Pengungsi Konflik dari Afrika Timur di Medan Tuntut Pemberangkatan

Para pengungsi stres hingga tenggak obat

Medan, IDN Times – Gedung perkantoran Forum Nine CIMB Niaga didemo para pengungsi konflik yang berasal dari sejumlah negara di Afrika Timur, Senin (8/8/2022). Mereka menuntut perwakilan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) yang berkantor di sana untuk memberangkatkan ke negara ketiga.

Para pengungsi yang datang didominasi oleh warga negara Somalia. Ditambah pengungsi dari Eritrea, Ethiopia dan Sudan. Mereka berunjuk rasa untuk menyampaikan tuntutan kepada UNHCR dan IOM.

“Kami adalah pencari suaka. Kami ingin para jurnalis sampaikan permohonan kami,” kata Hamidah Hasan, salah seorang massa dari Somalia.

1. Massa desak UNHCR dan IOM berikan perlakuan adil

Pengungsi Konflik dari Afrika Timur di Medan Tuntut PemberangkatanPengungsi asal negara di Afrika Bagian Timur berunjuk rasa di depan gedung Gedung perkantoran Forum Nine CIMB Niaga tempat UNHCR berkantor, Senin (8/8/2022). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kata Hamidah, datang ke Indonesia adalah sebuah keterpaksaan. Mereka melarikan diri dari negara yang terus berkonflik. Mereka hanya berharap, hak-hak mereka sebagai manusia bisa didapat kembali. Karena, hidup di pengungsian selama bertahun-tahun membuat mereka kian tertekan saban hari.

“Kami sangat bersyukur sudah banyak dibantu. Dipersilahkan tinggal di sini. Namun kami meminta kepada IOM dan UNHCR untuk memperlakukan kami secara adil. Selama di sini, kami tidak mendapatkan akses pendidikan yang layak. Banyak yang terlahir di sini, tidak mendapatkan pendidikan dasar. Belum lagi yang remaja. Tidak bisa berkuliah,” ujar Hamidah.

Mereka juga menuntut soal kuota lebih pemberangkatan ke negara ketiga. Saat ini, setiap tahunnya, hanya 10-20 orang yang diberangkatkan. Hamidah berharap, kuota ini bisa bertambah. Kata Hamidah, Sejak 2013 sudah 1000 lebih pengungsi Somalia yang diberangkatkan ke negara ketiga. Berbanding jauh dengan pengungsi dari negara lainnya di Indonesia.

Saat ini, lebih dari 2 ribu pengungsi asal Somalia tersebar pada sejumlah rumah penampungan. Di Kota Medan, jumlahnya sekitar 700-an orang.

“Rata-rata sudah mengungsi selama 12 tahun. Paling singkat 7 tahun,” ujarnya.

2. UNHCR tidak pernah memberikan penjelasan konkret

Pengungsi Konflik dari Afrika Timur di Medan Tuntut PemberangkatanPengungsi asal negara di Afrika Bagian Timur berunjuk rasa di depan gedung Gedung perkantoran Forum Nine CIMB Niaga tempat UNHCR berkantor, Senin (8/8/2022). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Hamidah juga menjelaskan, selama ini pihak UNHCR tidak pernah memberikan keterangan konret soal nasib para pengungsi. Sehingga unjuk rasa menjadi pilihan mereka untuk menyuarakan tuntutannya.

“Biasanya sebelum melakukan demo, kami mediasi keluhan kami ke mereka.  Tapi dari mereka tidak ada jawaban yang jelas. Kami berunjuk rasa, supaya yang atasan mereka tahu bagaimana kondisi kami di sini,” imbuhnya.

Hamidah pun bercerita singkat soal bagaimana dia bisa sampai di Indonesia. Pada  2014, dia melarikan diri bersama keluarganya karena konflik berkepanjangan di Somalia. Mereka memilih berlayar dari Somalia tanpa tujuan.

Tibalah mereka di satu pulau. Ternyata itu adalah Indonesia. “Kemudian kami dibantu sampai di Belawan. Selama satu tahun di Rumah Detensi. Pelayaran saya waktu itu kurang lebih empat bulan di laut. Bersama orangtua dan pengungsi lainnya,” katanya.

Baca Juga: Hutan Lindung di Samosir Terbakar Lagi, Kadishut: Pusing Saya

3. Para pengungsi stres hingga konsumsi obat penenang

Pengungsi Konflik dari Afrika Timur di Medan Tuntut PemberangkatanPengungsi asal negara di Afrika Bagian Timur berunjuk rasa di depan gedung Gedung perkantoran Forum Nine CIMB Niaga tempat UNHCR berkantor, Senin (8/8/2022). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Hidup di pengungsian bukan perkara mudah. Hamidah yang sudah berusia 20 tahun tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Begitu juga dengan anak-anak yang terlahir di Indonesia. Mereka tidak mendapatkan pendidikan dasar secara formal.

Hamidah juga mengatakan, tidak sedikit pengungsi yang stres. Bahkan mereka harus mengonsumsi obat pereda  stres.

“Kami, di sini sangat  terbatas. Tidak bisa ke mana mana. Kami mendaat fasilitas kamar. Uang bulnan, anak-anak 500 ribu. Dewasa, Rp1,2 juta. Kami kesusahan di sini. Karena kebutuhan  semakin mahal,” ungkapnya.

Pengungsi asal Eritrea Daniel Nugusse (31) pun menguatkan soal pengungsi yang terpaksa menenggak obat pereda stres. Obat itu disebut bisa meringankan saat tidur.

“Kami tidak tahu itu nama obatnya. Banyak teman teman saya mengonsumsinya. IOM yang memberikan. Untuk mengurangi stress, dan nyenyak tidur,” ujar Daniel.

Ancaman semakin buruknya kondisi psikologi mereka juga yang mendorong untuk segera diberangkatkan. Mereka tidak ingin semakin larut dalam keadaan saat ini.

“Kami mendapatkan stress, bosan. Kami paham kami pengungsi di sini. Tapi kami hanya berharap diperhatikan. Hak – hak sebagai manusia. Seperti bekerja, mendapat pendidikan dan lainnya,”  katanya.

4. Pengungsi asal Sudan cerita sudah tidak punya keluarga

Pengungsi Konflik dari Afrika Timur di Medan Tuntut PemberangkatanPengungsi asal negara di Afrika Bagian Timur berunjuk rasa di depan gedung Gedung perkantoran Forum Nine CIMB Niaga tempat UNHCR berkantor, Senin (8/8/2022). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Tak berbeda kisahnya, Abu Bakar (20) asal Sudan juga bercerita sulitnya hidup menjadi pengungsi. Abu Bakar melarikan diri dari Sudan pada 2016 lalu. Saat itu dia masih berusia 14 tahun. Perang yang ada di Sudan memaksa dia untuk kabur.

Abu Bakar juga terpaksa meninggalkan orangtuanya di Sudan. Dia begitu rindu. Namun dia tidak ingin lagi pulang ke  Sudan karena konflik berkepanjangan.

“Saya terpaksa melarikan diri. Saya tidak tahu bagaimana keluarga saya di sana. Apakah aman, apakah masih hidup. Saya tidak punya keluarga lagi,” ungkapnya.

Tuntutannya sam  dengan pengungsi lain. Hanya ingin diberangkatkan ke negara pihak ketiga. Sehingga dia bisa melanjutkan hidup, berjuang lebih baik lagi.

“Saya datang ke sini saat 14 tahun. Tidak ada pendidikan, tidak ada aktivitas. Kami hanya makan dan tidur. Ini sangat membosankan. Seperti tahanan,” katanya.

5. Kata IOM soal pengungsi, UNHCR belum berikan penjelasan

Pengungsi Konflik dari Afrika Timur di Medan Tuntut PemberangkatanPengungsi asal negara di Afrika Bagian Timur berunjuk rasa di depan gedung Gedung perkantoran Forum Nine CIMB Niaga tempat UNHCR berkantor, Senin (8/8/2022). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Pihak Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) memberikan konfirmasi resminya terkait unjuk rasa pengungsi di Kota Medan hari ini. Ariani Hasanah Soejoeti, National Media and Communications Officer untuk IOM di Indonesia dalam keterangan tertulisnya menjelaskan soal penanganan pengungsi luar negeri.

Kata dia, IOM hanya membantu persiapan hingga keberangkatan pemukiman kembali individu dan keluarga yang menuju negara ketiga yang dirujuk ke IOM setelah diterima oleh negara-negara pemukiman kembal.

“Kami, membantu pemulangan yang aman, sukarela dan bermartabat ke negara asal tempat pengungsi yang mengajukan permohonan ke IOM dan menyatakan minat untuk melakukannya; dan Mendukung Pemerintah Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada pengungsi luar neger di tanah air,” ujar Ariani.

Dukungan ini, tulis Ariani, mencakup perumahan di akomodasi berbasis masyarakat, bantuan berbasis uang tunai untuk kebutuhan dasar, dukungan medis dan psikososial, akses ke pendidikan dan pelatihan kejuruan. IOM tidak memiliki wewenang atau berpartisipasi dalam status penentuan status pengungsi maupun pengajuan resettlement.

“Saat ini kami memberi pelindungan dan pelayanan kepada kurang lebih 7,400 pengungsi luar negeri,” imbuhnya.

Soal obat pereda stres yang diungkap para pengungsi, Ariani mengatakan, pihaknya memerlukan informasi lebih detil lagi.

“Namun demikian, perlu kami sampaikan bahwa di Indonesia, termasuk di Medan, program IOM termasuk akses ke perawatan kesehatan primer, sekunder dan tersier bagi para pengungsi melalui jaringan penyedia layanan kesehatan nasional. IOM juga memiliki mekanisme pengaduan dan umpan balik yang kuat, dan berusaha untuk menanggapi masalah pengungsi sebaik mungkin. IOM berkomitmen untuk bekerja sama dengan para pengungsi dan penyedia layanan kesehatan di Medan,” pungkasnya.

Sementara itu, sampai berita ini dipublikasi, pihak UNHCR belum memberikan keterangan resminya.

Baca Juga: Karhutla Danau Toba, Nenek 62 Tahun dan Remaja Jadi Tersangka

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya