Penyerang Novel Baswedan Dituntut Ringan, KontraS: Nalar Publik Dihina

Para ahli hukum harus angkat bicara

Medan, IDN Times – Tuntutan ringan kepada pelaku penyiraman air keras terhadap pegiat anti korupsi yang juga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan membuat publik semakin bertanya-tanya. Publik di dalam lini masa media sosial langsung membandingkan kasus serupa yang hukumannya sangat tinggi.

Tuntutan ringan itu menambah daftar panjang preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia. Apalagi menyangkut semangat pemberantasan mafia hukum dan korupsi.

Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan menerangkan alasan dua pelaku penyerang Novel Baswedan hanya dituntut satu tahun. Para pelaku, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, menurut JPU sejak awal tak berniat untuk melukai penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Kedua polisi aktif itu, mengaku hanya ingin menyiram air keras ke badan Novel. Namun malah mengenai wajah. Selain itu, Ronny dan Rahmat juga telah menyesali perbuatannya dan meminta maaf.

Kecaman terhadap tuntutan ringan itu berdatangan dari berbagai kelompok masyarakat sipil. Salah satunya dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kerasan (KontraS) Sumatera Utara. KontraS menilai, tuntutan ringan itu semakin menguatkan bobroknya penegakan hukum di Indonesia.

“Komitmen negara dalam penegakan hukum yang berkeadilan semakin dipertanyakan,” ujar Koordinator KontraS Sumut Amin Multazam Lubis, Minggu (14/6).

1. Tuntutan ringan dan dalih tidak sengaja sudah menghina nalar publik soal penegakan hukum

Penyerang Novel Baswedan Dituntut Ringan, KontraS: Nalar Publik DihinaPenyidik senior KPK Novel Baswedan. (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Pelaku penyiraman air keras terhadap Novel, kata Amin, sangat pantas diberikan hukuman berat. Jangan sampai, dalih tidak sengaja dijadikan alasan untuk meringankan hukuman. Semakin memberi kesan kuat bobroknya penegakan hukum saat ini.

“Nalar publik dihina karena tuntutan ringan ini. Apalagi dalilnya karena unsur ketidaksengajaan karena niatnya mau melempar ke badan. Itu namanya bukan ketidaksengajaan, karena niat melempar ke badan tapi kena wajah. Persoalannya, dia sudah dengan terang-terangan mengakui jika itu direncanakan dengan matang. Itu namanya bukan tidak sengaja, tapi memang sudah berniat untuk mencelakai,” ujarnya.

Baca Juga: Novel Baswedan: Saya Berantas Mafia Hukum Tapi Malah Jadi Korbannya

2. Para pakar hukum harus angkat bicara mendukung Novel

Penyerang Novel Baswedan Dituntut Ringan, KontraS: Nalar Publik DihinaTerdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis bersiap menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3/2020). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Tuntutan satu tahun kurungan itu secara tidak langsung dianggap sudah menampar muka para ahli hukum di Indonesia. KontraS mengajak mereka untuk bersama-sama memberikan dukungan terhadap novel.

“Orang-orang yang belajar hukum, harusnya tersinggung dengan tuntutan jaksa itu,” ujarnya.

Sejak awal, penanganan kasus Novel pun dinilai janggal oleh beberapa kalangan. Namun, proses hukum yang berlanjut sempat memberikan harapan kasus itu diproses secara adil. “Tapi melihat fakta fakta d lapangan sehingga munculnya tuntutan ringan, ini semakin membuktikan penegakan hukum kita ini semakin berjalan diskriminatif,” ujar mantan Aktifis HMI ini. 

3. Tuntutan ringan menambah ketidakpercayaan publik terhadap penegakan hukum

Penyerang Novel Baswedan Dituntut Ringan, KontraS: Nalar Publik DihinaSalah satu pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan berinisial RB (IDN Times/Lia Hutasoit)

Di dalam beberapa kasus serupa --penyiraman air keras—para pelakunya dihukum berat. Ini justru tidak terbukti dalam kasus novel. Penegakan hukum seakan tumpul di dalam kasus Novel.

Fakta-fakta lapangan dalam penegakan kasus justru mencoreng prinsip keadilan. Menambah ketidakpercayaan publik terhadap penegakan hukum.

4. Ancaman baru bagi pegiat anti korupsi

Penyerang Novel Baswedan Dituntut Ringan, KontraS: Nalar Publik DihinaPeringatan Hari Anti Korupsi di Sukoharjo. (Dok. BNK Sukoharjo)

Dengan ringannya tuntutan yang diberikan, kasus yang diduga melibatkan aktor intelektual ini justru menjadi ancaman baru bagi pegiat anti korupsi. Ada dugaan upaya melemahkan semangat anti korupsi di Indonesia.

“Harusnya ada perlindungan khusus atau diistimewakan untuk menjaga para pegiat anti korupsi ini merasa nyaman dalam menjalankan tugasnya. Karena dia dilindungi oleh hukum. Kalau begini, ini pukulan bagi kita semua. Bagi pegiat anti korupsi, pegiat demokrasi dan pegiat HAM. Ada teman kita yang dianiaya, bekerja untuk kebaikan negara justru tidak mendapat perlindungan hukum,” tukasnya.

5. Negara harus mengevaluasi penegakan hukum di Indonesia

Penyerang Novel Baswedan Dituntut Ringan, KontraS: Nalar Publik Dihina(Ilustrasi palu sidang) IDN Times/Arief Rahmat

Krminalisasi yang menimpa Novel menjadi alarm bahaya bagi pemberantasan korupsi di Indonesia. Harusnya negara hadir untuk mengungkap siapa aktor dibalik kasus ini. Jangan sampai negara memberi kesan abai dalam perlindungan penegakan hukum.

Negara harusnya menghukum lebih berat orang-orang yang membatasi kerja-kerja pegiat anti korupsi. “Kasus ini benar benar menghina nalar publik. Lantas apakah kita maih harus diam?,”  bebernya.

Melihat isi tuntutan, Novel mengaku nasibnya sungguh ironis. Sebab, ia sehari-hari berhadapan dengan para koruptor dan berupaya agar uang negara tidak dicuri. Namun, ketika ia diteror sebagai risiko dari pekerjannya sebagai penyidik KPK, hukum justru tak berpihak kepadanya.

"Keterlaluan memang. Sehari-hari bertugas memberantas mafia dengan UU Tipikor, tetapi jadi korban praktik lucu begini. Lebih rendah dari orang yang menghina Pak Jokowi. Selamat, atas prestasi aparat bapak. Mengagumkan," cuit Novel di akun media sosialnya.

Tim advokasi Novel pun berharap majelis hakim tidak larut dalam sandiwara hukum yang dipertontonkan di ruang sidang.

"Kami menuntut agar Presiden Joko Widodo membuka tabir sandiwara hukum ini dengan membentuk tim pencari fakta independen," ungkap Kurnia Ramadana yang merupakan salah satu anggota tim advokasi melalui keterangan tertulis.

Mereka juga menuntut komisi kejaksaan untuk memeriksa jaksa penuntut umum dalam perkara penyerangan terhadap Novel. Sebab, JPU justru terlihat berperan sebagai pembela terdakwa.

Baca Juga: Kisah Pelik Novel Baswedan Berantas Korupsi di Negara Demokrasi

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya