Orangutan Evakuasi dari Karo Mati, Ada Luka Kekerasan Fisik

BBKSDA Sumut lakukan penyelidikan

Medan, IDN Times - Kabar duka menyelimuti dunia konservasi orangutan sumatra. Satu individu orangutan yang dievakuasi dari Kawasan Liang Melas Datas, Dusun Kutakendit, Desa Kutapengkih, Kecamatan Mardingding, Kabupaten Karo, Sumatra Utara dinyatakan mati.

Satwa bernama latin pongo abelii  itu dievakuasi pada Sabtu (21/1/2023). Ada sejumlah luka di badannya. Termasuk dugaan bekas luka tembak. 

 Setelah dilakukan perawatan di stasiun karantina orangutan, Batumbelin, Kabupaten Deli Serdang yang dikelola oleh SOCP, orangutan tersebut mati pada Minggu (22/1/2023) petang.

1. Tulang punggung orangutan retak

Orangutan Evakuasi dari Karo Mati, Ada Luka Kekerasan FisikTim dokter SOCP merawat orangutan yang dievakuasi dari Desa Kutapengkih, Kecamatan Mardingding, Karo, Sumut. (Dok BBKSDA Sumut)

Evakuasi dari Kutapengkih, dilakukan oleh Tim Human Orangutan Conflict Respon Unit (HOCRU) dari Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) dan dokter dari The Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP). Tidak ada satu pun personel Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut saat evakuasi.

Setelah dibawa ke Batumbelin, tim dari SOCP melakukan perawatan. Orangutan itu, mulai sadar setelah dibius sekitar pukul 16.00 WIB. Tim dokter memberikan makan dan minum menggunakan spuit.

Tim terus melakukan pemantauan terhadap kondisi orangutan tersebut. “Hasil pemeriksaan sinar X pada orangutan, terdapat retak pada tulang punggung dan bekas luka kekerasan fisik,” ujar Kepala BBKSDA Sumut Rudianto Saragih Napitu, Selasa (24/1/2023).

2. Orangutan mengalami kesulitan bernafas dan mati

Orangutan Evakuasi dari Karo Mati, Ada Luka Kekerasan FisikProses evakuasi orangutan sumatra yang ditangkap warga karena masuk perladangan di Desa Kutapengkih, Kecamatan Mardingding, Kabupaten Karo, Sumatra Utara, Sabtu (21/1/2023). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Perawatan terus dilakukan. Pada Minggu (22/1/2023) petang, orangutan mengalami kesulitan bernafas (pemafasan irregular).

“Orangutan tersebut tidak terselamatkan. Tindakan selanjutnya adalah melakukan nekropsi dan pengambilan darah orangutan untuk pemeriksaan lebih lanjut, setelah itu dilakukan penguburan,” ujar Rudianto.

3. BBKSDA lakukan penyelidikan soal dugaan kekerasan

Orangutan Evakuasi dari Karo Mati, Ada Luka Kekerasan FisikProses evakuasi orangutan sumatra yang ditangkap warga karena masuk perladangan di Desa Kutapengkih, Kecamatan Mardingding, Kabupaten Karo, Sumatra Utara, Sabtu (21/1/2023). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kepada IDN Times Rudianto mengatakan, pihaknya tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan kekerasan yang dialami oleh satwa terancam punah itu.

Nantinya tim akan melakukan gelar perkara hasil penyelidikan. “Matinya itu bukan karena penyakit yang sudah lama. Tapi ada tindakan kekerasan. Ketika menurunkan secara paksa, atau mengikat secara paksa. Mungkin orangutannya stres, dugaan – dugaannya itu,” tukasnya.

4. Ditangkap karena masuk ke kebun warga

Orangutan Evakuasi dari Karo Mati, Ada Luka Kekerasan FisikProses evakuasi orangutan sumatra yang ditangkap warga karena masuk perladangan di Desa Kutapengkih, Kecamatan Mardingding, Kabupaten Karo, Sumatra Utara, Sabtu (21/1/2023). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Konflik antara manusia dan satwa di Kutapengkih terekspose setelah video penangkapan orangutan tersebut viral di linimasa media sosial.

Informasi yang dihimpun, orangutan itu masuk ke perkebunan warga. Warga sudah berupaya mengusir mawas (red: orangutan) jantan yang masuk ke perladangan. Namun upaya itu tidak berhasil.

Orangutan malang itu ditangkap setelah tersudut di rumpun bambu. Warga memotong rumpun bambu tempat orangutan itu menyelamatkan diri. Orangutan sumatra (pongo abelii) itu jatuh. Warga menangkap orangutan itu sekitar pukul 18.00 WIB. Mereka mengikat dan menggotongnya ke pemukiman.

Puluhan orang terlibat menangkap orangutan tersebut. Disaksikan petugas kepolisian yang datang ke lokasi. Setelah ditangkap, orangutan ditempatkan ke dalam gudang kosong Puskesmas Pembantu (Pustu) Desa Kutapengkih. Mereka memberinya buah dan air minum. Supaya orangutan tetap hidup.

Kepala Desa Kutapengkih Terpilih Eddy Syahputra Sembiring mengatakan, ini adalah kasus pertama kalinya orangutan masuk ke perkebunan milik warga. Selama ini warga memang sering bertemu dengan orangutan, namun tidak pernah berkonflik. Memang, kebun warga ada yang berbatasan langsung dengan hutan. Bahkan, ada yang berada dekat Taman Nasional Gunung Leuser.

“Kalau di hutan kami biarkan saja. Karena sudah jauh kali Jadi desakan masyarakatnya,kami upayakan. Kalau pun diusir ke hutan khawatirnya datang lagi,” kata Eddy, Sabtu (21/1/2023)

Saat melakukan penangkapan, masyarakat juga sepakat tidak menembak orangutan dalam melakukan penangkapan. Karena mereka tidak ingin orangutan itu mati.

“Kemarin kami sudah konfirmasi ke kepolisian, sementara kami mengusahakan penangkapannya. Kemarin, jika tidak ada desakan masyarakat, kami berencana mengusirnya ke hutan. Gak usah ditangkap,” ujarnya.

5. Masyarakat tidak paham bahwa orangutan dilindungi karena tidak pernah ada sosialisasi

Orangutan Evakuasi dari Karo Mati, Ada Luka Kekerasan FisikOrangutan Sumatra adalah satwa yang masuk dalam daftar terancam punah, karena deforestasi hingga perburuan. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kata Eddy, warga terpaksa menangkap orangutan itu karena tidak paham itu dilindungi. Warga pun sering melihat orangutan di hutan sekitaran kebun mereka. Sehingga orangutan dianggap hal yang biasa. Namun, mereka menganggap itu menjadi tidak biasa, karena masuk ke dalam perkebunan. Mereka khawatir diserang orangutan.

Selama ini, warga memang tidak pernah mendapat sosialisasi dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut terkait satwa dilindungi dan mitigasi konflik. Sehingga apa yang dilakukan seperti menangkap dan menghidupkan petasan datang dari inisiatif mereka sendiri.

“Sosialisasi sangat perlu kami di sini. Karena bukan hanya orangutan yang ada. Harimau pun pernah kami jumpa di sini. Pernah harimau terjerat di Kutakendit. Kena jerat warga,” katanya.

Junaedi Sembiring, warga Desa Kutambelin yang juga ikut saat menangkap orangutan mengatakan, kekhawatiran masyarakat juga didasari oleh cerita – cerita yang berkembang. Di kalangan masyarakat, tersiar cerita soal orangutan yang menculik anak – anak. Orangutan menculik anak salah satu warga di sana saat ditinggalkan di pondok kebun.

“Itu cerita – cerita dulu. Jadi ada doktrin mawas ini jadi musuh. Walaupun cerita itu belum tentu benar,” kata Junaedi.

Junaedi juga bercerita soal peristiwa orangutan yang dibunuh dan dimakan dagingnya. Kata Junaedi, cerita ini berkembang di Desa Perbulen, Kecamatan Laubaleng, Karo.

“Seperti ada karma. Yang makan dagingnya itu kemudian meninggal berturut – turut. Makanya semalam kami pesankan supaya itu orangutan jangan sampai dibunuh,” katanya.

Junaedi juga sepakat jika kelak di desanya ada sosialisasi tentang satwa dilindungi. Sehingga masyarakat bisa mengetahui dan tidak melakukan ha-hal yang membahayakan baik kepada satwa atau dirinya sendiri. Apalagi pertemuan dengan satwa liar serig dialami warga. Khususnya di kebun yang dekat dengan hutan.

“Sosialisasi bisa melalui pemerintah desa. Jadi masyarakat dikumpulkan dan diberikan pemahaman. Jadi kalau ada kejadian, kami di sini bisa tahu cara mengatasinya,” ungkapnya.

Konflik satwa dengan manusia masih kerap terjadi. Khususnya pada daerah pemukiman yang dekat dengan kawasan hutan.

6. Konflik manusia dengan orangutan masih terjadi

Orangutan Evakuasi dari Karo Mati, Ada Luka Kekerasan FisikSatu individu Orangutan Sumatra yang diduga menjadi korban perdagangan ilegal dipulangkan dari Jawa ke Sumatra, Kamis (19/8/2021). (ANTARA FOTO/Fransisco Carolio)s)

Data yang dihimpun dari Forest & Wildlife Protection Unit (ForWPU) sepanjang 2018 – 2022, ada 77 kali dilakukan evakuasi orangutan dari konflik di sekitar Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

Rinciannya, 55 kali evakuasi di Aceh dan 22 kali di Sumut. Dari jumlah itu ada lima individu orangutan yang mati. Kematian orangutan biasanya disebabkan oleh dehidrasi, stres hingga terluka karena tindak kekerasan.

7. Satu orangutan hilang, kerugian besar pada ekosistem

Orangutan Evakuasi dari Karo Mati, Ada Luka Kekerasan FisikSatu individu Orangutan Sumatra yang diduga menjadi korban perdagangan ilegal dipulangkan dari Jawa ke Sumatra, Kamis (19/8/2021). (ANTARA FOTO/Fransisco Carolio)

Founder Yayasan Orangutan Sumatra Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), Panut Hadisiswoyo menyangkan kematian orangutan tersebut. Karena kematian satwa yang memiliki DNA nyaris mirip manusia ini memberikan dampak sistemik.

Saban tahun, populasi orangutan terus menurun. Baik faktor alamiah, konflik atau pun tingginya tekanan kepada habitat mereka di kawasan hutan. Data Population and Habitat Viability Assesment (PHVA) 2016, diperkirakan terdapat 14.630 individu orangutan sumatra. Ditambah spesies orangutan tapanuli (pongo tapanuliensis) yang dideklarasikan pada November 2017 dan langsung masuk dalam status ‘sangat terancam punah’. Saat ini populasinya diperkirakan hanya tinggal 500 sampai 760 individu tersebar pada beberapa blok ekosistem Batang Toru.

Tekanan terhadap habitat terjadi karena masifnya deforestasi karena pembukaan hutan untuk perkebunan, pembalakan dan pemukiman. Menurut Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), dalam 75 tahun terakhir, populasi orangutan sumatera telah mengalami penurunan sebanyak 80 persen. Dalam IUCN Red List, Orangutan Sumatera dikategorikan Kritis (Critically Endangered).

Kata Panut, jika satu persen saja populasi orangutan hilang, maka akan memberikan dampak besar pada ekosistem. Perkembangan jumlah populasi akan berkurang signifikan. Karena dalam siklus hidupnya, perkembangbiakan hidup orangutan begitu lamban.

“Orangutan betina berkembang biak semasa hidupnya paling banyak melahirkan tiga individu. Karena interval perkembangbiakan cukup lama. Sekitar delapan tahun sekali. Karena jika punya anak, dia akan mengurusi anaknya hingga 6-8 tahun,” kata Panut.

Kehilangan populasi juga akan berdampak serius pada perkembangan ekosistem. Orangutan sebagai satwa arboreal pemakan buah terkenal sebagai petani hutan. Karena orangutan memencar biji-biji buah yang dimakannya. Apalagi satu individu orangutan punya daya jelajah yang cukup luas. Orangutan betina, punya daya jelajah hingga 800 Ha. Sedangkan untuk jantan lebih luas mencapai 1.500 Km.

“Ketika orangutan sudah tidak ada lagi, maka proses regenerasi vegetasi menjadi terganggu.  Orangutan menjadi penyeimbang regenerasi hutan. Artinya, dia juga berperan dalam keseimbangan iklim. Karena menjaga hutan tetap bagus,” pungkas Panut yang kini menjabat sebagai Dewan Kehutanan Daerah (DKD) Sumut.

Baca Juga: Orangutan Masuk Kebun Warga Ditangkap, Diduga Ada Luka Tembak 

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya