Mahasiswa Sumut: Tolak Omnibus Law dan Gratiskan Pendidikan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times – Gelombang penolakan terhadap Omnibus Law kembali terjadi di Sumatra Utara. Massa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) menggelar mimbar bebas di Tugu Titik Nol Kota Medan, Kamis (30/7/2020).
Di bawah terik matahari yang menyengat, satu per satu massa berorasi. Mereka terus menyuarakan penolakan terhadap omnibus law ang dianggap akan menyengsarakan rakyat kecil.
1. Negara curang, memanfaatkan kelengahan masyarakat saat pandemik corona untuk geber pembahasan Omnibus Law
Massa menganggap negara sudah mencurangi rakyatnya sendiri. Di tengah penolakan yang masif, para elit pemerintahan dan DPR RI membahas Omnibus Law.
Pemerintah harusnya fokus melakukan penanganan dampak COVID-19. Termasuk gejolak ekonomi yang mengalami resesi.
“Mengapa pemerintah harus menerbitkan Omnibus Law? Karena bagi pemerintah jalan satu-satunya untuk menghindari krisis ialah mengundang sebanyak-banyaknya investasi masuk ke Indonesia. Dan Negara hari ini masih memaknai logika bahwa untuk membangun tata kelola ekonomi Indonesia harus ditopang oleh investasi dan utang luar negeri. Maka kebijakan-kebijakan yang lahir tentunya untuk memuluskan investasi yang bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia,” ujar Ketua Umum HMI MPO Cabang Medan Hardiansyah Tanjung.
Baca Juga: Klaster COVID-19 di Sumut Tidak Diumumkan, Ini Alasannya
2. PHK masal dan belajar daring jadi polemik ekonomi baru bagi masyarakat kecil
Di tengah pandemik yang kian masif, sejumlah perusahaan terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak kepada para buruh. Tentunya ini adalah dampak dari resesi ekonomi global yang kemudian menyengsarakan buruh. Harusnya, pemerintah fokus melakukan penanganan dampak COVID-19 ketimbang mengesahkan Omnibus Law.
Belum lagi, lanjut Hardiansyah, pendidikan untuk anak-anak yang terdampak. Dari tingkatan mahasiswa hingga SD terpaksa harus belajar daring yang justru menambah beban masyarakat.
“Saat ini kesulitan ekonomi. Harusnya biaya pendidikan digratiskan. Bukan malah menambah beban masyarakat karena pemerintah absen di tengah kesulitan ekonomi,” ujarnya.
3. Negara dianggap gagal jika sahkan omnibus law
Deni melanjutkan, jika Omnibus Law tetap disahkan semakin menunjukkan jika negara gagal dalam menyejahterakan rakyatnya. Dia mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk membangun gerakan menolak Omnibus Law.
“Maka rakyat harus sadar dan jangan terlalu berharap dengan elit-elit partai politik borjuasi, sudah saatnya rakyat bersatu membangun kekuatan politiknya sendiri,” ujar Deni
Baca Juga: Besok Hari Raya Idul Adha, Ini 6 Amalan yang Sunnah Dilakukan