mendapat layanan kesehatan. Dewi pernah melahirkan anaknya sendiri tanpa dampingan petugas medis.

“Kalau yang sudah besar-besar itu lahirnya di rumah sakit. Untuk yang melahirkan di rumah, anaknya yang membantu memotong tali ari-arinya. Mereka ke rumah sakit gak dipedulikan. Gak ada uang dan gak punya identitas. Pernah lagi pas melahirkan, mereka diabaikan. Perawatnya nyanyi-nyanyi. Anaknya keluar, udah langsung ditutup pakai selimut,” ungkap Ratna.

Umur pernikahannya singkat. Hanya langgeng selama tujuh tahun. Dewi mendapat kekerasan selama hidup dengan suaminya.

Menggelandang dan keluar masuk kantor polisi

Pilu Korban TPPO, Diculik Hingga Disiksa 20 Tahun di MalaysiaPexels.com/photo/THE COLLAB.

Dewi melarikan diri dari suaminya. Dia juga membawa serta anak-anaknya. Di berbagai tempat, dia bekerja serabutan untuk bertahan hidup.

Ancaman kekerasan menjadi keseharian Dewi. Dia sampai lari dari hutan ke hutan bersama anak-anaknya untuk menghindari razia. Meski pada akhirnya dia sering tertangkap polisi di sana.

“Dia tertangkap karena tidak memiliki dokumen. Sempat juga mendapat ancaman pembunuhan dari orang lain,” ungkap Ratna.

Lepas dari sang suami tak membuat penderitaan Dewi berakhir. Dalam pelarian bersama anak-anaknya, Dewi juga sering mendapat kejahatan seksual. Bahkan, karena tindakan itu, Dewi sampai punya anak tiga orang lagi. Bahkan saat anak terakhirnya berada di kandungan, Dewi ditinggalkan oleh laki-laki yang menjahatinya di tepi hutan.

Sampai di situ, ternyata Dewi tidak menyerah. Dia terus berjuang untuk bertahan hidup.  Sampai dia tiba di Kuala Kangsar, Perak. Di sana dia sempat tinggal bersama warga setempat. Namun bukan rasa aman, anaknya malah mendapat kekerasan seksual.

Sebenarnya, Dewi juga berupaya mencari kontak keluarganya di Medan. Bahkan, Dewi juga pernah menghubungi nomor telepon rumahnya.

“Dia masih ingat nomor telepon rumah. Itu gak terhubung. Karena memang teleponnya udah gak ada lagi,” kata Ratna.

Baca Juga: Cerita Transpuan di Medan, Masih Sulit Dapat Bansos dari Pemerintah

Diselamatkan seorang mualaf, lalu pulang

Pilu Korban TPPO, Diculik Hingga Disiksa 20 Tahun di MalaysiaIlustrasi Penculikan (Tawanan) (IDN Times/Mardya Shakti)

Tahun ke tahun terus dilewati Dewi dengan rasa cemas. Hingga dia tiba di Ipoh, Ibukota Negara Bagian Perak. Dia tinggal di bawah jembatan dekat Mydin Meru Raya, Ipoh.

Saat itu, sudah mendekati bulan kelahiran anaknya yang keenam. Seorang mualaf asal Serawak, menemukan Dewi di sana pada awal September 2020. Dewi diselamatkan.

Dewi pun melahirkan anak keenamnya pada 29 September 2020. Dia menumpang di rumah mualaf itu sementara waktu. Di sana, anak-anaknya juga dirawat dengan baik.

Saat tinggal di sana, Dewi juga masih mendapatkan gangguan. Tetangga sekitar sempat mengambil anaknya yang berusia tujuh tahun. Beruntung, mereka bisa menyelamatkannya. Bahkan ada laki-laki berusia 40 tahun, hendak mengambil anak Dewi yang berusia 11 tahun untuk dijadikan istri. Lagi-lagi bisa diselamatkan.

Lantas, Dewi dan anak-anaknya dibawa ke sebuah lembaga non pemerintah (NGO) Hal Ehwal Wanita Angkatan Belia Islam Malaysia (HELWA ABIM) sekretariat Perak pada November 2020. Saat itu HELWA ABIM Perak pun bersurat ke Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) yang berbasis di Medan. Mereka meminta KKSP untuk melakukan pelacakan keluarga Dewi di Medan.

Beruntungnya, Dewi masih ingat rumahnya di salah satu kecamatan di Kota Medan. Saat itu, dua staff KKSP Nasriati Muthali dan Rahmi Purnama Melati yang melakukan pencarian. Mereka pun bertanya kepada Kepala Lingkungan setempat. Akhirnya, mereka bertemu dengan Ratna. Setelah pencocokan data, ternyata benar Ratna adalah kakak dari Dewi.

HELWA ABIM kemudian berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur dan pihak imigrasi di Malaysia. Setelah mendapat Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) dari KBRI, Dewi dan lima anaknya diberangkatkan dan tiba di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara, 31 Desember 2020. Sementara, anak keenamnya diangkat menjadi anak oleh mualaf yang menyelamatkan Dewi.

Butuh pendampingan psikologis

Pilu Korban TPPO, Diculik Hingga Disiksa 20 Tahun di MalaysiaPixabay.com/PublicDomainPictures

Saat ini, Dewi tinggal di rumah Ratna bersama lima anaknya. IDN Times yang semula hendak menggali informasi secara langsung kepada Dewi, mengurungkan niat itu demi pertimbangan menjaga kondisi psikologisnya.

Kelima anak Dewi saat ini dalam kondisi psikologis yang belum stabil. Mereka tidak bisa baca tulis meski sudah berumur belasan tahun. Anak pertamanya pun dalam keadaan disabilitas mental.

Saat ini, kata Ratna, mereka sudah diajari mengaji. Anak-anaknya pun sudah rajin ke masjid yang ada di sekitar rumah. Sampai saat ini, Dewi belum banyak bicara. Dia lebih banyak merenung. Bahkan ketika disinggung soal kejadian yang menimpanya, dia seringkali marah.

Dewi juga masih terlalu protektif dengan anak-anaknya. Kata Ratna, dia masih trauma. Dewi takut kalau anaknya diambil orang lagi, atau pun mendapat kekerasan.

KKSP berencana membawa mereka ke rumah perlindungan salah satu lembaga. Di sana nantinya para korban akan mendapat pendampingan psikologis.

“Dia selalu mau dekat anaknya. Karena dia takut anaknya dikriminalisasi. Masih trauma,” ujar Rahmi, pendamping dari KKSP.

KKSP selama ini juga membantu proses administrasi kependudukan Dewi dan keluarganya. Saat ini mereka sudah berstatus sebagai warga Medan. Anak-anaknya juga sudah memiliki Surat Keterangan lahir. KKSP juga berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kota Medan. Kami berkomunikasi sampai ke kepling untuk pencatatan sipilnya. Kepling termasuk orang yang paling banyak membantu sejak awal,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas PPPA Kota Medan Khairunnisa mengatakan jika saat ini pihaknya juga tengah mengusulkan fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk Dewi dan anak-anaknya. Supaya kelak, anak-anaknya bisa bersekolah.

“Dari catatan sipil itu udah kami bantu. Kami berkoordinasi dengan Kadis Capil, dengan Dinas Pendidikan itulah upaya kami dari Dinas PPPA Medan,” ungkapnya.

Khairunnisa pun mengimbau supaya masyarakat lebih berhati-hati lagi jika ada ajakan ke Malaysia untuk bekerja atau pun kepentingan lainnya. Jika ingin menjadi pekerja migran Indonesia (PMI), masyarakat harus mencari penyalur tenaga kerja resmi yang terdaftar oleh dinas terkait di pemerintahan.

“Jangan sampai malah kita diperjualbelikan di sana. Mereka untung, kita yang buntung,” pungkasnya.

Dewi tak ingin lagi membahas soal siapa yang menculiknya. Sekarang dia hany  fokus untuk melanjutkan hidup di Medan. Memulihkan psikologis dan  mengurus anak-anaknya.

Kasus yang menimpa Dewi hanyalah satu dari sekian banyak perkara TPPO di Indonesia. Masih banyak berbagai kasus serupa dengan modus yang beragam yang juga belum terungkap. Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah yang harusnya bertanggungjawab atas rakyatnya.

Baca Juga: [INVESTIGASI] Kami yang Hidup dari Mangrove

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya